Latest News

Saturday, July 28, 2012

Sekilas Jejak Historis Lektor dalam Ekaristi

Keberadaan seorang pembaca Sabda Allah (lector, Latin) dalam peribadatan suci sudah ditemukan dalam tradisi agama Yahudi. Jejaknya dapat dijumpai terutama dalam sumber Perjanjian Lama. Bahkan, dalam sumber Perjanjian Baru, jejak itu masih tampak saat Yesus datang ke Nazaret (Luk 4:16-30), masuk ke rumah ibadat, lalu membaca dan mengajar dari teks Yesaya 61:1-2 : "Roh Tuhan ada pada-Ku / oleh sebab la telah mengurapi Aku / untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin / dan la telah mengutus Aku / untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan / dan penglihatan bagi orang-orang buta / untuk membebaskan orang-orang yang tertindas / untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.�

Dari tradisi peribadatan Yahudi di sinagoga itu, biasanya seorang tampil dari tengah jemaat. Kepadanya diberikan kitab yang diambil dari Kitab Taurat dan Para Nabi. Dan setelah dibuka, dibacalah salah satu teks. Selesai pembacaan, kitab tersebut ditutup dan kemudian diberikan kembali kepada pejabat. Pengajaran menyusul kemudian. Meneruskan tradisi Yahudi, kebiasaan membaca Kitab Suci juga ditemukan dalam era Gereja Perdana (bdk Kis 2:41-47).

Dalam tradisi Gereja, keberadaan lektor ditemukan jejaknya dalam periode abad-abad pertama sejarah kekristenan. Homili St Yustinus martir (wafat sekitar thn 165) menyebut adanya pembaca liturgis, anaginoskon. Paus Cornelius I (251-253), dalam suratnya kepada Fabius dari Antiokhia, menunjukkan bahwa Gereja Roma pada saat itu, selain mempunyai 42 akolit dan 52 eksorsis, memiliki juga sejumlah lektor. Jejak adanya lektor juga ditemukan di Gereja Cirta, Afrika, pada abad keempat saat dilaporkan bahwa Gereja setempat memiliki 4 imam, 3 diakon, 4 subdiakon dan 7 lektor.

Dalam abad-abad awal kekristenan, pembacaan Kitab Suci dalam liturgi, termasuk surat-surat Perjanjian Baru dan Injil, dibawakan oleh lektor. Peran lektor sangat penting dan terhormat, masuk dalam tata tahbisan minor subdiakon, diberikan dalam ritus khusus melalui penumpangan tangan uskup dan disertai doa. Dalam tradisi Gereja Barat, lektor termasuk dalam tingkat kedua dari tata tahbisan minor (ostiarius, lector, exorcista, acolythus). Untuk tingkat tahbisan minor ini tidak dikenakan kewajiban selibat. Juga dalam kebiasaan Gereja Timur, para lektor termasuk dalam tata tahbisan minor sebelum penerimaan diakonat - suatu jenjang menuju imamat dalam tata tahbisan mayor. Dapat dipahami kemudian bahwa peran lektor mengandaikan standar pendidikan khusus. Meskipun eksklusif untuk mereka yang tertarik menjadi imam, kehadiran schola lectorum (sekolah para lektor) pada abad kelima memberi indikasi kuat tentang pentingnya peranan membaca Sabda Allah oleh seorang yang memiliki kualifikasi pantas. Bahkan pada abad 6-7, dengan munculnya schola cantorum (sekolah menyanyi), pembacaan Sabda Allah dengan cara melagukan semakin melambungkan gengsi peran lektor.

Kehormatan peran lektor cukup ditampakkan juga oleh Kanon Barat, khususnya no. 8, yang diyakini berasal dari abad keenam, yang berbicara tentang tata cara pentahbisan. Kanon 8 tersebut menyebutkan, �Ketika seorang lektor ditahbiskan hendaklah uskup berbicara tentang dia kepada jemaat sambil menunjukkan (kelayakan) iman, hidup dan kemampuannya. Setelah itu, sementara jemaat memandangnya, hendaklah uskup memberikannya buku (Kitab Suci), yang darinya harus dibacanya, sambil berkata kepadanya: Terimalah ini dan jadilah pewarta Sabda Allah.�

Sementara kehormatannya tetap terjaga, secara perlahan wilayah tugas lektor berkurang. Sekarang, terutama sejak ada pembaharuan dalam Gereja Roma melalui Konsili Vatikan II (1962-1965) - termasuk pembaharuan dalam liturgi, hak membaca Injil mulai dicabut dari peran lektor. Tugas membaca Injil hanya dipercayakan kepada diakon, atau imam konselebran jika tak ada diakon, atau imam selebran bila tidak ada diakon maupun imam konselebran (PUMR 59). Sedang pembacaan Kitab Suci kecuali Injil - berarti hanya kitab-kitab Perjanjian Lama dan surat-surat Perjanjian Baru, menjadi tugas lektor terlantik (PUMR 99). Meski demikian, bila dalam Perayaan Ekaristi tidak ada lektor terlantik, tugas pembacaan Kitab Suci - melalui Bacaan I dan II, dapat dibawakan oleh umat awam, baik pria maupun wanita, yang memiliki kelayakan. Namun, tak boleh ditolerir, mereka �harus sungguh trampil dan disiapkan secara cermat untuk melaksanakan tugas ini, sehingga dengan mendengarkan bacaan-bacaan dari naskah kudus, umat beriman dapat memupuk dalam diri mereka rasa cinta yang hangat terhadap Alkitab� (PUMR 101).

Sumber : http://programkatekese.blogspot.com/

Sunday, July 22, 2012

Seruan dan Madah Pujian dalam Ekaristi

KYRIE ELEISON
Kyrie Eleison (Tuhan Kasihanilah Kami) adalah seruan sebagai pujian kepada Allah yg Maha Rahim dan mohon belas kasihan Nya, sehingga Gereja menghimbau agar seruan ini dinyanyikan atau didaraskan oleh "SELURUH UMAT".

Seruan ini digunakan oleh Gereja sejak masa Gereja Perdana. Pada masa2 itu seruan ini merupakan doa yang cukup panjang, dimana seseorang (diakon) membacakan ayat2 dan umat menjawab dengan seruan "Kyrie Eleison". Seiring perputaran waktu, ayat2 tersebut mulai dihilangkan hingga akhirnya seruan itu menjadi seperti sekarang yang kita nyanyikan/daraskan pada setiap perayaan Ekaristi. Bentuknya bisa macam2, boleh berupa permintaan2 tertentu (semacam doa syafaat), boleh juga berupa doa pengakuan dosa yang serius dan permohonan agar Tuhan menerima penyesalan dan pertobatan umat Nya

Dalam Kiturgi, Bagian ini bisa dihilangkan jika bagian ini (Kyrie) sudah tertampung dalam Doa Tobat. Hal ini dilakukan untuk menghindari pengulangan yg tidak perlu seperti yg disebutkan dalam SC 34 dan SC 50, meskipun terkadang realitanya masih sering terjadi. contohnya saat Imam memilih Tobat cara 3 (PS), paduan suara tetap menyanyikan Kyrie setelahnya.

Secara umum, seruan "Tuhan Kasihanilah Kami" hanya 2x diucapkan/dinyanyikan. Namun ada pertimbangan (berhubungan dengan bahasa, lagu, dan sifat pesta/perayaan) sehingga seruan "Tuhan Kasihanilah Kami" dapat diulang lebih dari 2x, dan seandainya dibawakan sbg "Pernyataan Tobat", maka didahului dengan ayat sesuai dengan yg disebutkan dalam PUMR 52

GLORIA / MADAH KEMULIAAN
Gereja memandang Madah Gloria sebagai madah yg sangat dihormati sejak jaman Kristen Perdana/Kristen Kuno (lih. PUMR 53), yg disusun dengan gaya Mazmur serta melanjutkan tradisi madah Perjanjian Baru.

Pada sekitar abda 4-5 M, Gloria digunakan dalam ibadat Harian di Gereja2 Timur. Pada abad 5M, madah ini dimasukkan dalam Liturgi Gereja Katolik pada Misa Natal. Kemuadian Paus Symachus memperluas penggunaannya pada Ekaristi Minggu dan pesta para Martir, namun hanya untuk misa yg dipimpin oleh USKUP. Baru pada 7M, Gloria boleh dibawakan pada misa yg dipimpin oleh imam. Teks Gloria yg digunakan dan kita kenal selama ini diperkirakan berasal dari masa sesudah Paus Gregorius Agung, yaitu sejak pembaharuan Liturgi oleh Karolus Agung.

Ada 3 bagian utama dalam Madah Keluliaan :

Bagian awal Ditujukan kepada Allah Bapa.
Bagian ini merupakan kutipan kidung para Malaikat (Luk 2,14): �Kemuliaan kepada Allah di surga dan damai di bumi kepada orang yang berkenan pada-Nya.� Dengan madah pujian ini, bersama para malaikat kita bergembira karena Allah Bapa mengutus PutraNya menjadi manusia.

Seruan pujian kedua Ditujukan kepada Allah Putera.
Kristus adalah Raja. Hanya Dia yg patut disembah, dipuji dan dimuliakan krn karya penebusanNya. Ketika menyampaikan pujian kepada Yesus, diselipkan permohonan: Kasihanilah kami, kabulkanlah doa kami, mempunyai makna ganda yaitu pujian sekaligus permohonan.

Madah kemuliaan ditutup dengan penyebutan Allah Roh Kudus.
Pujian kepada Allah Bapa dan Putra hanya bisa berlangsung di dalam Roh Kudus.

CREDO atau SYAHADAT
Credo berasal dr bhs latin yg berarti "Aku Percaya" merupakan pernyataan atau pengakuan rangkuman mengenai suatu kepercayaan. Sebagai Tubuh Kristus yang terlihat, Gereja dan umatnya diharapkan tidak hanya untuk memiliki iman yang sama tetapi juga untuk menyatakan iman dengan cara yang sama. Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan (Roma 10 : 10).

Gereja menghadapi ajaran sesat yang berkembang dari hal yang relatif umum menuju ke hal yang relatif khusus. Untuk itulah Gereja merasa perlu menyusun rumusan pengakuan iman untuk memberi garis batas tegas antara ajaran yang benar dan ajaran yang salah. Jadi wajar apabila kredo2 terdahulu umumnya cukup singkat (yang hanya terdiri dari beberapa kalimat pendek) kemudian berkembang menjadi cukup panjang (sampai puluhan paragraf).

Secara umum, Credo dalam Gereja Katolik cukup banyak jumlahnya, yg terbagi dalam beberapa kategori :
1. Credo yang berasal dari Gereja Perdana dan Apostolik
2. Credo yang berasal dari konsili
3. Credo yang berasal dari paus tertentu
4. Credo yang berasal dari Kuria Romawi yang bisa digunakan setelah disetujui oleh paus
5. Credo yang berasal dari orang tertentu dan rumusannya diterima oleh Takhta Suci

Credo/Syahadat Panjang (Nikea Konstantinopel yg merupakan hasil dari Konsili Konstantinopel I), dimasukkan dalam Misa Kudus sejak abad 5M oleh Gereja Timur tyang kemudian diikuti oleh Gereja Barat mulai dari Spnyol, Irlandia, Inggris dan Jerman. Untuk Liturgi Baptis, digunakanlah Syahadat singkat (syahadat Pararasul).

Pada Abad 11 M, Paus Benedictus VIII menetapkan Syahadat Nikea Konstantinopel digunakan dalam Perayaan Ekaristi Minggu dan Syahadat Para rasul digunakan hanya dalam Liturgi Baptis. Baru kemudian atas dorongan Konsili Vatikan II dengan pembaharuan Liturgi, maka diputuskan Credo Para Rasul dan Credo Nikea-Konstantinopel keduanya dimasukkan dalam Perayaan Ekaristi hari Minggu dan Hari Raya lainnya.

SANCTUS
Sanctus berasal dari bahasa Latin yg artinya Kudus. Sanctus adalah sebuah Aklamasi dalam perayaan Ekaristi yg tidak terpisahkan dgn Doa Syukur Agung sebagai bentuk aliran tindakan dari umat yang hadir dalam memuji dan memuliakan Allah.

"Kudus adalah bagian yg tak terpisahkan dari DSA dan mesti dilambungkan oleh seluruh jemaat bersama Imam" (PUMR 79b) oleh sebab itu bagian ini tidak bisa dihilangkan dan lebih baik lagi dinyanyikan

Teks Aklamasi ini disusun berdasarkan 2 teks dalam Kitab Suci :

Seruan para serafim (Yes 6:5)
Seruan ini mulai digunakan pada jaman Kristen Perdana dan juga bisa digunakan dalam Ibadat orang2 Yahudi di Sinagoga

Penambahan Hosana dari Mat 21:9 yg merupakan kutipan dari Mamur 118:26.
Hosana berasal dari HOSIANNA (bhs Yunani) yg artinya "Selamatkanlah kami/tolonglah kami. Tetapi dalam ibadat Yahudi di sinagoga, seruan ini berubah menjadi pujian. Dalam liturgi Gereja Katolik Roma, kata Hosana ini diterjemahkan dgn kata "Terpujilah"

Beberapa catatan menyebutkan bahwa penambahan Hosana sbg seruan yg memuji Anak Daud yaitu Kristus pada abad 4M dalam teks Santus, berkaitan dengan situasi Gereja melawan Bidaah Arianisme (aliran yg tidak mengakui ke-Allah-an Yesus), sehingga seruan Kudus ini dimasukkan dalam rangkaian DSA dalam tata liturgi Gereja Timur. Baru pada Abad ke 5 M Gereja Barat memasukkan seruan ini seperti yg kita kenal selama ini

LITANI
Kata `litani� berasal dari bahasa Latin `litania�, `letania�. Artinya suatu bentuk doa tanggapan yang meliputi serangkaian seruan atau permohonan, mengenai suatu subyek utama atau suatu tema suci utama.

Doa ini disusun sebagai bentuk kekaguman kita sebagai umat manusia kepada Allah, Bunda Maria, atau para Kudus, tergantung dari Litani tersebut ditujukan bagi siapa. Litani merupakan doa yang sangat cocok dibawakan dalam kelompok

Jika dicermati, dari begitu banyak Litani, semua mengacu pada pola yang yang sama :

Bagian Pembuka
Diawali dgn �Kyrie eleison,� (�Tuhan kasihanilah kami�) yang didaraskan/dinyanyikan setelah kita memohon belas kasihan dari setiap Pribadi dalam Tritunggal Mahakudus, misalnya: �Allah Bapa di surga ======>> kasihanilah kami.�

Bagian Pokok
Pokok litani : seruan kepada siapa litani ditujukan. Setiap seruan dimaksudkan untuk memujinya dengan berbagai macam ungkapan yang menjadikan orang itu patut dikagumi dimana setiap nama yang disebutkan akan ditanggapi dengan �doakanlah kami.� Tanggapan tersebut tetap sama untuk hampir semua atau bahkan seluruh seruan dalam litani. Oleh sebab adanya tanggapan inilah maka Litani termasuk dalam DOA TANGGAPAN, sama seperti �DOA UMAT� dan �MAZMUR TANGGAPAN� dalam Ekaristi

Permohonan
Permohonan. Dalam litani yang lebih khidmat, atau dalam litani kepada Tuhan, setelah seruan ditambahkan aneka permohonan dengan maksud untuk memohon berbagai rahmat serta berkat. Jawaban pada aneka permohonan ini pada intinya mengacu pada �DENGARKANLAH KAMI�

Penutup
Setelah seruan dan aneka permohonan, litani dilanjutkan dengan serangkaian tiga seruan kepada Anak Domba Allah. Dan yang terakhir, litani selalu ditutup dengan sebuah doa singkat. bagian inilah merupakan bagian Penutup dari Litani

Demikian, semoga bermanfaat
*Christo et Ecclesiae*

Sumber : http://belajarliturgi.blogspot.com/

Saturday, July 14, 2012

Menyongsong Kursus Evangelisasi Pribadi Angkatan Kedua

Banyak orang tua katolik merasa selesai tugasnya bila sudah membaptis dan menyekolahkan anak di sekolah katolik. Sudah menjadi kenyataan umum bahwa sangat kecil kemungkinan orang tua mempersiapkan bagaimana anak tersebut mengalami penginjilan dalam dirinya. Itulah sebabnya banyak sekali (tentu tidak semua) orang katolik yang belum mengalami dirinya secara pribadi untuk diinjili apalagi menginjili orang lain.

Banyak hal yang dapat kita temukan dalam Kursus Evangelisasi Pribadi, sehingga pertanyaan dan hal-hal yang membingungkan bagi dirinya dapat terjawab. Hal sederhana namun menjadi krisis bagi sebagian orang Katolik atas keimanannya adalah mengapa terjadinya mengikuti misa Ekaristi ala kadarnya, tingginya kasus kawin campur, berpindahnya umat ke gereja Kristen non katolik, keraguan umat terhadap Bunda Maria, tradisi-tradisi katolik, dll. Sebagai umat Katolik banyak yang kehilangan kebanggaannya terhadap iman kekatolikannya. Itulah kira-kira latar belakang Bapa Uskup Bogor dan Pastor Paroki kita mendesak untuk segera diselenggarakannya kembali KEP (Kursus Evangelisasi Pribadi) di Paroki St. Herkulanus Depok.

Untuk penyelenggaraan Kursus Evangelisasi Pribadi angkatan kedua telah dibentuk panitia pelaksana dan panitia telah mulai bekerja. Sosialisasi juga telah mulai digemakan. Sudahkah Anda mendaftar menjadi peserta? Kami menunggu.

Thursday, July 5, 2012

Alumni Kursus Evangelisasi Pribadi (KEP) Angkatan Pertama Paroki St. Herkulanus

Lima bulan telah berlalu namun lagu "KUUTUS KAU" yang senantiasa dikumandangkan setiap akhir sesi kursus masih terngiang. Lagu tersebut senantiasa menggelorakan semangat para alumni KEP angkatan pertama untuk melaksanakan tugas perutusan. �Ayo semangat dan tetap semangat� wartakanlah Kabar Suka Cita. Apakah para alumni KEP angkatan pertama di paroki St. Herkulanus sungguh-sungguh bersemangat?

Apa yang telah terjadi selama KEP? Setelah �digodok� dalam dapur KEP dan seusai mengikuti kursus evangelisasi pribadi, para alumni KEP bergabung dalam suatu komunitas dan menjadi lilin yang senantiasa menyala di lingkungan. Puji Tuhan. Memang sungguh terasa bahwasanya para alumni KEP ini sangat kompak; semangat menggereja dan pelayanannya sungguh menggelora. Sudah mulai banyak para alumni KEP angkatan pertama yang menjadi pemandu di lingkungan.

Keistimewaan yang patut dicatat adalah kelompok yang baru selesai mengikuti kursus evangelisasi pribadi menjadi panitia penyelenggara KEP angkatan berikutnya. Selain itu, para anggota Alumni KEP ini banyak melibatkan diri dalam berbagai kegiatan paroki. Ini adalah bukti nyata dari keberhasilan KEP di paroki Pandu.

Semoga ALUMNI KEP semakin kompak dan terus BERSEMANGAT!

Sunday, July 1, 2012

Kursus Evangelisasi Pribadi Angkatan Kedua Segera Dimulai

Kata �evangelisasi� berasal dari sejarah kuno; melalui kejadian di mana seorang budak dipilih untuk membawa kabar gembira kepada raja mengenai kemenangan dalam suatu peperangan. Pembawa kabar baik ini kemudian dianugerahi kebebasan menjadi orang �merdeka�. Maka ia membawa kabar baik itu dengan berlari kencang sambil menari-nari dengan gembira, karena tugas itu sekaligus membawa kebebasan bagi dirinya. Kita telah dibebaskan dari perbudakan dosa, maka sudah layak dan sepantasnya, kita wartakan kabar suka cita ini.

Kenyataan inilah yang dirumuskan dalam istilah �evangelisasi�. Evangelisasi adalah pewartaan Kabar Baik, bahwa dalam Yesus Kristus, Putra Allah yang menjelma menjadi manusia, �keselamatan� ditawarkan kepada segenap umat manusia. Ini merupakan anugerah yang berupa rahmat dan belas kasih Allah. Imbauan Apostolik Paus Paulus VI, Evangelii Nuntiandi 18, merumuskan Evangelisasi sebagai: membawa Kabar Baik kepada segala tingkat kemanusiaan, dan melalui pengaruh Injil merubah umat manusia dari dalam dan membuatnya menjadi baru: �Lihatlah Aku menjadikan segala sesuatu baru� (Why 21:5, 2 Kor 5:17, Gal 6:15).

Secara jelas, para Bapa Gereja seluruh dunia, melalui konsili Vatikan II tahun 1965, mengharapkan suatu gairah baru dalam pewartaan Injil baik dalam kalangan umat Katolik maupun dalam masyarakat yang lebih luas. Saat ini telah banyak tumbuh kegiatan evangelisasi yang dilakukan oleh umat/awam bersama gembala umat. Hal ini merupakan suatu kemajuan yang tentu patut kita syukuri. Hasil Evangelisasi dapat dilihat antara lain terjadinya perubahan dan perkembangan rohani yang terus menerus baik pada perorangan maupun komunitas-komunitas umat beriman.

Tantangan kita selanjutnya adalah �Bagaimana menambah dan menguatkan komitmen spiritualitas kita untuk senantiasa mewartakan Injil kepada semua orang?�. Perintah mewartakan Injil adalah perintah Tuhan Yesus kepada kita semua, seperti yang tertulis dalam Injil Matius 28 : 18-20 = ����. kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di Sorga dan di Bumi, karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarilah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.�

Oleh Sabda Tuhan Yesus tersebut kita semua disadarkan akan tugas dan tanggung jawab kita selaku umat beriman, yaitu untuk senantiasa mewartakan Injil kepada semua orang. Untuk memikirkan, mendoakan dan merumuskan tugas pewartaan Injil oleh seluruh umat Katolik, para Uskup seluruh dunia telah mengadakan Sinode. Hasil sinode ini diumumkan oleh Bapa Suci Paus Paulus VI melalui surat himbauan Apostolik tentang �Karya Pewartaan Injil dalam Jaman Modern (Evangelii Nuntiandi)� pada tanggal 8 Desember 1975. Himbauan Apostolik tersebut terwujud dalam Kursus Evangelisasi Pribadi (KEP) di Paroki-Paroki seluruh Keuskupan di Indonesia.

Menanggapi himbauan apostolik Bapa Suci Paus Paulus VI, Paroki St. Herkulanus Depok dengan penuh semangat telah mulai menyelenggarakan Kursus Evangelisasi Pribadi. Kursus Evangelisasi Pribadi angkatan pertama telah berhasil mengutus 42 orang menjadi pewarta injil di Paroki St. Herkulanus. Atas doa kita semua semoga Kursus Evangelisasi Pribadi angkatan kedua ini berhasil pula melahirkan utusan-utusan baru yang lebih banyak lagi.

Oleh : Ign. Djoko Irianto