Bagaimana model jubah Asisten Imam yang benar? Atau tepatnya, seperti apa busana yang harusnya dikenakan Asisten Imam atau Pro Diakon yang nama resminya adalah Pelayan Komuni Tak Lazim? Bagaimana aturan gereja Katolik mengenai hal ini? Di beberapa gereja yang sempat saya kunjungi ada praktik-praktik yang sudah baik dan benar, tapi ada pula yang menyalahi aturan liturgi atau menyimpang dari tradisi gereja Katolik.
Pedoman Umum Misale Romawi menyebut bahwa "Busana liturgis yang lazim digunakan oleh semua pelayan liturgi, tertahbis maupun tidak tertahbis, ialah alba, yang dikencangi dengan singel, kecuali kalau bentuk alba itu memang tidak menuntut singel. Kalau alba tidak menutup sama sekali kerah pakaian sehari-hari, maka dikenakan amik sebelum alba. ..." (PUMR 336) Lebih lanjut ditulis "Akolit, lektor dan pelayan awam lain boleh mengenakan alba atau busana lain yang disahkan oleh Konferensi Uskup untuk wilayah gereja yang bersangkutan." (PUMR 339)
Di atas adalah pasal-pasal yang membolehkan Pelayan Komuni Tak Lazim pakai alba. Saya perlu garis bawahi di sini, membolehkan, bukan mengharuskan. Lho, jadi Asisten Imam tidak harus pakai alba? Jawabnya tidak, bahkan tidak harus pakai busana liturgis apapun. Busana awam sehari-hari pun juga boleh. Memang, di Vatikan nggak ada Pelayan Komuni Tak Lazim (karena jumlah imam yang bisa bantu bagi komuni sudah lebih dari cukup); dalam kasus ini Vatikan nggak bisa kita jadikan acuan. Yang jelas, di Vatikan Lektor nggak pakai busana liturgis apapun. Lektor yang adalah awam, ya berbusana awam, sopan dan rapi. Di Amerika Serikat, Pelayan Komuni Tak Lazim dan Lektor pun berbusana awam biasa. Kesimpulannya, sekali lagi tidak harus pakai busana liturgis apapun, tapi seandainya toh mau pakai, bisa pakai alba.
Di foto paling atas, para pelayan komuni tak lazim di Katedral Hati Kudus Yesus Surabaya memakai alba model Roma, dengan ploi/lipit (lipatan), dan dikencangkan dengan singel. Mungkin lebih jelas lagi di foto yang hanya seorang AI ini. Longgar sekali memang alba ini, di bagian bawah kelilingnya 3 meter. Itu yang bikin indah. Oh ya, alba ini nggak semahal yang dibayangkan orang. Berikut singelnya harganya nggak lebih dari Rp 180.000. Silakan klik di foto untuk memperbesar.
Masih ada lagi yang bisa disimpulkan dari aturan di atas. Yang pertama, amik, alba dan singel bukanlah monopoli imam. Amik, alba dan singel adalah busana semua pelayan liturgi, tertahbis (uskup, imam dan diakon) maupun tidak (awam). Yang kedua, sekiranya dipandang perlu untuk menggunakan busana lain (selain alba), adalah konferensi uskup yang berhak memutuskannya (bukan seorang uskup, sekalipun untuk wilayahnya sendiri). Yang ketiga, yang benar adalah alba, bukan jubah.
Apa sebenarnya beda alba dengan jubah? Kita semua pernah melihat imam atau uskup pakai jubah. Biasanya jubah dibuat dari bahan yang relatif lebih tebal jika dibandingkan dengan alba. Harusnya jubah klerus dibuat dari wol atau bahan yang setara mutunya (Ut Sive Sollicite 1969). Pada bagian badan atas sampai dengan pinggang, jubah tidak longgar, pas di badan. Alba biasanya dibuat dari bahan yang relatif lebih tipis dari jubah dan berukuran besar (longgar) dari atas sampai ke bawah, makanya perlu diikat dengan singel. Alba selalu berwarna putih, jubah tidak. Bahkan, menurut tradisi katolik jubah warna putih sebenarnya merupakan privilese paus. Kalau mau tahu lebih detil boleh baca artikel saya tentang Busana Imam ini.
Yang terakhir yang mau saya sampaikan, kalau mau pakai busana liturgis ya pakailah alba dan singel (plus amik, kalau perlu). Itu aja. Jangan ditambah apa-apa lagi, kawatirnya malah jadi salah. Coba lihat Busana AI di foto sebelah ini. Yang pertama, ini adalah jubah, bukan alba, jadi kurang tepat. Lalu, ada tambahan asesoris salib dada. Ini juga kurang tepat dan bahkan menyalahi aturan busana gereja Katolik, karena salib dada (cruce pectoralis), model apapun, merupakan privilese uskup. Kalau mau tahu lebih detil juga, boleh baca artikel saya yang lain tentang Busana Uskup.
Sumber : http://tradisikatolik.blogspot.com/search/label/Lektor
Showing posts with label Prodiakon. Show all posts
Showing posts with label Prodiakon. Show all posts
Friday, October 12, 2012
Saturday, June 23, 2012
Sosok Prodiakon Sebagai Pemuka Umat
�Kepada Titus, anakku yang sah menurut iman kita bersama: kasih karunia dan damai sejahtera dari Allah Bapa dan Kristus Yesus, Juruselamat kita, menyertai engkau. Aku telah meninggalkan engkau di Kreta dengan maksud ini, supaya engkau mengatur apa yang masih perlu diatur dan supaya engkau menetapkan penatua-penatua di setiap kota, seperti yang telah kupesankan kepadamu, yakni orang-orang yang tak bercacat, yang mempunyai hanya satu isteri, yang anak-anaknya hidup beriman dan tidak dapat dituduh karena hidup tidak senonoh atau hidup tidak tertib. Sebab sebagai pengatur rumah Allah seorang penilik jemaat harus tidak bercacat, tidak angkuh, bukan pemberang, bukan peminum, bukan pemarah, tidak serakah, melainkan suka memberi tumpangan, suka akan yang baik, bijaksana, adil, saleh, dapat menguasai diri dan berpegang kepada perkataan yang benar, yang sesuai dengan ajaran yang sehat, supaya ia sanggup menasihati orang berdasarkan ajaran itu dan sanggup meyakinkan penentang-penentangnya �(Tit1:4-9)
Ketika kami menyebut kata �prodiakon� kepada para tamu dari Karya Misioner Jerman, maka mereka menanyakan apa itu �prodiakon�. Maklum di dalam hukum Gereja tidak ada istilah tersebut, maka kami menjawab dengan singkat :�Prodiakon artinya pendukung diakon, bertugas melaksanakan pekerjaan-pekerjaan diakon kecuali dalam memberi berkat�. Pendukung diakon berarti bukan diakon, namun diharapkan mendukung cara hidup dan cara bertindak para klerus (imam dan diakon) untuk �mengejar kesucian dengan alasan khusus, yakni karena mereka telah dibaktikan kepada Allah dengan dasar baru dalam penerimaan tahbisan menjadi pembagi misteri-misteri Allah dalam mengabdi umatNya� (KHK kan 276).
�Agar mereka mampu mengejar kesempurnaan ini:
* hendaknya pertama-tama mereka menjalankan tugas-tugas pelayanan pastoral dengan setia dan tanpa kenal lelah.
* hendaknya mereka memupuk hidup rohani�..
* hendaknya meluangkan waktu untuk latihan rohani�
* dihimbau untuk melakukan doa batin secara teratur, sering menerima sakramen tobat, berbakti kepada Perawan Bunda Allah dengan penghormatan khusus, dan memanfaatkan sarana-sarana pengudusan yang umum dan khusus lain� (lihat KHK kan 276 $ 2)
Dalam praksis saat ini tugas-tugas yang dikerjakan oleh prodiakon antara lain: memimpin ibadat-ibadat, menerimakan komuni di gereja maupun kepada mereka yang sakit. Hemat saya agar tugas-tugas ini tidak hanya dikerjakan secara yuridis atau formalitas belaka alias tanpa penghayatan, maka cara hidup prodiakon rasanya diharapkan sebagaimana dikatakan oleh Paulus dalam suratnya kepada Titus maupun Kitab Hukum Kanonik seperti kami kutipkan di atas. Maka baiklah di bawah ini saya mencoba secara sederhana menguraikan harapan-harapan di atas.
�Orang yang tak bercacat, yang mempunyai hanya satu isteri, yang anak-anaknya hidup beriman dan tidak dapat dituduh karena hidup tidak senonoh atau hidup tidak tertib�
Kutipan di atas ini kiranya merupakan ajakan atau peringatan untuk membina hidup berkeluarga yang baik, sesuai dengan janji perkawinan yang pernah diikhrarkan bersama, yaitu: �saling setia dalam suka dan duka, dalam untung dan malang, di waktu sehat maupun sakit tetap mau mencintai, melindungi dan menghormati sepanjang hidup, serta menjadi bapak-ibu yang baik bagi anak-anak yang akan dipercayakan/dianugerahkan Tuhan�. Tanda bahwa suami-isteri sungguh menjadi pasangan berbahagia serta bapak-ibu yang baik antara lain anak-anak yang dianugerahkan kepada mereka sungguh hidup beriman dan tertib atau cerdas beriman. �Jikalau suatu pohon kamu katakan baik, maka baik pula buahnya; jikalau suatu pohon kamu katakan tidak baik, maka tidak baik pula buahnya. Sebab dari buahnya pohon itu dikenal.� (Mat12:33). Dengan kata lain masalah pendidikan anak penting kita perhatikan.Dalam rangka mendidik anak, di bawah ini saya kutipkan 12 Hukum Rimm, kiranya dapat menjadi bahan acuan untuk mawas diri:
Hukum Rimm tentang Prestasi
* Anak-anak lebih cenderung berprestasi jika para orangtua mereka bekerja sama dalam memberi pesan yang jelas dan positif yang seragam tentang bagaimana seharusnya mereka belajar dan apa harapan-harapan orangtuanya terhadap mereka.
* Anak-anak dapat mempelajari perilaku yang baik dan pantas dengan lebih mudah jika mereka memiliki teladan-teladan efektif untuk ditiru
* Pendapat yang dikatakan oleh orang-orang dewasa kepada satu sama lain tentang seorang anak yang didengar oleh anak itu, sangat berdampak pada perilaku dan cara anak itu memandang dirinya.
* Jika orangtua memberi reaksi berlebihan terhadap keberhasilan dan kegagalan anak-anaknya, anak-anak itu akan cenderung mengalami tekanan batian yang kuat karena mereka berusaha mati-matian untuk berhasil. Mereka juga akan mengalami keputusasaan dan kekecewaan jika mengalami kegagalan.
* Anak-anak merasakan lebih banyak ketegangan sewaktu mereka mengkhawatirkan pekerjaan daripada saat mereka melakukan pekerjaan itu.
* Anak-anak mengembangkan rasa percaya diri melalui suatu proses
* Kekurangan dan kelebihan sering menunjukkan gejala-gejala yang sama
* Anak-anak mengembangkan rasa percaya diri dan rasa penguasaan diri internal jika mereka diberi wewenang, dalam porsi yang lambat laun semakin besar, selama mereka menunjukkan kedewasaan dan tanggungjawab.
* Anak-anak akan menjadi pemberontak jika satu orang dewasa bergabung dengan mereka melawan seorang orang tua atau guru, karena hal itu membuat mereka merasa lebih berkuasa dari orang dewasa.
* Orang-orang dewasa seharusnya menghindari konfrontasi dengan anak-anak kecuali jika mereka cukup yakin dapat menguasai akibatnya.
* Anak-anak akan berprestasi hanya jika mereka mau ikut serta dalam kompetisi.
* Biasanya anak-anak akan terus berprestasi jika mereka melihat hubungan antara proses belajar dan hasil-hasilnya� (Dr.Sylvia Rimm, Mengapa Anak Pintar Memperoleh Nilai Buruk, PT Grasindo Jakarta 1997, hal xxi-xxii).
Menurut hemat saya anak-anak harus lebih berhasil, suskses, pandai/cerdas, suci/beriman dst.. daripada orangtua atau bapak-ibunya, sebagai tanda bahwa suami-isteri sungguh saling mengasihi dan mendidik anak-anak dengan baik. Jika yang terjadi anak-anak tumbuh berkembang menjadi tidak baik atau kurang ajar, hemat saya yang lebih dahulu tidak baik dan kurang ajar adalah orangtua atau bapak-ibunya. Ingat sabda Yesus di atas �dari buahnya pohon itu dikenal� atau pepatah bahasa Jawa ini :�kacang mongso tinggalo lanjaran� (=batang kacang panjang tidak akan lepas dari pohon/kayu �pegangan�nya). Maka baiklah apakah kita sebagai orangtua/bapak-ibu atau �pohon� sungguh baik sebagaimana dikatakan oleh Paulus kepada Titus di bawah ini.
�Tidak angkuh, bukan pemberang, bukan peminum, bukan pemarah, tidak serakah, melainkan suka memberi tumpangan, suka akan yang baik, bijaksana, adil, saleh, dapat menguasai diri dan berpegang kepada perkataan yang benar, yang sesuai dengan ajaran yang sehat, supaya ia sanggup menasihati orang berdasarkan ajaran itu dan sanggup meyakinkan penentang-penentangnya�
Dari nasihat atau peringatan di atas ini kiranya ada dua bagian,yaitu: (1) penghayatan hidup yang baik dan (2) menasihati orang berdasarkan ajaran-ajaran yang baik.
(1) Penghayatan hidup yang baik dengan jelas dikatakan oleh Paulus sebagai yang �tidak angkuh, bukan pemberang, bukan peminum, bukan pemarah, tidak serakah, melainkan suka memberi tumpangan, suka akan yang baik, bijaksana, adil, saleh, dapat menguasai diri dan berpegang kepada perkataan yang benar�. Ada ajakan yang bersifat negatif dan positif. Ajakan yang bersifat negatif ini rasanya yang pertama-tama baik kita hayati atau laksanakan, sehingga dapat dengan mudah melaksanakan ajakan positif, atau mungkin juga dapat dilaksanakan secara serentak sesuai dengan kondisi dan situasi atau kesempatan dan kemungkinan yang ada. Mungkin ajakan yang bersifat negatif yang mendesak saat ini adalah bukan pemarah dan tidak serakah, mengingat dan mempertimbangkan banyak orang mudah marah dan serakah. Marah berarti menghendaki yang lain tidak ada atau melecehkan dan merendahkan yang lain, dan dengan demikian melanggar hak azasi manusia atau menindas harkat martabat manusia. Hal yang senada adalah tindakan serakah, karena dengan serakah berarti berupaya segala sesuatu diperuntukkan bagi dirinya dan yang lain tidak memperoleh bagian, dan dengan demikian berarti merampas hak orang lain. Marilah kita jauhkan dan berantas aneka bentuk kemarahan dan keserakahan.
Kita diharapkan menjadi pribadi atau orang yang �suka memberi tumpangan, suka akan yang baik, bijaksana, adil, saleh, dapat menguasai diri dan berpegang kepada perkataan yang benar�.
* Suka memberi tumpangan berarti senantiasa membuka diri atas kedatangan siapapun yang membutuhkan tumpangan alias hidup sosial. Sosial berasal dari kata bahasa Latin socius yang kurang lebih berarti sahabat atau teman. Dengan kata lain dengan hidup dan bertindak sosial kita akan memperoleh banyak sahabat atau teman, dan dengan demikian kita disukai oleh semua orang dan Tuhan. Maka marilah kita buka diri kita dan memberi perhatian pada mereka yang miskin, menderita dan berkekurangan, yang sungguh membutuhkan �tumpangan� dan bantuan.
* Suka akan yang baik, bijaksana, adil dan saleh. Pertama-tama tentu saja kita sendiri harus baik, bijaksana, adil dan saleh. Apa yang disebut baik senantiasa berlaku umum, kapan saja dan dimana saja.. Memang orang baik pada umumnya otomatis juga akan bijaksana, adil dan saleh. Apa yang baik berasal dari Allah, yang terutama dan pertama-tama adalah Roh Kudus, maka jika kita sungguh baik dan suka akan yang baik berarti hidup dari Roh dan suka akan buah-buah Roh yaitu : �kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri� (Gal5:22-23) .
* Dapat menguasai diri dan berpegang kepada perkataan yang benar. Menguasai diri rasanya tidak mudah dan orang merasa mudah menguasai orang lain. Tetapi jika orang tidak dapat menguasai diri dengan baik maka menguasai orang lain berarti menindas dan memeras, sebaliknya ketika kita dapat menguasai diri dengan baik maka menguasai orang lain berarti melayani. Kita semua dipanggil untuk melayani �sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang."(Mat20:28). Pelayan yang baik pada umumnya �dapat menguasai diri dan berpegang kepada perkataan yang benar�. Marilah kita belajar, memperdalam dan meningkatkan keutamaan �menguasai diri� ini dalam hidup sehari-hari. Pelatihan untuk itu antara lain dengan �menguasai tubuh, kamar tidur/rumah kita sendiri�. Menguasai tubuh berarti dapat mengendalikan dan mengarahkan kata-kata atau tindakan/gerak tubuh ke arah yang baik dan benar, sedangkan menguasai kamar tidur/rumah berarti merawat atau mengurus kamar tidur/ rumah dengan baik: bersih, teratur dst..
(2). Menasihati orang berdasarkan ajaran-ajaran yang baik . Sebagai prodiakon atau pemuka umat kita sering didatangi orang lain yang minta nasihat atau secara proaktif menasihati orang lain. Agar kita dapat menasihati dengan tepat atau memadai kiranya dari pihak kita harus sungguh mendengarkan apa yang disampaikan oleh mereka yang datang kepada untuk minta nasihat. Mendengarkan kiranya merupakan keutamaan yang mulia dan berat, serta membutuhkan kerendahan hati. Dengan rendah hati kita harus siap-sedia untuk menjadi �kotak sampah�, dan sering hanya didengarkan dengan rendah hati orang yang bersangkutan sudah merasa puas dan tersembuhkan. Dalam hal mendengarkan kiranya kita dapat meneladan Bunda Maria yang �menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya�(Luk2:19), sambil mendengarkan kita berdoa dalam hati.
Ketika orang datang kepada kita untuk minta nasihat sebenarnya terjadi apa yang disebut �bimbingan rohani�, dimana terjadi perjumpaan yang terbimbing dan yang membimbing dalam Roh. Dalam hal ini pembimbing atau penasihat sebenarnya berperan sebagai fasilitator atau pelancar dalam mendengarkan suara dan bimbingan Roh, dengan kata lain Roh Kudus sendirilah yang membimbing dan menasihati. Memang pembimbing lebih sedikit berpengalaman daripada yang terbimbing atau yang minta nasihat. Apa yang dibisikkan atau disuarakan oleh Roh Kudus itulah �ajaran-ajaran yang baik�. Dari kita, pembimbing atau penasihat kiranya juga diharapkan mengenakan senjata Allah yaitu �Berdirilah tegap, berikatpinggangkan kebenaran dan berbajuzirahkan keadilan, kakimu berkasutkan kerelaan untuk memberitakan Injil damai sejahtera;dalam segala keadaan pergunakanlah perisai iman, sebab dengan perisai itu kamu akan dapat memadamkan semua panah api dari si jahat, dan terimalah ketopong keselamatan dan pedang Roh, yaitu firman Allah, dalam segala doa dan permohonan. Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang tak putus-putusnya untuk segala orang Kudus� (Ef6:14-18)
Pemuka umat diharapkan menjadi teladan hidup beriman dan menggereja maupun memasyarakat.
Sedikit banyak prodiakon sebagai pemuka umat juga ambil bagian dalam kepemimpinan atau penggembalaan umat Allah. Kepemimpinan dalam Gereja bersifat partisipatif, artinya melibatkan partisipasi aktif seluruh umat. Maka peran pemimpin kurang lebih menggembalakan dengan meneladan Gembala Baik, Yesus, yang �datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan.�(Yoh10:10). Kita juga dapat menghayati motto Bapak Ki Hajar Dewantoro, bapak pendidikan Indonesia: �ing arso asung tulodho, ing madyo ambangun karso, tut wuri handayani� (keteladanan, pemberdayaan dan dukungan/dorongan). Yang mendesak dan up to date untuk kita hayati dan sebarluaskan kiranya keteladanan. Kita semua diharapkan menjadi teladan yang baik dalam hal hidup berkeluarga, sebagai suami-isteri atau bapak ibu dan tentu saja juga sebagai murid atau pengikut Yesus Kristus. Keteladanan atau kesaksian merupakan cara merasul atau mendidik yang utama dan pertama serta tak dapat digantikan dengan atau oleh bentuk lain apapun. Ingat pepatah �Guru kencing berdiri, murid kencing berlari�. Maka baiklah kita dapat menjadi teladan baik dalam kata maupun tindakan atau perilaku. Apa yang dilihat dan didengarkan akan membentuk atau membina kepribadian orang yang bersangkutan. Maka marilah kita perdengarkan dan perlihatkan apa yang baik, benar, suci, mulia dan indah.
Jakarta, 30 Juni 2007
Ign.Sumarya SJ
Sumber : http://www.ekaristi.org/
Ketika kami menyebut kata �prodiakon� kepada para tamu dari Karya Misioner Jerman, maka mereka menanyakan apa itu �prodiakon�. Maklum di dalam hukum Gereja tidak ada istilah tersebut, maka kami menjawab dengan singkat :�Prodiakon artinya pendukung diakon, bertugas melaksanakan pekerjaan-pekerjaan diakon kecuali dalam memberi berkat�. Pendukung diakon berarti bukan diakon, namun diharapkan mendukung cara hidup dan cara bertindak para klerus (imam dan diakon) untuk �mengejar kesucian dengan alasan khusus, yakni karena mereka telah dibaktikan kepada Allah dengan dasar baru dalam penerimaan tahbisan menjadi pembagi misteri-misteri Allah dalam mengabdi umatNya� (KHK kan 276).
�Agar mereka mampu mengejar kesempurnaan ini:
* hendaknya pertama-tama mereka menjalankan tugas-tugas pelayanan pastoral dengan setia dan tanpa kenal lelah.
* hendaknya mereka memupuk hidup rohani�..
* hendaknya meluangkan waktu untuk latihan rohani�
* dihimbau untuk melakukan doa batin secara teratur, sering menerima sakramen tobat, berbakti kepada Perawan Bunda Allah dengan penghormatan khusus, dan memanfaatkan sarana-sarana pengudusan yang umum dan khusus lain� (lihat KHK kan 276 $ 2)
Dalam praksis saat ini tugas-tugas yang dikerjakan oleh prodiakon antara lain: memimpin ibadat-ibadat, menerimakan komuni di gereja maupun kepada mereka yang sakit. Hemat saya agar tugas-tugas ini tidak hanya dikerjakan secara yuridis atau formalitas belaka alias tanpa penghayatan, maka cara hidup prodiakon rasanya diharapkan sebagaimana dikatakan oleh Paulus dalam suratnya kepada Titus maupun Kitab Hukum Kanonik seperti kami kutipkan di atas. Maka baiklah di bawah ini saya mencoba secara sederhana menguraikan harapan-harapan di atas.
�Orang yang tak bercacat, yang mempunyai hanya satu isteri, yang anak-anaknya hidup beriman dan tidak dapat dituduh karena hidup tidak senonoh atau hidup tidak tertib�
Kutipan di atas ini kiranya merupakan ajakan atau peringatan untuk membina hidup berkeluarga yang baik, sesuai dengan janji perkawinan yang pernah diikhrarkan bersama, yaitu: �saling setia dalam suka dan duka, dalam untung dan malang, di waktu sehat maupun sakit tetap mau mencintai, melindungi dan menghormati sepanjang hidup, serta menjadi bapak-ibu yang baik bagi anak-anak yang akan dipercayakan/dianugerahkan Tuhan�. Tanda bahwa suami-isteri sungguh menjadi pasangan berbahagia serta bapak-ibu yang baik antara lain anak-anak yang dianugerahkan kepada mereka sungguh hidup beriman dan tertib atau cerdas beriman. �Jikalau suatu pohon kamu katakan baik, maka baik pula buahnya; jikalau suatu pohon kamu katakan tidak baik, maka tidak baik pula buahnya. Sebab dari buahnya pohon itu dikenal.� (Mat12:33). Dengan kata lain masalah pendidikan anak penting kita perhatikan.Dalam rangka mendidik anak, di bawah ini saya kutipkan 12 Hukum Rimm, kiranya dapat menjadi bahan acuan untuk mawas diri:
Hukum Rimm tentang Prestasi
* Anak-anak lebih cenderung berprestasi jika para orangtua mereka bekerja sama dalam memberi pesan yang jelas dan positif yang seragam tentang bagaimana seharusnya mereka belajar dan apa harapan-harapan orangtuanya terhadap mereka.
* Anak-anak dapat mempelajari perilaku yang baik dan pantas dengan lebih mudah jika mereka memiliki teladan-teladan efektif untuk ditiru
* Pendapat yang dikatakan oleh orang-orang dewasa kepada satu sama lain tentang seorang anak yang didengar oleh anak itu, sangat berdampak pada perilaku dan cara anak itu memandang dirinya.
* Jika orangtua memberi reaksi berlebihan terhadap keberhasilan dan kegagalan anak-anaknya, anak-anak itu akan cenderung mengalami tekanan batian yang kuat karena mereka berusaha mati-matian untuk berhasil. Mereka juga akan mengalami keputusasaan dan kekecewaan jika mengalami kegagalan.
* Anak-anak merasakan lebih banyak ketegangan sewaktu mereka mengkhawatirkan pekerjaan daripada saat mereka melakukan pekerjaan itu.
* Anak-anak mengembangkan rasa percaya diri melalui suatu proses
* Kekurangan dan kelebihan sering menunjukkan gejala-gejala yang sama
* Anak-anak mengembangkan rasa percaya diri dan rasa penguasaan diri internal jika mereka diberi wewenang, dalam porsi yang lambat laun semakin besar, selama mereka menunjukkan kedewasaan dan tanggungjawab.
* Anak-anak akan menjadi pemberontak jika satu orang dewasa bergabung dengan mereka melawan seorang orang tua atau guru, karena hal itu membuat mereka merasa lebih berkuasa dari orang dewasa.
* Orang-orang dewasa seharusnya menghindari konfrontasi dengan anak-anak kecuali jika mereka cukup yakin dapat menguasai akibatnya.
* Anak-anak akan berprestasi hanya jika mereka mau ikut serta dalam kompetisi.
* Biasanya anak-anak akan terus berprestasi jika mereka melihat hubungan antara proses belajar dan hasil-hasilnya� (Dr.Sylvia Rimm, Mengapa Anak Pintar Memperoleh Nilai Buruk, PT Grasindo Jakarta 1997, hal xxi-xxii).
Menurut hemat saya anak-anak harus lebih berhasil, suskses, pandai/cerdas, suci/beriman dst.. daripada orangtua atau bapak-ibunya, sebagai tanda bahwa suami-isteri sungguh saling mengasihi dan mendidik anak-anak dengan baik. Jika yang terjadi anak-anak tumbuh berkembang menjadi tidak baik atau kurang ajar, hemat saya yang lebih dahulu tidak baik dan kurang ajar adalah orangtua atau bapak-ibunya. Ingat sabda Yesus di atas �dari buahnya pohon itu dikenal� atau pepatah bahasa Jawa ini :�kacang mongso tinggalo lanjaran� (=batang kacang panjang tidak akan lepas dari pohon/kayu �pegangan�nya). Maka baiklah apakah kita sebagai orangtua/bapak-ibu atau �pohon� sungguh baik sebagaimana dikatakan oleh Paulus kepada Titus di bawah ini.
�Tidak angkuh, bukan pemberang, bukan peminum, bukan pemarah, tidak serakah, melainkan suka memberi tumpangan, suka akan yang baik, bijaksana, adil, saleh, dapat menguasai diri dan berpegang kepada perkataan yang benar, yang sesuai dengan ajaran yang sehat, supaya ia sanggup menasihati orang berdasarkan ajaran itu dan sanggup meyakinkan penentang-penentangnya�
Dari nasihat atau peringatan di atas ini kiranya ada dua bagian,yaitu: (1) penghayatan hidup yang baik dan (2) menasihati orang berdasarkan ajaran-ajaran yang baik.
(1) Penghayatan hidup yang baik dengan jelas dikatakan oleh Paulus sebagai yang �tidak angkuh, bukan pemberang, bukan peminum, bukan pemarah, tidak serakah, melainkan suka memberi tumpangan, suka akan yang baik, bijaksana, adil, saleh, dapat menguasai diri dan berpegang kepada perkataan yang benar�. Ada ajakan yang bersifat negatif dan positif. Ajakan yang bersifat negatif ini rasanya yang pertama-tama baik kita hayati atau laksanakan, sehingga dapat dengan mudah melaksanakan ajakan positif, atau mungkin juga dapat dilaksanakan secara serentak sesuai dengan kondisi dan situasi atau kesempatan dan kemungkinan yang ada. Mungkin ajakan yang bersifat negatif yang mendesak saat ini adalah bukan pemarah dan tidak serakah, mengingat dan mempertimbangkan banyak orang mudah marah dan serakah. Marah berarti menghendaki yang lain tidak ada atau melecehkan dan merendahkan yang lain, dan dengan demikian melanggar hak azasi manusia atau menindas harkat martabat manusia. Hal yang senada adalah tindakan serakah, karena dengan serakah berarti berupaya segala sesuatu diperuntukkan bagi dirinya dan yang lain tidak memperoleh bagian, dan dengan demikian berarti merampas hak orang lain. Marilah kita jauhkan dan berantas aneka bentuk kemarahan dan keserakahan.
Kita diharapkan menjadi pribadi atau orang yang �suka memberi tumpangan, suka akan yang baik, bijaksana, adil, saleh, dapat menguasai diri dan berpegang kepada perkataan yang benar�.
* Suka memberi tumpangan berarti senantiasa membuka diri atas kedatangan siapapun yang membutuhkan tumpangan alias hidup sosial. Sosial berasal dari kata bahasa Latin socius yang kurang lebih berarti sahabat atau teman. Dengan kata lain dengan hidup dan bertindak sosial kita akan memperoleh banyak sahabat atau teman, dan dengan demikian kita disukai oleh semua orang dan Tuhan. Maka marilah kita buka diri kita dan memberi perhatian pada mereka yang miskin, menderita dan berkekurangan, yang sungguh membutuhkan �tumpangan� dan bantuan.
* Suka akan yang baik, bijaksana, adil dan saleh. Pertama-tama tentu saja kita sendiri harus baik, bijaksana, adil dan saleh. Apa yang disebut baik senantiasa berlaku umum, kapan saja dan dimana saja.. Memang orang baik pada umumnya otomatis juga akan bijaksana, adil dan saleh. Apa yang baik berasal dari Allah, yang terutama dan pertama-tama adalah Roh Kudus, maka jika kita sungguh baik dan suka akan yang baik berarti hidup dari Roh dan suka akan buah-buah Roh yaitu : �kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri� (Gal5:22-23) .
* Dapat menguasai diri dan berpegang kepada perkataan yang benar. Menguasai diri rasanya tidak mudah dan orang merasa mudah menguasai orang lain. Tetapi jika orang tidak dapat menguasai diri dengan baik maka menguasai orang lain berarti menindas dan memeras, sebaliknya ketika kita dapat menguasai diri dengan baik maka menguasai orang lain berarti melayani. Kita semua dipanggil untuk melayani �sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang."(Mat20:28). Pelayan yang baik pada umumnya �dapat menguasai diri dan berpegang kepada perkataan yang benar�. Marilah kita belajar, memperdalam dan meningkatkan keutamaan �menguasai diri� ini dalam hidup sehari-hari. Pelatihan untuk itu antara lain dengan �menguasai tubuh, kamar tidur/rumah kita sendiri�. Menguasai tubuh berarti dapat mengendalikan dan mengarahkan kata-kata atau tindakan/gerak tubuh ke arah yang baik dan benar, sedangkan menguasai kamar tidur/rumah berarti merawat atau mengurus kamar tidur/ rumah dengan baik: bersih, teratur dst..
(2). Menasihati orang berdasarkan ajaran-ajaran yang baik . Sebagai prodiakon atau pemuka umat kita sering didatangi orang lain yang minta nasihat atau secara proaktif menasihati orang lain. Agar kita dapat menasihati dengan tepat atau memadai kiranya dari pihak kita harus sungguh mendengarkan apa yang disampaikan oleh mereka yang datang kepada untuk minta nasihat. Mendengarkan kiranya merupakan keutamaan yang mulia dan berat, serta membutuhkan kerendahan hati. Dengan rendah hati kita harus siap-sedia untuk menjadi �kotak sampah�, dan sering hanya didengarkan dengan rendah hati orang yang bersangkutan sudah merasa puas dan tersembuhkan. Dalam hal mendengarkan kiranya kita dapat meneladan Bunda Maria yang �menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya�(Luk2:19), sambil mendengarkan kita berdoa dalam hati.
Ketika orang datang kepada kita untuk minta nasihat sebenarnya terjadi apa yang disebut �bimbingan rohani�, dimana terjadi perjumpaan yang terbimbing dan yang membimbing dalam Roh. Dalam hal ini pembimbing atau penasihat sebenarnya berperan sebagai fasilitator atau pelancar dalam mendengarkan suara dan bimbingan Roh, dengan kata lain Roh Kudus sendirilah yang membimbing dan menasihati. Memang pembimbing lebih sedikit berpengalaman daripada yang terbimbing atau yang minta nasihat. Apa yang dibisikkan atau disuarakan oleh Roh Kudus itulah �ajaran-ajaran yang baik�. Dari kita, pembimbing atau penasihat kiranya juga diharapkan mengenakan senjata Allah yaitu �Berdirilah tegap, berikatpinggangkan kebenaran dan berbajuzirahkan keadilan, kakimu berkasutkan kerelaan untuk memberitakan Injil damai sejahtera;dalam segala keadaan pergunakanlah perisai iman, sebab dengan perisai itu kamu akan dapat memadamkan semua panah api dari si jahat, dan terimalah ketopong keselamatan dan pedang Roh, yaitu firman Allah, dalam segala doa dan permohonan. Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang tak putus-putusnya untuk segala orang Kudus� (Ef6:14-18)
Pemuka umat diharapkan menjadi teladan hidup beriman dan menggereja maupun memasyarakat.
Sedikit banyak prodiakon sebagai pemuka umat juga ambil bagian dalam kepemimpinan atau penggembalaan umat Allah. Kepemimpinan dalam Gereja bersifat partisipatif, artinya melibatkan partisipasi aktif seluruh umat. Maka peran pemimpin kurang lebih menggembalakan dengan meneladan Gembala Baik, Yesus, yang �datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan.�(Yoh10:10). Kita juga dapat menghayati motto Bapak Ki Hajar Dewantoro, bapak pendidikan Indonesia: �ing arso asung tulodho, ing madyo ambangun karso, tut wuri handayani� (keteladanan, pemberdayaan dan dukungan/dorongan). Yang mendesak dan up to date untuk kita hayati dan sebarluaskan kiranya keteladanan. Kita semua diharapkan menjadi teladan yang baik dalam hal hidup berkeluarga, sebagai suami-isteri atau bapak ibu dan tentu saja juga sebagai murid atau pengikut Yesus Kristus. Keteladanan atau kesaksian merupakan cara merasul atau mendidik yang utama dan pertama serta tak dapat digantikan dengan atau oleh bentuk lain apapun. Ingat pepatah �Guru kencing berdiri, murid kencing berlari�. Maka baiklah kita dapat menjadi teladan baik dalam kata maupun tindakan atau perilaku. Apa yang dilihat dan didengarkan akan membentuk atau membina kepribadian orang yang bersangkutan. Maka marilah kita perdengarkan dan perlihatkan apa yang baik, benar, suci, mulia dan indah.
Jakarta, 30 Juni 2007
Ign.Sumarya SJ
Sumber : http://www.ekaristi.org/
Monday, April 25, 2011
Spiritualitas Prodiakon
1. Prodiakon hendaknya menimba semangat dari apa yang ia wakili dan hadirkan, yaitu semangat prodiakon tertahbis, semangat melayani. Dengan demikian, prodiakon dilantik pada hakikatnya untuk mewakili sang pelayan (diakonos).
2. Karena bersangkutan dengan pelayanan doa dan hal-hal yang suci, maka para prodiakon harus akrab dengan Tuhan. Ia harus menjadi seorang pendoa, dalam arti suka berdoa dan hidup dalam doa. Prodiakon haruslah seorang pemohon dan berkembang dalam keutamaan-keutamaan Kristiani, yakni keutamaan-keutamaan dalam iman, harapan, dan kasih. (1 Kor 13: 13)
3. Prodiakon selalu siap menerima tugas dari pastor, Paroki, Lingkungan, Wilayah, RT/RW dan masyarakat, lingkungan kerja, dan tentu saja dari keluarga di rumah.
4. Prodiakon harus selalu siap menghadapi keruwetan hidup, memanggul salibnya setiap hari, dan harus menyangkal diri. (Luk 9: 23)
5. Prodiakon harus rajin menerima sakramen pengakuan / rekonsiliasi, hidup dari kekuatan sabda Allah - hidup dari sakramen-sakramen - rajin membaca Kitab Suci dan merenungkannya. Hal ini semakin mendesak, karena prodiakon sering harus berkhotbah dalam berbagai kesempatan kepada Umat beriman.
6. Devosi kepada Santa Bunda Maria akan amat membantu dalam menyerahkan diri kepada Allah sebagai hamba Tuhan. (Luk 1: 38). Juga berdevosi dan hormat kepada Sakramen Mahakudus.
7. Prodiakon harus selalu siap tugas dan menyediakan diri. Siap dalam segi fisik, keterampilan dan penguasaan tugas, terutama hati yang suci, pikiran yang bersih melalui doa persiapan yang cukup.
8. Prodiakon harus memberikan pelayanan yang maksimal, tanpa memperhitungkan untung-rugi baik moril maupun materiil, tanpa pilih kasih atau pandang bulu, terutama kepada yang miskin, lemah, tersisih, dan sakit.
9. Prodiakon tidak mudah berpuas diri, tidak boleh merasa tahu segala-galanya. Harus mau belajar terus, karena liturgi dan pewartaan selalu berkembang dan terus memperbaharui diri.
10. Prodiakon harus bersikap rendah hati dan siap dikritik, bukan sikap pembenaran diri.
11. Akhirnya, spiritualitas prodiakon paroki merupakan spiritualitas injili yang dihayati sedemikian rupa, sehingga "bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup dalam aku". (Gal 2: 20)
Sumber : http://prodbernadet.blogspot.com
2. Karena bersangkutan dengan pelayanan doa dan hal-hal yang suci, maka para prodiakon harus akrab dengan Tuhan. Ia harus menjadi seorang pendoa, dalam arti suka berdoa dan hidup dalam doa. Prodiakon haruslah seorang pemohon dan berkembang dalam keutamaan-keutamaan Kristiani, yakni keutamaan-keutamaan dalam iman, harapan, dan kasih. (1 Kor 13: 13)
3. Prodiakon selalu siap menerima tugas dari pastor, Paroki, Lingkungan, Wilayah, RT/RW dan masyarakat, lingkungan kerja, dan tentu saja dari keluarga di rumah.
4. Prodiakon harus selalu siap menghadapi keruwetan hidup, memanggul salibnya setiap hari, dan harus menyangkal diri. (Luk 9: 23)
5. Prodiakon harus rajin menerima sakramen pengakuan / rekonsiliasi, hidup dari kekuatan sabda Allah - hidup dari sakramen-sakramen - rajin membaca Kitab Suci dan merenungkannya. Hal ini semakin mendesak, karena prodiakon sering harus berkhotbah dalam berbagai kesempatan kepada Umat beriman.
6. Devosi kepada Santa Bunda Maria akan amat membantu dalam menyerahkan diri kepada Allah sebagai hamba Tuhan. (Luk 1: 38). Juga berdevosi dan hormat kepada Sakramen Mahakudus.
7. Prodiakon harus selalu siap tugas dan menyediakan diri. Siap dalam segi fisik, keterampilan dan penguasaan tugas, terutama hati yang suci, pikiran yang bersih melalui doa persiapan yang cukup.
8. Prodiakon harus memberikan pelayanan yang maksimal, tanpa memperhitungkan untung-rugi baik moril maupun materiil, tanpa pilih kasih atau pandang bulu, terutama kepada yang miskin, lemah, tersisih, dan sakit.
9. Prodiakon tidak mudah berpuas diri, tidak boleh merasa tahu segala-galanya. Harus mau belajar terus, karena liturgi dan pewartaan selalu berkembang dan terus memperbaharui diri.
10. Prodiakon harus bersikap rendah hati dan siap dikritik, bukan sikap pembenaran diri.
11. Akhirnya, spiritualitas prodiakon paroki merupakan spiritualitas injili yang dihayati sedemikian rupa, sehingga "bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup dalam aku". (Gal 2: 20)
Sumber : http://prodbernadet.blogspot.com
Friday, April 8, 2011
Apa dan Siapa Prodiakon itu?
Apa dan Siapa Prodiakon Itu ?
Kita sering melihat beberapa orang berjubah putih di altar mendampingi pastor dalam Misa/Perayaan Ekaristi. Penampilannya mirip pastor dan juga membagikan komuni kepada umat. Siapakah mereka? Mereka adalah prodiakon. Mereka adalah awam yang tugas-tugasnya ditetapkan oleh Pastor Paroki dan Uskup, antara lain yang utama adalah membantu pastor dalam membagi komuni kepada umat dalam suatu Perayaan Ekaristi, memimpin ibadat Perayaan Sabda, dan mengantarkan komuni kepada umat yang sedang menderita sakit. Sering juga, prodiakon mendapat tugas dalam upacara penguburan di pemakaman.
Mengapa disebut Prodiakon ?
Prodiakon adalah kata bentukan dari kata 'pro', kata Latin 'yang berarti 'demi', dan kata 'diakon' yang berarti 'melayani'. Dengan demikian kata 'prodiakon' dapat diartikan sebagai 'untuk melayani', karena tugas-tugasnya terutama adalah untuk melayani umat dalam berbagai kepentingan yang berkaitan dengan kehidupan beragamanya.
Sebutan 'prodiakon' merupakan pilihan sebutan yang digunakan sejak tahun 1985. Sebelumnya, digunakan sebutan 'diakon awam' (1966) atau 'diakon paroki' (1983) yang diberlakukan di Keuskupan Agung Semarang. Kini, sebutan 'prodiakon' berlaku di seluruh Gereja di Indonesia. Di luar Indonesia tidak dikenal sebutan seperti itu, namun hanya sebagai pembantu penerimaan komuni.
Apa Dasar Teologisnya ?
Ada dua pertimbangan teologis yang mendasari penugasan prodiakon, yaitu
1. Berkat imamat umum melalui baptisan krisma dan ekaristi. Partisipasi awam dalam liturgi Gereja mengalir dari hakikat imamat umum yang dimiliki seorang beriman berkat sakramen baptisan dan krisma yang diterimanya. Merupakan ungkapan dari imamat umum yang dimiliki Prodiakon adalah salah satu dari petugas lain, seperti putra altar, koor, lektor, pemazmur, pembawa doa umat, petugas persembahan, dan lain-lainnya.
2. Tuntutan hakikat liturgi sebagai perayaan Gereja. Perayaan liturgi merupakan perayaan seluruh Gereja. Upacara-upacara bukanlah tindakan perorangan dari 'pastor' saja, melainkan melibatkan semua anggota tubuh Gereja dengan berbagai peran yang berbeda. Perayaan Gereja adalah sakramen kesatuan, yaitu imamat kudus yang berhimpun di bawah para uskup. Dengan demikian, prodiakon merupakan perwujudan dari peran serta umat beriman secara sadar dan aktif dalam liturgi Gereja.
Siapakah Prodiakon itu ?
Sebutan 'prodiakon' dapat juga diartikan sebagai 'demi kepentingan' atau 'selaku pelayan' Gereja. Dengan demikian, seorang prodiakon dapat dianggap juga sebagai diakon.
* Perbedaannya adalah bahwa seorang diakon adalah seorang yang ditahbiskan dan termasuk ke dalam hirarki-klerik, sedangkan prodiakon tidak ditahbiskan dan statusnya tetap awam. Prodiakon hanya dilantik secara biasa oleh uskup atau oleh pastor atas nama uskup.
* Seorang prodiakon harus memiliki nama baik sebagai pribadi maupun keluarga, mempunyai penampilan layak dan diterima oleh umat, serta didukung oleh keluarga.
* Prodiakon boleh mengundurkan diri dengan cara mengajukan surat permohonan tertulis kepada Bapak Uskup melalui pastor paroki.
* Apabila dalam perjalanan tugasnya seorang prodiakon menemui kesulitan dalam kehidupan rumahtangganya atau menjadi batu sandungan umat, maka sebaiknya ia non-aktif terlebih dulu atau mengajukan pengunduran diri.
* Tugas dan kewenangannya yang diberikan kepadanya pun terbatas hanya di parokinya saja, dan hanya untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun. Namun batasan waktu ini dapat diperpendek atau dipilih kembali.
Sumber : http://prodbernadet.blogspot.com
Kita sering melihat beberapa orang berjubah putih di altar mendampingi pastor dalam Misa/Perayaan Ekaristi. Penampilannya mirip pastor dan juga membagikan komuni kepada umat. Siapakah mereka? Mereka adalah prodiakon. Mereka adalah awam yang tugas-tugasnya ditetapkan oleh Pastor Paroki dan Uskup, antara lain yang utama adalah membantu pastor dalam membagi komuni kepada umat dalam suatu Perayaan Ekaristi, memimpin ibadat Perayaan Sabda, dan mengantarkan komuni kepada umat yang sedang menderita sakit. Sering juga, prodiakon mendapat tugas dalam upacara penguburan di pemakaman.
Mengapa disebut Prodiakon ?
Prodiakon adalah kata bentukan dari kata 'pro', kata Latin 'yang berarti 'demi', dan kata 'diakon' yang berarti 'melayani'. Dengan demikian kata 'prodiakon' dapat diartikan sebagai 'untuk melayani', karena tugas-tugasnya terutama adalah untuk melayani umat dalam berbagai kepentingan yang berkaitan dengan kehidupan beragamanya.
Sebutan 'prodiakon' merupakan pilihan sebutan yang digunakan sejak tahun 1985. Sebelumnya, digunakan sebutan 'diakon awam' (1966) atau 'diakon paroki' (1983) yang diberlakukan di Keuskupan Agung Semarang. Kini, sebutan 'prodiakon' berlaku di seluruh Gereja di Indonesia. Di luar Indonesia tidak dikenal sebutan seperti itu, namun hanya sebagai pembantu penerimaan komuni.
Apa Dasar Teologisnya ?
Ada dua pertimbangan teologis yang mendasari penugasan prodiakon, yaitu
1. Berkat imamat umum melalui baptisan krisma dan ekaristi. Partisipasi awam dalam liturgi Gereja mengalir dari hakikat imamat umum yang dimiliki seorang beriman berkat sakramen baptisan dan krisma yang diterimanya. Merupakan ungkapan dari imamat umum yang dimiliki Prodiakon adalah salah satu dari petugas lain, seperti putra altar, koor, lektor, pemazmur, pembawa doa umat, petugas persembahan, dan lain-lainnya.
2. Tuntutan hakikat liturgi sebagai perayaan Gereja. Perayaan liturgi merupakan perayaan seluruh Gereja. Upacara-upacara bukanlah tindakan perorangan dari 'pastor' saja, melainkan melibatkan semua anggota tubuh Gereja dengan berbagai peran yang berbeda. Perayaan Gereja adalah sakramen kesatuan, yaitu imamat kudus yang berhimpun di bawah para uskup. Dengan demikian, prodiakon merupakan perwujudan dari peran serta umat beriman secara sadar dan aktif dalam liturgi Gereja.
Siapakah Prodiakon itu ?
Sebutan 'prodiakon' dapat juga diartikan sebagai 'demi kepentingan' atau 'selaku pelayan' Gereja. Dengan demikian, seorang prodiakon dapat dianggap juga sebagai diakon.
* Perbedaannya adalah bahwa seorang diakon adalah seorang yang ditahbiskan dan termasuk ke dalam hirarki-klerik, sedangkan prodiakon tidak ditahbiskan dan statusnya tetap awam. Prodiakon hanya dilantik secara biasa oleh uskup atau oleh pastor atas nama uskup.
* Seorang prodiakon harus memiliki nama baik sebagai pribadi maupun keluarga, mempunyai penampilan layak dan diterima oleh umat, serta didukung oleh keluarga.
* Prodiakon boleh mengundurkan diri dengan cara mengajukan surat permohonan tertulis kepada Bapak Uskup melalui pastor paroki.
* Apabila dalam perjalanan tugasnya seorang prodiakon menemui kesulitan dalam kehidupan rumahtangganya atau menjadi batu sandungan umat, maka sebaiknya ia non-aktif terlebih dulu atau mengajukan pengunduran diri.
* Tugas dan kewenangannya yang diberikan kepadanya pun terbatas hanya di parokinya saja, dan hanya untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun. Namun batasan waktu ini dapat diperpendek atau dipilih kembali.
Sumber : http://prodbernadet.blogspot.com
Thursday, March 31, 2011
Spiritualitas Prodiakon : Nasehat Sikap Hidup Prodiakon
Sejak manusia pertama jatuh ke dalam dosa, tidak seorang pun manusia yang sempurna atau dapat mencapai kesempurnaan. Hal ini mencakup juga orang-orang yang ditebus Tuhan, termasuk para pemimpin atau pelayan Tuhan dalam gereja.
Oleh karena itu kesempurnaan bukan tuntutan bagi Prodiakon. Jika dituntut maka tidak seorang pun layak dan dapat menjadi Prodiakon. Meskipun demikian bukan berarti sembarang orang dapat diangkat sebagai Prodiakon. Hal ini perlu diperhatikan, karena para Prodiakon adalah contoh hidup bagi jemaat. Atau dapat dikatakan bahwa Prodiakon adalah alat peraga Tuhan untuk mengajar para anggota jemaatNya. Di dalam Kitab Suci ditemukan syarat-syarat tertentu bagi para diakon jemaat yang didirikan oleh Paulus. Dalam arti tertentu, syarat atau tuntutan tersebut dapat diterapkan kepada Prodiakon. Paulus menuliskan hal ini dalam 1 Timotius 3:8-13, yang kiranya baik kita jadikan bahan permenungan dan refleksi.
Dikemukakan antara lain, bahwa seorang diakon/prodiakon adalah:
1. Orang yang terhormat (1 Timotius 3:8), maksudnya:
� orang yang menghargai hal-hal rohani
� hidup kerohaniannya tidak dangkal
� mempunyai tujuan hidup yang sesuai dengan iman kristiani
� dapat bersikap serius walaupun kadang kala bisa juga bersenda gurau
� bersikap dewasa dan memiliki wibawa.
2. Pembicara yang jujur (1 Timotius 3:8)
Perlu memiliki kejujuran dalam berbicara, tidak terlalu mudah berjanji. Tetapi bila ia berjanji, ia akan menepatinya. Harus mempunyai prinsip: ya adalah ya, tidak adalah tidak. Bukan seorang yang bercabang lidah atau plin-plan. Senang gosip, pembicaraan yang sia-sia, bohong, fitnah, membuka rahasia pribadi orang tidak boleh melekat pada dirinya. Ia hendaknya seorang yang tahu menyampaikan berita yang bermanfaat, bukan yang sensasional. Hal ini perlu diperhatikan karena berita negatif dapat membuat seseorang atau beberapa orang mendapat malu.
3. Bukan seorang peminum (1 Timotius 3:8)
Cara hidup seorang Prodiakon menjadi perhatian anggota jemaat. Bahkan mata semua orang tertuju kepadanya. Sebab itu ia harus hidup bebas dari ekses-ekses yang dapat menjatuhkan martabatnya di mata masyarakat luas. Salah satunya adalah suka minuman keras. Ia harus menjauhkan diri dari mabuk-mabukan. Paulus memberi nasehat, �Karena itu perhatikanlah dengan seksama, bagaimana kamu hidup, jangan seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari ini adalah jahat � Jangan kamu bodoh, tetapi usahakanlah mengerti kehendak Tuhan. Dan janganlah kamu mabuk anggur � tetapi hendaklah kamu penuh dengan Roh� (Efesus 5:15-18).
4. Seorang pengabdi yang setia (1 Timotius 3:8)
�Tidak serakah�, itulah nasehat Paulus kepada Timotius tentang sikap seorang pengabdi terhadap harta dan kedudukan. Keserakahan selalu berhubungan dengan mementingkan diri sendiri. Tak pernah memikirkan orang lain. Serakah dapat mencakup dua bidang dalam pelayanan yaitu serakah terhadap harta benda dan serakah terhadap kedudukan.
Tentang keserakahan terhadap harta, paulus menjelaskan bahwa seorang hamba Tuhan jangan cinta akan uang, karena cinta akan uang adalah akar dari segala kejahatan (1 Timotius 3:6-10). Tentang keserakahan terhadap kedudukan, Tuhan Yesus bersabda, �Barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan� (Lukas 14:11). Karena seorang prodiakon adalah abdi Tuhan, maka ia hendaknya rela dan ikhlas ditempatkan dimana saja yang dikehendaki Tuhan. Sikapnya terhadap uang dan kedudukan merupakan ukuran kesetiaan pengabdiannya kepada Tuhan.
5. Menjadi teladan dalam iman (1 Timotius 3:3)
Orang yang memelihara rahasia iman dalam hati nurani yang murni (1 Timotius 3:9). Seorang prodiakon wajib menjadi teladan dalam kedewasaan iman, supaya dapat: �� memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan Tubuh Kristus, sampai kita semua mencapai kesatuan dan pengetahuan yang benar tentang anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus, sehingga kita bukan lagi anak-anak yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan, tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia. Kristus �� (Efesus 4:12-15).
Jadi seorang Prodiakon memelihara rahasia iman bukan karena maksud-maksud tertentu, seperti: ingin dihormati, ingin dipuji atau ingin menjadi orang terpandang, melainkan bagi kemuliaan nama Tuhan Yesus dan guna menguatkan serta mempererat persekutuan umat beriman berdasarkan firman Allah.
6. Merupakan keluarga Kristen yang baik.
Seorang Prodiakon haruslah suami dari satu istri dan mengurus anak-anaknya dan keluarganya dengan baik (1 Timotius 3:12). Ayat ini bukan suatu kebetulan termuat dalam Alkitab, melainkan ayat ini merupakan bagian hidup yang banyak mengundang pertanyaan dan diskusi dalam memilih calon Prodiakon. Kita coba telusuri ayat ini lebih dalam dengan melihat dari: Hidup pernikahan seorang Prodiakon.
Ada tiga alasan mengapa ayat ini diuliskan:
Pertama, merupakan tuntutan agar Prodiakon mengambil sikap dan menetapkan satu pandangan yang sehat tentang pernikahan dan berumah tangga. Pada Gereja abad permulaan ada beberapa orang yang menolak berumah tangga karena memandang perkawinan sebagai suatu kejahatan di mata Allah (1 Timotius 4:3). Para Prodiakon diwajibkan menolak pandangan yang demikian ini dengan jalan menerapkan dasar Alkitabiah dalam pernikahan mereka.
Kedua, ayat ini menolak dengan tegas dasar perkawinan para pemuja dewata yang bigami dan poligami. Di samping itu, segala tindakan amoral, pergundikan, dan perceraian ditolak. Prodiakon harus menjadi contoh dalam kesetiaan kepada istrinya.
Ketiga, ayat ini juga mengingatkan tentang ikatan perkawinan yang suci. Di dalam Injil Markus 10:2-12 dikatakan bahwa ajaran Tuhan Yesus dengan jelas menolak keras perceraian. Bukan hanya perceraian saja yang harus ditolak oleh Prodiakon, melainkan juga segala macam hal yang dapat merongrong dan menghancurkan hidup pernikahannya. Dan pada dasarnya seorang Prodiakon harus memiliki kestabilan dalam hidup berumah tangga.
Bapak yang mengurus anak-anaknya dengan baik.
Selain sebagai seorang suami yang baik, Prodiakon adalah seorang bapak yang mengasihi anak-anaknya, menyediakan apa yang mereka perlukan, memberikan pendidikan dan disiplin yang selayaknya bagi anak-anak. Seorang Prodiakon harus dapat memimpin anak-anak beriman kepada Tuhan Yesus Kristus sehingga �anak-anaknya hidup beriman dan tidak dapat dituduh karena hidup tidak senonoh atau hidup tidak tertib� (Titus 1:6).
7. Orang yang terkenal baik, artinya:
a. Memiliki nama yang baik, dalam hubungan sehari-hari dengan orang lain, prodiakon wajib memiliki nama yang baik. Tidak boleh ada kebiasaan buruk yang dibiarkannya tinggal dalam dirinya. Segala hal yang dapat mencemarkan nama baiknya harus dijauhi.
b. Bukan orang yang baru bertobat, Rasul Paulus menjelaskan, �janganlah orang yang baru bertobat, agar jangan ia menjadi sombong �� (1 Timotius 3:6). Seorang yang akan menjadi Prodiakon wajib memiliki pengalaman hidup sebagai orang kristen yang cukup. Hal ini dapat terlihat dari iman dan kesetiaannya kepada Allah dalam kehidupan sehari-hari. Paling tidak ia memiliki pengalaman keselamatan, kepastian tentang keselamatannya dan mempunyai pengalaman kemenangan terhadap godaan atau cobaan hidup. Selain itu baik kalau dia sudah mengalami panas dan dinginnya pelayanan, pasang surut imannya juga cara mengatasinya. Maka dengan demikian ia telah membuktikan diri sebagai orang yang tahan uji dan teruji.
8. Orang yang penuh dengan Roh (Kisah Para Rasul 6:3)
Hubungan dengan Tuhan adalah merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan Prodiakon Paroki. Keberhasilan pelayanannya terletak pada kerelaannya dipimpin dan dibimbing oleh Roh Kudus, ini berarti hanya bersandar pada Tuhan Yesus Kristus. Dan orang yang dipenuhi oleh Roh adalah orang yang telah menobatkan Yesus sebagai Raja dalam hidupnya, sehingga ia berani berkata seperti Paulus, �� Aku hidup, namun bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku� (Galatia 2:20). Orang yang dipenuhi Roh akan menampilkan buah Roh dalam hidupnya, Tuhan Yesus bersabda, �� setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik � dari buahnyalah kamu mengenali mereka� (Matius 7:7-20). �Adapun buah Roh adalah kasih, suka cita, damai sejahtera, kesabaran, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri� (Galatia 5:22-23). �Sebab itu � jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh� (Galatia 5:26).
9. Orang yang penuh hikmat (Kisah Para Rasul 6:3)
Kata �hikmat� dalam kamus umum Bahasa Indonesia artinya: kebijaksanaan atau kepandaian untuk memutuskan masalah sehari-hari yang dihadapinya. Seorang Prodiakon harus penuh hikmat, karena ia akan banyak berhadapan dengan masalah-masalah harian yang perlu diselesaikan. Dan sumber hikmat bagi anak-anak Tuhan adalah Allah sendiri, itulah sebabnya Alkitab menasehati supaya �� apabila di antara kami ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia meminta kepada Allah, hendaklah ia meminta dengan iman, dan sama-sekali jangan bimbang sebab orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian kemari oleh angin. Orang yang demikian janganlah mengira bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan� (Yakobus 1:5-7). Dan sumber hikmat yang lain adalah dunia ini, hikmat ini dapat dipelajari, dicari atau dibeli. Tetapi hikmat dunia tidak dapat mengerti kehendak Allah, bahkan hikmat dunia merupakan kebodohan mengenai Allah (1 Korintus1:18-25). Hikmat dunia menuju kepada sifat: iri, mementingkan diri dan menyombongkan diri (Yakobus 3:14-15). �Tetapi hikmat yang dari atas adalah pertama-tama murni, selanjutnya pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasihan dan buah-buah yang baik, tidak memihak dan yang mengadakan damai� (Yakobus 3:17-18). Prodiakon perlu memahami hikmat dari atas, memohon kepadanya yang memberi dengan tidak pernah mengungkit kembali. Prodiakon memerlukan karunia hikmat demi pelayanan dalam membangun umat Allah di bumi ini.
10. Orang yang penuh iman (Kisah Para Rasul 6:5)
Seorang Prodiakon diharuskan selalu berharap kepada Tuhan dan tidak bersandar pada pengertiannya sendiri: ini merupakan syarat yang wajib dipenuhi oleh Prodiakon. Karena pekerjaan yang menanti para Prodiakon menuntut penyerahan kepada Tuhan. Dan liku-liku pelayanan Prodiakon memang sebenarnya serba kompleks dan beraneka ragam. Kita sadar akan keterbatasan kemampuan dan kelemahan kita, maka marilah dengan jujur dan rendah hati kita akui bahwa banyak pelayanan dan persoalan gereja yang tidak dapat kita atasi. Tetapi meskipun demikian kita tak perlu berkecil hati sebab bukankah: �Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya (Markus 9:23). Karena itulah kita berpegang teguh pada Firman Tuhan Yesus ini: �� di luar Aku, kamu tidak dapat berbuat apa-apa� (Yohanes 15:5). Maka ada suatu ungkapan yang mengatakan TANPA TUHAN KITA LEMAH, DENGAN TUHAN KITA PERKASA.
Dalam Alkitab 1 Timotius 3:13 berbunyi, �Mereka yang melayani dengan baik beroleh kedudukan yang baik sehingga dalam iman kepada Yesus Kristus mereka dapat bersaksi dengan leluasa�. Oleh karena itulah kita sebagai Prodiakon perlu pasrah dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Yesus Kristus, dan dengan semangat in Te Confide (pada-Mu aku percaya) kita terima panggilan sebagai Prodiakon, dan dengan jiwa in Te Confide pula yang disertai kerendahan dan kerelaan hati, kita jalankan tugas mulia ini dengan sepenuh hati.
Gratia Dei sum id quod sum procedamus in pace, in nomine Domine, berkat rahmat Tuhan aku menjadi seperti ini, mari kita mulai dalam damai dan dalam nama Tuhan.
Sumber : http://keuskupan-malang.web.id/?p=3450
Oleh karena itu kesempurnaan bukan tuntutan bagi Prodiakon. Jika dituntut maka tidak seorang pun layak dan dapat menjadi Prodiakon. Meskipun demikian bukan berarti sembarang orang dapat diangkat sebagai Prodiakon. Hal ini perlu diperhatikan, karena para Prodiakon adalah contoh hidup bagi jemaat. Atau dapat dikatakan bahwa Prodiakon adalah alat peraga Tuhan untuk mengajar para anggota jemaatNya. Di dalam Kitab Suci ditemukan syarat-syarat tertentu bagi para diakon jemaat yang didirikan oleh Paulus. Dalam arti tertentu, syarat atau tuntutan tersebut dapat diterapkan kepada Prodiakon. Paulus menuliskan hal ini dalam 1 Timotius 3:8-13, yang kiranya baik kita jadikan bahan permenungan dan refleksi.
Dikemukakan antara lain, bahwa seorang diakon/prodiakon adalah:
1. Orang yang terhormat (1 Timotius 3:8), maksudnya:
� orang yang menghargai hal-hal rohani
� hidup kerohaniannya tidak dangkal
� mempunyai tujuan hidup yang sesuai dengan iman kristiani
� dapat bersikap serius walaupun kadang kala bisa juga bersenda gurau
� bersikap dewasa dan memiliki wibawa.
2. Pembicara yang jujur (1 Timotius 3:8)
Perlu memiliki kejujuran dalam berbicara, tidak terlalu mudah berjanji. Tetapi bila ia berjanji, ia akan menepatinya. Harus mempunyai prinsip: ya adalah ya, tidak adalah tidak. Bukan seorang yang bercabang lidah atau plin-plan. Senang gosip, pembicaraan yang sia-sia, bohong, fitnah, membuka rahasia pribadi orang tidak boleh melekat pada dirinya. Ia hendaknya seorang yang tahu menyampaikan berita yang bermanfaat, bukan yang sensasional. Hal ini perlu diperhatikan karena berita negatif dapat membuat seseorang atau beberapa orang mendapat malu.
3. Bukan seorang peminum (1 Timotius 3:8)
Cara hidup seorang Prodiakon menjadi perhatian anggota jemaat. Bahkan mata semua orang tertuju kepadanya. Sebab itu ia harus hidup bebas dari ekses-ekses yang dapat menjatuhkan martabatnya di mata masyarakat luas. Salah satunya adalah suka minuman keras. Ia harus menjauhkan diri dari mabuk-mabukan. Paulus memberi nasehat, �Karena itu perhatikanlah dengan seksama, bagaimana kamu hidup, jangan seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari ini adalah jahat � Jangan kamu bodoh, tetapi usahakanlah mengerti kehendak Tuhan. Dan janganlah kamu mabuk anggur � tetapi hendaklah kamu penuh dengan Roh� (Efesus 5:15-18).
4. Seorang pengabdi yang setia (1 Timotius 3:8)
�Tidak serakah�, itulah nasehat Paulus kepada Timotius tentang sikap seorang pengabdi terhadap harta dan kedudukan. Keserakahan selalu berhubungan dengan mementingkan diri sendiri. Tak pernah memikirkan orang lain. Serakah dapat mencakup dua bidang dalam pelayanan yaitu serakah terhadap harta benda dan serakah terhadap kedudukan.
Tentang keserakahan terhadap harta, paulus menjelaskan bahwa seorang hamba Tuhan jangan cinta akan uang, karena cinta akan uang adalah akar dari segala kejahatan (1 Timotius 3:6-10). Tentang keserakahan terhadap kedudukan, Tuhan Yesus bersabda, �Barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan� (Lukas 14:11). Karena seorang prodiakon adalah abdi Tuhan, maka ia hendaknya rela dan ikhlas ditempatkan dimana saja yang dikehendaki Tuhan. Sikapnya terhadap uang dan kedudukan merupakan ukuran kesetiaan pengabdiannya kepada Tuhan.
5. Menjadi teladan dalam iman (1 Timotius 3:3)
Orang yang memelihara rahasia iman dalam hati nurani yang murni (1 Timotius 3:9). Seorang prodiakon wajib menjadi teladan dalam kedewasaan iman, supaya dapat: �� memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan Tubuh Kristus, sampai kita semua mencapai kesatuan dan pengetahuan yang benar tentang anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus, sehingga kita bukan lagi anak-anak yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan, tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia. Kristus �� (Efesus 4:12-15).
Jadi seorang Prodiakon memelihara rahasia iman bukan karena maksud-maksud tertentu, seperti: ingin dihormati, ingin dipuji atau ingin menjadi orang terpandang, melainkan bagi kemuliaan nama Tuhan Yesus dan guna menguatkan serta mempererat persekutuan umat beriman berdasarkan firman Allah.
6. Merupakan keluarga Kristen yang baik.
Seorang Prodiakon haruslah suami dari satu istri dan mengurus anak-anaknya dan keluarganya dengan baik (1 Timotius 3:12). Ayat ini bukan suatu kebetulan termuat dalam Alkitab, melainkan ayat ini merupakan bagian hidup yang banyak mengundang pertanyaan dan diskusi dalam memilih calon Prodiakon. Kita coba telusuri ayat ini lebih dalam dengan melihat dari: Hidup pernikahan seorang Prodiakon.
Ada tiga alasan mengapa ayat ini diuliskan:
Pertama, merupakan tuntutan agar Prodiakon mengambil sikap dan menetapkan satu pandangan yang sehat tentang pernikahan dan berumah tangga. Pada Gereja abad permulaan ada beberapa orang yang menolak berumah tangga karena memandang perkawinan sebagai suatu kejahatan di mata Allah (1 Timotius 4:3). Para Prodiakon diwajibkan menolak pandangan yang demikian ini dengan jalan menerapkan dasar Alkitabiah dalam pernikahan mereka.
Kedua, ayat ini menolak dengan tegas dasar perkawinan para pemuja dewata yang bigami dan poligami. Di samping itu, segala tindakan amoral, pergundikan, dan perceraian ditolak. Prodiakon harus menjadi contoh dalam kesetiaan kepada istrinya.
Ketiga, ayat ini juga mengingatkan tentang ikatan perkawinan yang suci. Di dalam Injil Markus 10:2-12 dikatakan bahwa ajaran Tuhan Yesus dengan jelas menolak keras perceraian. Bukan hanya perceraian saja yang harus ditolak oleh Prodiakon, melainkan juga segala macam hal yang dapat merongrong dan menghancurkan hidup pernikahannya. Dan pada dasarnya seorang Prodiakon harus memiliki kestabilan dalam hidup berumah tangga.
Bapak yang mengurus anak-anaknya dengan baik.
Selain sebagai seorang suami yang baik, Prodiakon adalah seorang bapak yang mengasihi anak-anaknya, menyediakan apa yang mereka perlukan, memberikan pendidikan dan disiplin yang selayaknya bagi anak-anak. Seorang Prodiakon harus dapat memimpin anak-anak beriman kepada Tuhan Yesus Kristus sehingga �anak-anaknya hidup beriman dan tidak dapat dituduh karena hidup tidak senonoh atau hidup tidak tertib� (Titus 1:6).
7. Orang yang terkenal baik, artinya:
a. Memiliki nama yang baik, dalam hubungan sehari-hari dengan orang lain, prodiakon wajib memiliki nama yang baik. Tidak boleh ada kebiasaan buruk yang dibiarkannya tinggal dalam dirinya. Segala hal yang dapat mencemarkan nama baiknya harus dijauhi.
b. Bukan orang yang baru bertobat, Rasul Paulus menjelaskan, �janganlah orang yang baru bertobat, agar jangan ia menjadi sombong �� (1 Timotius 3:6). Seorang yang akan menjadi Prodiakon wajib memiliki pengalaman hidup sebagai orang kristen yang cukup. Hal ini dapat terlihat dari iman dan kesetiaannya kepada Allah dalam kehidupan sehari-hari. Paling tidak ia memiliki pengalaman keselamatan, kepastian tentang keselamatannya dan mempunyai pengalaman kemenangan terhadap godaan atau cobaan hidup. Selain itu baik kalau dia sudah mengalami panas dan dinginnya pelayanan, pasang surut imannya juga cara mengatasinya. Maka dengan demikian ia telah membuktikan diri sebagai orang yang tahan uji dan teruji.
8. Orang yang penuh dengan Roh (Kisah Para Rasul 6:3)
Hubungan dengan Tuhan adalah merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan Prodiakon Paroki. Keberhasilan pelayanannya terletak pada kerelaannya dipimpin dan dibimbing oleh Roh Kudus, ini berarti hanya bersandar pada Tuhan Yesus Kristus. Dan orang yang dipenuhi oleh Roh adalah orang yang telah menobatkan Yesus sebagai Raja dalam hidupnya, sehingga ia berani berkata seperti Paulus, �� Aku hidup, namun bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku� (Galatia 2:20). Orang yang dipenuhi Roh akan menampilkan buah Roh dalam hidupnya, Tuhan Yesus bersabda, �� setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik � dari buahnyalah kamu mengenali mereka� (Matius 7:7-20). �Adapun buah Roh adalah kasih, suka cita, damai sejahtera, kesabaran, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri� (Galatia 5:22-23). �Sebab itu � jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh� (Galatia 5:26).
9. Orang yang penuh hikmat (Kisah Para Rasul 6:3)
Kata �hikmat� dalam kamus umum Bahasa Indonesia artinya: kebijaksanaan atau kepandaian untuk memutuskan masalah sehari-hari yang dihadapinya. Seorang Prodiakon harus penuh hikmat, karena ia akan banyak berhadapan dengan masalah-masalah harian yang perlu diselesaikan. Dan sumber hikmat bagi anak-anak Tuhan adalah Allah sendiri, itulah sebabnya Alkitab menasehati supaya �� apabila di antara kami ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia meminta kepada Allah, hendaklah ia meminta dengan iman, dan sama-sekali jangan bimbang sebab orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian kemari oleh angin. Orang yang demikian janganlah mengira bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan� (Yakobus 1:5-7). Dan sumber hikmat yang lain adalah dunia ini, hikmat ini dapat dipelajari, dicari atau dibeli. Tetapi hikmat dunia tidak dapat mengerti kehendak Allah, bahkan hikmat dunia merupakan kebodohan mengenai Allah (1 Korintus1:18-25). Hikmat dunia menuju kepada sifat: iri, mementingkan diri dan menyombongkan diri (Yakobus 3:14-15). �Tetapi hikmat yang dari atas adalah pertama-tama murni, selanjutnya pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasihan dan buah-buah yang baik, tidak memihak dan yang mengadakan damai� (Yakobus 3:17-18). Prodiakon perlu memahami hikmat dari atas, memohon kepadanya yang memberi dengan tidak pernah mengungkit kembali. Prodiakon memerlukan karunia hikmat demi pelayanan dalam membangun umat Allah di bumi ini.
10. Orang yang penuh iman (Kisah Para Rasul 6:5)
Seorang Prodiakon diharuskan selalu berharap kepada Tuhan dan tidak bersandar pada pengertiannya sendiri: ini merupakan syarat yang wajib dipenuhi oleh Prodiakon. Karena pekerjaan yang menanti para Prodiakon menuntut penyerahan kepada Tuhan. Dan liku-liku pelayanan Prodiakon memang sebenarnya serba kompleks dan beraneka ragam. Kita sadar akan keterbatasan kemampuan dan kelemahan kita, maka marilah dengan jujur dan rendah hati kita akui bahwa banyak pelayanan dan persoalan gereja yang tidak dapat kita atasi. Tetapi meskipun demikian kita tak perlu berkecil hati sebab bukankah: �Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya (Markus 9:23). Karena itulah kita berpegang teguh pada Firman Tuhan Yesus ini: �� di luar Aku, kamu tidak dapat berbuat apa-apa� (Yohanes 15:5). Maka ada suatu ungkapan yang mengatakan TANPA TUHAN KITA LEMAH, DENGAN TUHAN KITA PERKASA.
Dalam Alkitab 1 Timotius 3:13 berbunyi, �Mereka yang melayani dengan baik beroleh kedudukan yang baik sehingga dalam iman kepada Yesus Kristus mereka dapat bersaksi dengan leluasa�. Oleh karena itulah kita sebagai Prodiakon perlu pasrah dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Yesus Kristus, dan dengan semangat in Te Confide (pada-Mu aku percaya) kita terima panggilan sebagai Prodiakon, dan dengan jiwa in Te Confide pula yang disertai kerendahan dan kerelaan hati, kita jalankan tugas mulia ini dengan sepenuh hati.
Gratia Dei sum id quod sum procedamus in pace, in nomine Domine, berkat rahmat Tuhan aku menjadi seperti ini, mari kita mulai dalam damai dan dalam nama Tuhan.
Sumber : http://keuskupan-malang.web.id/?p=3450
Sunday, March 27, 2011
Sejarah Terbentuknya Prodiakon Paroki
Bertambahnya jumlah umat katolik yang begitu pesat dari tahun ke tahun tidak sebanding dengan jumlah imam. Kurangnya tenaga imam sangat dirasakan saat perayaan ekaristi pada hari minggu, baik untuk membagikan komuni kepada umat maupun untuk kegiatan-kegiatan liturgi lainnya.
Memperhatikan dan mencermati keadaan demikian, maka tahun 1966 Yustinus Kardinal Darmayuwana (pada waktu itu Uskup Agung Semarang) mengajukan permohonan ijin ke Roma melalui Propaganda Fide. Konggregasi untuk Penyebaran Iman, agar Uskup diperkenankan menunjuk beberapa pelayan awam yang dinilai pantas untuk membantu Imam membagikan komuni baik di dalam maupun di luar Perayaan Ekaristi.
Konggregasi Propaganda Fide menanggapi secara positif permohonan itu dan memberi ijin ad experimentum (=untuk percobaan) selama 1 (satu) tahun, dan apabila dirasa perlu dan berjalan dengan baik ijin dapat diperpanjang. Dalam perjalanan waktu dirasakan bahwa para pembantu imam ini semakin besar peranannya, sehingga Propaganda Fide memberi ijin untuk melanjutkan bentuk pelayanan ini dan hal tersebut berlaku hingga sekarang.
Pada mulanya para awam yang dipilih dan bersedia membantu imam ini dinamakan �Diakon Awam�. Kata �diakon� bukan jabatan mulia, melainkan jabatan yang hina. Tetapi pada jaman para rasul, istilah itu diangkat artinya, kata diakonos mendapat arti baru.
Diakon diangkat menjadi suatu jabatan yang mulia, karena yang dilayani adalah Tubuh Kristus, yaitu jemaat. �Diakon Awam� adalah awam yang menerima tugas dari Uskup, bukan �expotestate ordinis� atau �jurisdictionis� (berkat kuasa tahbisan atau hukum), melainkan berkat anugerah istimewa gereja melalui Konggregasi Propaganda Fide.
Akhir tahun 1983, nama �Diakon Awam� digandi menjadi �Diakon Paroki�, karena dirasakan bahwa istilah �Diakon Awam� kurang tepat. Pengertian �diakon� lebih tepat dikenakan kepada seseorang yang telah ditahbiskan (=tertahbis) dan karena tahbisannya itu ia bukan lagi seorang �awam�. Dia termasuk klerus. Dalam istilah �Diakon Paroki� kecuali kata �Awam� dihilangkan, juga jangkauan tugasnya dirinci jelas. Diakon Paroki bukan Diakon Tertahbis, tetapi diharapkan dapat menjalankan tugas yang sebenarnya menjadi tugas Diakon Tertahbis. Kalau Diakon Tertahbis bersifaf kekal dan universal, maka diakon paroki bersifat sementara dalam menjalankan tugasnya dan bertugas dalam lingkup paroki tertentu. Masa tugas umumnya tiga tahun dan dapat diperpanjang.
Dalam rapat Konsultores Keuskupan Agung Semarang pada tanggal 5-6 Agustus 1985 di Girisonta diputuskan bahwa istilah �Diakon Paroki� diubah menjadi �Prodiakon Paroki�. Istilah Prodiakon Paroki berarti seseorang yang menjalankan tugas diakon dalam lingkup paroki. Prodiakon Paroki berarti seseorang yang menjalankan tugas diakon dalam lingkup paroki. Prodiakon Paroki diangkat oleh Uskup atas usul Pastor Paroki untuk menerimakan komuni, memimpin upacara pemakaman, dan lain-lain. Dalam menjalankan tugasnya, Prodiakon Paroki tergantung pada pastor paroki. Dalam perkembangan waktu nampak jelas bahwa kehadiran Prodiakon Paroki sangat diperlukan oleh gereja dan dapat diterima oleh umat dengan baik.
Di Keuskupan Agung Jakarta pembentukan Prodiakon Paroki direstui bahkan dianjurkan oleh Uskup Agung Jakarta, Mgr. Leo Soekoto, karena didasari manfaat dan kegunaannya. Kebijaksanaan ini dilanjutkan oleh Uskup Agung Jakarta yang sekarang, Yulius Kardinal Darmaatmadja, sehingga semakin banyak paroki yang memiliki Prodiakon Paroki.
Komisi Liturgi Keuskupan Malang
Sumber : http://keuskupan-malang.web.id/?p=3222
Memperhatikan dan mencermati keadaan demikian, maka tahun 1966 Yustinus Kardinal Darmayuwana (pada waktu itu Uskup Agung Semarang) mengajukan permohonan ijin ke Roma melalui Propaganda Fide. Konggregasi untuk Penyebaran Iman, agar Uskup diperkenankan menunjuk beberapa pelayan awam yang dinilai pantas untuk membantu Imam membagikan komuni baik di dalam maupun di luar Perayaan Ekaristi.
Konggregasi Propaganda Fide menanggapi secara positif permohonan itu dan memberi ijin ad experimentum (=untuk percobaan) selama 1 (satu) tahun, dan apabila dirasa perlu dan berjalan dengan baik ijin dapat diperpanjang. Dalam perjalanan waktu dirasakan bahwa para pembantu imam ini semakin besar peranannya, sehingga Propaganda Fide memberi ijin untuk melanjutkan bentuk pelayanan ini dan hal tersebut berlaku hingga sekarang.
Pada mulanya para awam yang dipilih dan bersedia membantu imam ini dinamakan �Diakon Awam�. Kata �diakon� bukan jabatan mulia, melainkan jabatan yang hina. Tetapi pada jaman para rasul, istilah itu diangkat artinya, kata diakonos mendapat arti baru.
Diakon diangkat menjadi suatu jabatan yang mulia, karena yang dilayani adalah Tubuh Kristus, yaitu jemaat. �Diakon Awam� adalah awam yang menerima tugas dari Uskup, bukan �expotestate ordinis� atau �jurisdictionis� (berkat kuasa tahbisan atau hukum), melainkan berkat anugerah istimewa gereja melalui Konggregasi Propaganda Fide.
Akhir tahun 1983, nama �Diakon Awam� digandi menjadi �Diakon Paroki�, karena dirasakan bahwa istilah �Diakon Awam� kurang tepat. Pengertian �diakon� lebih tepat dikenakan kepada seseorang yang telah ditahbiskan (=tertahbis) dan karena tahbisannya itu ia bukan lagi seorang �awam�. Dia termasuk klerus. Dalam istilah �Diakon Paroki� kecuali kata �Awam� dihilangkan, juga jangkauan tugasnya dirinci jelas. Diakon Paroki bukan Diakon Tertahbis, tetapi diharapkan dapat menjalankan tugas yang sebenarnya menjadi tugas Diakon Tertahbis. Kalau Diakon Tertahbis bersifaf kekal dan universal, maka diakon paroki bersifat sementara dalam menjalankan tugasnya dan bertugas dalam lingkup paroki tertentu. Masa tugas umumnya tiga tahun dan dapat diperpanjang.
Dalam rapat Konsultores Keuskupan Agung Semarang pada tanggal 5-6 Agustus 1985 di Girisonta diputuskan bahwa istilah �Diakon Paroki� diubah menjadi �Prodiakon Paroki�. Istilah Prodiakon Paroki berarti seseorang yang menjalankan tugas diakon dalam lingkup paroki. Prodiakon Paroki berarti seseorang yang menjalankan tugas diakon dalam lingkup paroki. Prodiakon Paroki diangkat oleh Uskup atas usul Pastor Paroki untuk menerimakan komuni, memimpin upacara pemakaman, dan lain-lain. Dalam menjalankan tugasnya, Prodiakon Paroki tergantung pada pastor paroki. Dalam perkembangan waktu nampak jelas bahwa kehadiran Prodiakon Paroki sangat diperlukan oleh gereja dan dapat diterima oleh umat dengan baik.
Di Keuskupan Agung Jakarta pembentukan Prodiakon Paroki direstui bahkan dianjurkan oleh Uskup Agung Jakarta, Mgr. Leo Soekoto, karena didasari manfaat dan kegunaannya. Kebijaksanaan ini dilanjutkan oleh Uskup Agung Jakarta yang sekarang, Yulius Kardinal Darmaatmadja, sehingga semakin banyak paroki yang memiliki Prodiakon Paroki.
Komisi Liturgi Keuskupan Malang
Sumber : http://keuskupan-malang.web.id/?p=3222
Monday, December 27, 2010
PRODIAKON, Pelayan Khusus di Gereja
SEMANGAT pelayanan pastoral dewasa ini menuntut adanya jumlah petugas pastoral yang mencukupi. Mengingat desakan kebutuhan umat beriman akan pelayanan pastoral, maka banyak Uskup menjelang Konsili Vatikan II meminta agar kaum awam terlibat di dalam pelayanan liturgi Gereja. Itulah yang menjadi semangat pembaharu Liturgi Gereja. Akhirnya melalui Motu Proprio �Ministeria Quedam� dari Paus Paulus VI, 15 Agustus 1972, menegaskan bahwa tahbisan rendah para calon imam dihapus sehingga tinggal dua tugas pelayanan: yakni Sabda dan Altar (Lektor dan Akolit). Saat itu upacara tahbisan diganti dengan upacara pelantikan.
Dalam Liturgi pada dasarnya terdapat dua macam pelayanan yaitu pelayan tertahbis dan tidak tertahbis. Pelayan tertahbis adalah para klerus yang terdiri dari Uskup, Imam, dan Diakon. Sedangkan yang taktertahbis adalah para awam (non klerus) yang mengemban tugas khusus berdasarkan pelantikan liturgis, yakni Lektor dan Akolit sebagai prasyarat tahbisan dan pengangkatan untuk penugasan sementara seperti: putra-putri altar, koster, pemazmur, paduan suara, komentator, pemandu, upacara, dan petugas kolekte.
Di samping itu, masih terbuka lebar bagi kaum beriman kristiani awam, baik pria maupun wanita, untuk tugas khusus membantu imam sebagai pelayan tak lazim (minister extraordinarius) dengan penyerahan tugas lewat pemberkatan liturgis atau penugasan sementara (bdk Ministeria Quedam). Konferensi Waligereja setempat boleh memohon persetujuan Takhta Apostolik untuk menciptakan jabatan lain yang dinilainya perlu dan amat berguna bagi wilayah yang bersangkutan. Para pelayan kaum beriman kristiani awam itu bertugas membantu para klerus, namun peran mereka tidak diturunkan melalui tahbisan. Itulah yang membedakan prodiakon dengan diakon tertahbis, atau asisten imam dengan imam.
Pelayan luar biasa
Prodiakon atau asisten imam atau asisten pastoral merupakan pelayan luar biasa/minister extraordinarius (tak lazim) dalam pelayanan liturgi Gereja, memiliki dasar doktriner dari PUMR, No 109 (Pedoman Umum Misale Romawi) dan Redemptionis Sacramentum No 43. Dalam teks tersebut dinyatakan bahwa �Demi manfaat bagi umat setempat maupun seluruh Gereja Allah, maka dalam rangka perayaan Liturgi Suci ada di antara kaum awam yang sesuai dengan tradisi, dipercayai pelayanan-pelayanan yang dilaksanakannya dengan tepat dan dengan cara yang patut dipuji. Sangat tepatlah jika ada lebih banyak orang yang membagi di antara mereka serta melaksanakan berbagai tugas atau bagian-bagian pelayanan�. Menarik bahwa dari pelbagai sebutan pelayanan awam tersebut memiliki banyak makna seperti prodiakon (pro=untuk, ganti dan diakon= klerus), asisten imam (pembantu imam), asisten pastoral (pembantu petugas pastoral). Asisten imam dipakai sebagai hasil kesepakatan pertemuan Dewan Nasional Komisi Liturgi KWI, Mataloko, Flores, 2002. Sedangkan asisten pastoral dipakai untuk karya pelayanan tak lazim (luar biasa) diambil dari Redemptor Sacramentum Bab VII. Dengan demikian sebenarnya istilah asisten imam lebih mendekati dari pada prodiakon.
Kebutuhan umat
Dalam instruksi Redemptionis Sacramentum No 151-152, peran para prodiakon atau asisten imam atau asisten pastoral adalah membantu imam hanya kalau sungguh diperlukan dalam perayaan liturgi. Hanya kalau sungguh perlu, boleh diminta bantuan pelayan-pelayan tak lazim dalam perayaan liturgi. Permohonan akan bantuan yang demikian itu bukannya dimaksudkan demi menunjang partisipasi umat melainkan karena kodratnya bersifat pelengkap dan darurat (bdk Instruksi Ecclesiasi de Mysterio, 1997). Apalagi jika permohonan akan bantuan pelayan-pelayan tak lazim (luar biasa) itu berdasarkan kebutuhan umat, maka hendaknya dilipatgandakan dengan doa-doa permohonan umat agar mendesak Tuhan segera mengutus seorang imam untuk melayani jemaat serta menumbuhkan kesuburan panggilan untuk tahbisan suci (bdk RS No 151; Dewan Kepausan untuk Interpretasi Otentik CIC, jawaban atas dubium, 1 Juni 1988).
Untuk dicermati bahwa tugas membantu imam artinya membantu hanya dalam wilayah liturgi atau peribadatan. Jadi harus dibedakan dari tugas pewartaan (katekese) atau kegiatan sosio-karitatif lainnya. Membantu imam artinya: (1) Meringankan tugas imam dalam hal-hal yang boleh dilimpahkan kepada mereka menurut hukum Gereja; (2) Mengganti imam ketika imam berhalangan hadir, misalnya memimpin upacara pemakaman atau ibadat sabda hari Minggu tanpa imam.
Orang-orang yang telah ditunjuk menjadi prodiakon atau asisten imam atau asisten pastoral (sebagai pelayan luar biasa komuni kudus) perlu mendapat instruksi yang memadai dan harus memiliki kepribadian yang menonjol dalam pengalaman hidup Kristen, iman, dan susila. Hendaknya mereka berusaha supaya pantas bagi jabatan yang luhur ini dengan memupuk devosi kepada Ekaristi Kudus dan memperlihatkan dirinya sebagai teladan bagi umat beriman lainnya, melalui bakti dan hormatnya terhadap sakramen altar yang suci ini. Jangan sampai memilih orang yang bisa menimbulkan sandungan di kalangan umat sendiri (bdk IC, No 783).
Hanya pelengkap
Perlu mendapat perhatian bagi para imam bahwa jabatan prodiakon, asisten imam atau asisten pastoral hanya pelengkap, bukan pokok. Tugas pokok ada dalam diri imam (bdk kan. 900, �1). Sehingga tugas prodiakon atau asisten imam jangan dipergunakan untuk menurunkan (mereduksi) pelayanan asli dari para imam sedemikian rupa sehingga para imam lalai dalam merayakan Ekaristi bersama umat yang menjadi tanggungjawab mereka.
Ataupun melalaikan karitas pastoral dalam Gereja di saat umat membutuhkan kehadiran seorang imam seperti dalam saat umat sakit atau pembaptisan anak-anak, atau perayaan perkawinan, atau pemakaman orang meninggal. Semuanya itu tugas inti para imam dan didampingi para diakon. Karena itu, tidak boleh terjadi bahwa di Paroki-Paroki para imam menukar pelayanan pastoral dengan para prodiakon atau asisten imam, karena dengan itu mengaburkan tugas khas masing-masing (bdk RS, 152).
Tugas Pokok Prodiakon
1. Pelayan khusus untuk menerimakan Komuni Kudus.
Para waligereja setempat berwenangan mengizinkan orang-orang yang pantas dan dipilih secara pribadi selaku pelayan khusus untuk suatu kesempatan atau jangka waktu tertentu (bdk Dokumen Immensae Caritatis, 1973). Alasan perlunya petugas pelayan luar biasa, pertama adalah karena dalam perayaan Ekaristi jumlah umat yang besar atau halangan yang menimpa pemimpin perayaan Ekaristi. Kedua, adalah di luar perayaan Ekaristi: karena jarak tempat yang jauh, terutama untuk viaticum (komuni bekal suci); rumah sakit, panti jompo. Tujuannya: agar umat beriman yang sedang diliputi rahmat dan dengan hasrat yang tulus serta penuh bakti ingin mengambil bagian dalam perjamuan kudus, tidak kehilangan kesempatan untuk menikmati bantuan serta penghiburan sakramental (bdk IC, 776).
2. Pelayan khusus untuk pemakaman.
Keputusan KWI tahun 1972 menyatakan bahwa upacara-upacara di sekitar pemakaman sebaiknya dipimpin oleh seorang imam. Tetapi bila tidak mungkin, semua Upacara boleh juga dipimpin oleh seorang lain, kecuali Liturgi Ekaristi. Memang benar bahwa pada dasarnya upacara pemakaman bukanlah ritus sacerdotal, tak harus dipimpin oleh imam. Hanya tentu para imam yang diserahkan tugas mewartakan kabar gembira sepantasnya membawakan penghiburan bagi yang berduka.
3. Memimpin Ibadat Sabda dan Ibadat Tobat.
Ibadat tobat yang dimaksudkan di sini dibedakan dalam tiga bentuk: Ibadat Sabda menjelang Hari Raya; Ibadat Tobat dalam masa Adven dan Prapaskah; dan Ibadat Sabda Hari Minggu tanpa imam. Dalam pedoman umumnya dikatakan tentang penugasan ini kepada kaum awam pria maupun wanita atas dasar Pembaptisan dan Krisma mereka. Cara hidup mereka hendaknya selaras dengan Injil.
Sumber : http://www.seminarikwi.org/
Dalam Liturgi pada dasarnya terdapat dua macam pelayanan yaitu pelayan tertahbis dan tidak tertahbis. Pelayan tertahbis adalah para klerus yang terdiri dari Uskup, Imam, dan Diakon. Sedangkan yang taktertahbis adalah para awam (non klerus) yang mengemban tugas khusus berdasarkan pelantikan liturgis, yakni Lektor dan Akolit sebagai prasyarat tahbisan dan pengangkatan untuk penugasan sementara seperti: putra-putri altar, koster, pemazmur, paduan suara, komentator, pemandu, upacara, dan petugas kolekte.
Di samping itu, masih terbuka lebar bagi kaum beriman kristiani awam, baik pria maupun wanita, untuk tugas khusus membantu imam sebagai pelayan tak lazim (minister extraordinarius) dengan penyerahan tugas lewat pemberkatan liturgis atau penugasan sementara (bdk Ministeria Quedam). Konferensi Waligereja setempat boleh memohon persetujuan Takhta Apostolik untuk menciptakan jabatan lain yang dinilainya perlu dan amat berguna bagi wilayah yang bersangkutan. Para pelayan kaum beriman kristiani awam itu bertugas membantu para klerus, namun peran mereka tidak diturunkan melalui tahbisan. Itulah yang membedakan prodiakon dengan diakon tertahbis, atau asisten imam dengan imam.
Pelayan luar biasa
Prodiakon atau asisten imam atau asisten pastoral merupakan pelayan luar biasa/minister extraordinarius (tak lazim) dalam pelayanan liturgi Gereja, memiliki dasar doktriner dari PUMR, No 109 (Pedoman Umum Misale Romawi) dan Redemptionis Sacramentum No 43. Dalam teks tersebut dinyatakan bahwa �Demi manfaat bagi umat setempat maupun seluruh Gereja Allah, maka dalam rangka perayaan Liturgi Suci ada di antara kaum awam yang sesuai dengan tradisi, dipercayai pelayanan-pelayanan yang dilaksanakannya dengan tepat dan dengan cara yang patut dipuji. Sangat tepatlah jika ada lebih banyak orang yang membagi di antara mereka serta melaksanakan berbagai tugas atau bagian-bagian pelayanan�. Menarik bahwa dari pelbagai sebutan pelayanan awam tersebut memiliki banyak makna seperti prodiakon (pro=untuk, ganti dan diakon= klerus), asisten imam (pembantu imam), asisten pastoral (pembantu petugas pastoral). Asisten imam dipakai sebagai hasil kesepakatan pertemuan Dewan Nasional Komisi Liturgi KWI, Mataloko, Flores, 2002. Sedangkan asisten pastoral dipakai untuk karya pelayanan tak lazim (luar biasa) diambil dari Redemptor Sacramentum Bab VII. Dengan demikian sebenarnya istilah asisten imam lebih mendekati dari pada prodiakon.
Kebutuhan umat
Dalam instruksi Redemptionis Sacramentum No 151-152, peran para prodiakon atau asisten imam atau asisten pastoral adalah membantu imam hanya kalau sungguh diperlukan dalam perayaan liturgi. Hanya kalau sungguh perlu, boleh diminta bantuan pelayan-pelayan tak lazim dalam perayaan liturgi. Permohonan akan bantuan yang demikian itu bukannya dimaksudkan demi menunjang partisipasi umat melainkan karena kodratnya bersifat pelengkap dan darurat (bdk Instruksi Ecclesiasi de Mysterio, 1997). Apalagi jika permohonan akan bantuan pelayan-pelayan tak lazim (luar biasa) itu berdasarkan kebutuhan umat, maka hendaknya dilipatgandakan dengan doa-doa permohonan umat agar mendesak Tuhan segera mengutus seorang imam untuk melayani jemaat serta menumbuhkan kesuburan panggilan untuk tahbisan suci (bdk RS No 151; Dewan Kepausan untuk Interpretasi Otentik CIC, jawaban atas dubium, 1 Juni 1988).
Untuk dicermati bahwa tugas membantu imam artinya membantu hanya dalam wilayah liturgi atau peribadatan. Jadi harus dibedakan dari tugas pewartaan (katekese) atau kegiatan sosio-karitatif lainnya. Membantu imam artinya: (1) Meringankan tugas imam dalam hal-hal yang boleh dilimpahkan kepada mereka menurut hukum Gereja; (2) Mengganti imam ketika imam berhalangan hadir, misalnya memimpin upacara pemakaman atau ibadat sabda hari Minggu tanpa imam.
Orang-orang yang telah ditunjuk menjadi prodiakon atau asisten imam atau asisten pastoral (sebagai pelayan luar biasa komuni kudus) perlu mendapat instruksi yang memadai dan harus memiliki kepribadian yang menonjol dalam pengalaman hidup Kristen, iman, dan susila. Hendaknya mereka berusaha supaya pantas bagi jabatan yang luhur ini dengan memupuk devosi kepada Ekaristi Kudus dan memperlihatkan dirinya sebagai teladan bagi umat beriman lainnya, melalui bakti dan hormatnya terhadap sakramen altar yang suci ini. Jangan sampai memilih orang yang bisa menimbulkan sandungan di kalangan umat sendiri (bdk IC, No 783).
Hanya pelengkap
Perlu mendapat perhatian bagi para imam bahwa jabatan prodiakon, asisten imam atau asisten pastoral hanya pelengkap, bukan pokok. Tugas pokok ada dalam diri imam (bdk kan. 900, �1). Sehingga tugas prodiakon atau asisten imam jangan dipergunakan untuk menurunkan (mereduksi) pelayanan asli dari para imam sedemikian rupa sehingga para imam lalai dalam merayakan Ekaristi bersama umat yang menjadi tanggungjawab mereka.
Ataupun melalaikan karitas pastoral dalam Gereja di saat umat membutuhkan kehadiran seorang imam seperti dalam saat umat sakit atau pembaptisan anak-anak, atau perayaan perkawinan, atau pemakaman orang meninggal. Semuanya itu tugas inti para imam dan didampingi para diakon. Karena itu, tidak boleh terjadi bahwa di Paroki-Paroki para imam menukar pelayanan pastoral dengan para prodiakon atau asisten imam, karena dengan itu mengaburkan tugas khas masing-masing (bdk RS, 152).
Tugas Pokok Prodiakon
1. Pelayan khusus untuk menerimakan Komuni Kudus.
Para waligereja setempat berwenangan mengizinkan orang-orang yang pantas dan dipilih secara pribadi selaku pelayan khusus untuk suatu kesempatan atau jangka waktu tertentu (bdk Dokumen Immensae Caritatis, 1973). Alasan perlunya petugas pelayan luar biasa, pertama adalah karena dalam perayaan Ekaristi jumlah umat yang besar atau halangan yang menimpa pemimpin perayaan Ekaristi. Kedua, adalah di luar perayaan Ekaristi: karena jarak tempat yang jauh, terutama untuk viaticum (komuni bekal suci); rumah sakit, panti jompo. Tujuannya: agar umat beriman yang sedang diliputi rahmat dan dengan hasrat yang tulus serta penuh bakti ingin mengambil bagian dalam perjamuan kudus, tidak kehilangan kesempatan untuk menikmati bantuan serta penghiburan sakramental (bdk IC, 776).
2. Pelayan khusus untuk pemakaman.
Keputusan KWI tahun 1972 menyatakan bahwa upacara-upacara di sekitar pemakaman sebaiknya dipimpin oleh seorang imam. Tetapi bila tidak mungkin, semua Upacara boleh juga dipimpin oleh seorang lain, kecuali Liturgi Ekaristi. Memang benar bahwa pada dasarnya upacara pemakaman bukanlah ritus sacerdotal, tak harus dipimpin oleh imam. Hanya tentu para imam yang diserahkan tugas mewartakan kabar gembira sepantasnya membawakan penghiburan bagi yang berduka.
3. Memimpin Ibadat Sabda dan Ibadat Tobat.
Ibadat tobat yang dimaksudkan di sini dibedakan dalam tiga bentuk: Ibadat Sabda menjelang Hari Raya; Ibadat Tobat dalam masa Adven dan Prapaskah; dan Ibadat Sabda Hari Minggu tanpa imam. Dalam pedoman umumnya dikatakan tentang penugasan ini kepada kaum awam pria maupun wanita atas dasar Pembaptisan dan Krisma mereka. Cara hidup mereka hendaknya selaras dengan Injil.
Sumber : http://www.seminarikwi.org/
Tuesday, June 15, 2010
Prodiakon sebagai Pelayan Luar Biasa Komuni
Membagikan Komuni Suci: Pelayan Luar Biasa Komuni
oleh: Romo William P. Saunders *
Dalam laporan mengenai kunjungan Bapa Suci Yohanes Paulus II ke Austria, saya membaca komentar mengenai keterlibatan kaum awan dalam bermacam ragam pelayanan dan bagaimana Vatikan mengeluarkan pernyataan mengenainya. Sebagai seorang Katolik senior, saya selalu mempertanyakan keterlibatan kaum awam dalam membantu membagikan komuni suci. Bagaimanakah sebenarnya keterlibatan kaum awam dalam hal ini?
~ seorang pembaca di Alexandria
Pada tanggal 13 November 1997, delapan lembaga Vatikan, dengan persetujuan Bapa Suci, menerbitkan suatu pedoman yang berjudul "Beberapa Pertanyaan mengenai Kerjasama Umat Beriman Tak Tertahbis dalam Pelayanan Imam." Pedoman ini membahas peran serta umat beriman: dalam pelayanan Sabda, termasuk menyampaikan khotbah; dalam perayaan-perayaan liturgis, termasuk membagikan komuni suci dan menghantar komuni suci apabila imam berhalangan dalam pelayanan orang sakit. Sesungguhnya, motivasi dari diterbitkannya pedoman ini adalah untuk mengatasi penyimpangan- penyimpangan tertentu yang muncul dalam bidang-bidang ini. Di samping itu, Gereja hendak mengajukan kembali perbedaan antara peran `imamat jabatan' dari para klerus tertahbis, dan peran `imamat umum' dari semua orang yang telah dibaptis.
Dalam menjawab pertanyaan ini, kita akan membatasi pembahasan kita pada peran Pelayan Ekaristi. Di sini, patut kita camkan dua prinsip pokok: Pertama, anugerah paling berharga yang dipercayakan Kristus kepada Gereja-Nya adalah Ekaristi yang Mahakudus, Sakramen Tubuh dan Darah-Nya. Ekaristi, seperti dimaklumkan Konsili Vatikan II, adalah pusat dan puncak sembah sujud kita sebagai orang Katolik. Kedua, pastor paroki hendaknya memastikan bahwa Ekaristi Mahakudus adalah sungguh pusat kehidupan paroki dan bahwa umat beriman dihidupi melalui perayaan-perayaan khidmad semua sakramen, teristimewa melalui penerimaan Sakramen Ekaristi Mahakudus dan Sakramen Tobat sesering mungkin (Kanon 528, No. 2).
Berdasarkan pemahaman di atas, maka istilah "Pelayan Ekaristi" hanya dapat diberikan pada seorang imam. Para imamlah yang harus menerimakan komuni kepada kaum awam di antara umat beriman pada saat perayaan Misa. Sebab itu, seperti dimaklumkan Kitab Hukum Kanonik, "Pelayan biasa komuni suci adalah uskup, imam dan diakon." (No. 910.1). Di samping para pelayan tertahbis, dikenal juga pelayan luar biasa komuni suci. "Pelayan luar biasa komuni suci adalah akolit atau orang beriman lain yang ditugaskan sesuai ketentuan" (No. 910.2) untuk membantu membagikan komuni suci kepada umat beriman.
Pada tanggal 25 Maret 2004, Kongregasi untuk Ibadat dan Tata-Tertib Sakramen bekerjasama dengan Kongregasi untuk Ajaran Iman, menerbitkan instruksi "Redemptionis Sacramentum" (= Sakramen Penebusan) di mana dibahas lebih lanjut mengenai para pelayan luar biasa (= tak lazim) komuni suci yang diperkenankan membantu imam hanya dalam batasan-batasan tertentu:
[1] bila jumlah orang beriman yang ingin menyambut komuni begitu besar, sehingga perayaan Misa itu akan terlalu lama (teristimewa sejak dilonggarkannya "hukum puasa" yang lama);
[2] bila imam berhalangan karena kesehatan, usia lanjut, atau alasan lain yang wajar;
[3] bila sejumlah mereka yang sakit dan harus tinggal di rumah di berbagai tempat (rumah-rumah sakit, rumah-rumah perawatan, atau rumah-rumah pribadi) membutuhkan pelayanan agar dapat menerima komuni suci secara teratur.
Karena alasan-alasan di atas, Vatikan memperkenankan Uskup untuk menunjuk "seorang yang pantas" untuk keadaan-keadaan khusus atau untuk suatu jangka waktu tertentu guna membantu para pelayan biasa untuk membagikan komuni suci.
Penunjukkan para pelayan luar biasa komuni suci dan hak istimewa untuk membagikan komuni suci diberikan demi kebaikan umat beriman dan hanya dalam kasus-kasus yang mendesak. Para calon pelayan luar biasa komuni suci wajib diberi pengarahan yang pantas dan wajib mengamalkan hidup Kristiani yang saleh. Mereka harus memiliki devosi mendalam kepada Ekaristi Kudus dan menjadi teladan dalam kesalehan dan sembah sujud. Para pelayan luar biasa komuni suci wajib memiliki cinta yang luar biasa kepada Ekaristi Kudus dan kepada Gereja, Tubuh Kristus.
Di keuskupan kami, seorang yang ditunjuk haruslah seorang dewasa berusia sekurang-kurangnya 21 tahun. Calon wajib mengikuti pengarahan yang diadakan oleh Komisi Liturgi. Setelah mendapatkan rekomendasi dari pastor, Uskup melantik para pelayan luar biasa komuni suci untuk suatu periode selama tiga tahun, yang sesudahnya dapat diperpanjang. Tetapi, pelantikan ini hanya berlaku bagi pelayanan di dalam suatu paroki tertentu.
Namun demikian, diperingatkan pula dalam instruksi akan bahaya penyelewengan hak istimewa ini hingga mengaburkan peran imamat jabatan. Para pelayan luar biasa adalah sungguh "luar biasa" dan bukan "biasa". Mereka hanya diperkenankan membagikan komuni suci sesuai dengan ketentuan di atas. Di samping itu, praktek-praktek tertentu hendaknya dibatasi: para pelayan luar biasa komuni suci tidak dapat menerimakan komuni suci kepada diri mereka sendiri atau selain dari umat beriman seolah mereka adalah konselebran dalam perayaan Misa, dan mereka tidak diperkenankan membagikan komuni suci apabila jumlah pelayan tertahbis mencukupi untuk membagikan komuni suci.
Dalam pelayanan imamat saya sendiri, saya melihat perlunya keterlibatan awam sebagai pelayan luar biasa komuni suci, teristimewa dalam mengunjungi orang-orang sakit, mereka yang harus tinggal di rumah, dan yang berada di tempat-tempat perawatan. Oleh karena bantuan mereka, umat beriman dapat menerima komuni suci lebih sering. Namun demikian, pelayanan para pelayan luar biasa ini tidak menghindarkan imam dari mengunjungi mereka yang sakit, teristimewa dalam melayani Sakramen Tobat dan Sakramen Pengurapan Orang Sakit. Lagipula, saya telah diperkaya oleh devosi dan kasih dari sebagian para pelayan luar biasa ini kepada Sakramen Mahakudus. Saya mengenal beberapa pelayan luar biasa yang pada mulanya menolak ketika diminta untuk melaksanakan pelayanan ini karena mereka merasa "tidak layak" - suatu tanda kerendahan hati. Dan, saya melihat banyak dari antara mereka yang dengan setia mengambil resiko dalam segala macam cuaca buruk demi mengunjungi umat yang ada dalam pelayanan mereka.
Sebaliknya, saya juga melihat penyelewengan- penyelewengan. Beberapa tahun lalu, saya memimpin Sakramen Pernikahan sepupu saya, mempelai laki-laki. Imam, yang berasal dari keuskupan utara dan yang juga adalah sahabat keluarga mempelai perempuan, berkonselebrasi bersama saya. Imam itu beranggapan bahwa akan "mengesankan" jika mempelai perempuan dan mempelai laki-laki saling menerimakan komuni suci. Saya menolak. Tetapi katanya, "Semua majalah-majalah liturgis populer menyarankan hal ini." Saya mengatakan, "Tetapi, Gereja tidak."
Imam hendak menyelewengkan hak istimewa dan memerosotkan hak istimewa yang sakral ini menjadi sesuatu yang murahan.
Suatu ketika saya ditugaskan ke sebuah paroki kecil yang memiliki tiga imam aktif dan seorang diakon. Tidak ada kebutuhan akan adanya asisten dalam membagikan komuni suci dalam Misa. Para pelayan Ekaristi mengunjungi rumah-rumah sakit dan juga rumah-rumah perawatan setempat. Setelah Misa, seorang perempuan dari Massachusetts bertanya, "Mengapakah tidak ada awam yang membantu membagikan komuni?" Setelah saya menjawab, ia berkata sambil beranjak pergi, "Vatikan II memberikan hak kepada kami untuk itu." Vatikan II tidak memberikan hak ini kepada siapa pun. Sebagai seorang imam tertahbis, saya pun tidak memiliki hak" untuk membagikan komuni suci; melainkan ini merupakan suatu hak istimewa yang dideligasikan oleh Uskup.
Sebab itu, walau awam dapat berperan sebagai pelayan luar biasa komuni suci, dan sungguh memberikan pelayanan yang berharga bagi paroki, namun kita harus tetap tunduk pada norma-norma Gereja. Norma-norma ditetapkan Gereja demi menjamin penghormatan serta proteksi terhadap Sakramen Mahakudus.
* Fr. Saunders is dean of the Notre Dame Graduate School of Christendom College and pastor of Queen of Apostles Parish, both in Alexandria.
sumber : "Straight Answers: Distribution of Communion: A Privilege, Not a Right" by Fr. William P. Saunders; Arlington Catholic Herald, Inc; Copyright �1998 Arlington Catholic Herald, Inc. All rights reserved; www.catholicherald. Com disesuaikan dengan : "Redemptionis Sacramentum" dikeluarkan oleh Kongregasi Ibadat dan Tata-Tertib Sakramen; diterbitkan oleh Komisi Liturgi Konferensi Waligereja Indonesia
Diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin The Arlington Catholic Herald." (http://www.indocell.net/yesaya/id711.htm)
oleh: Romo William P. Saunders *
Dalam laporan mengenai kunjungan Bapa Suci Yohanes Paulus II ke Austria, saya membaca komentar mengenai keterlibatan kaum awan dalam bermacam ragam pelayanan dan bagaimana Vatikan mengeluarkan pernyataan mengenainya. Sebagai seorang Katolik senior, saya selalu mempertanyakan keterlibatan kaum awam dalam membantu membagikan komuni suci. Bagaimanakah sebenarnya keterlibatan kaum awam dalam hal ini?
~ seorang pembaca di Alexandria
Pada tanggal 13 November 1997, delapan lembaga Vatikan, dengan persetujuan Bapa Suci, menerbitkan suatu pedoman yang berjudul "Beberapa Pertanyaan mengenai Kerjasama Umat Beriman Tak Tertahbis dalam Pelayanan Imam." Pedoman ini membahas peran serta umat beriman: dalam pelayanan Sabda, termasuk menyampaikan khotbah; dalam perayaan-perayaan liturgis, termasuk membagikan komuni suci dan menghantar komuni suci apabila imam berhalangan dalam pelayanan orang sakit. Sesungguhnya, motivasi dari diterbitkannya pedoman ini adalah untuk mengatasi penyimpangan- penyimpangan tertentu yang muncul dalam bidang-bidang ini. Di samping itu, Gereja hendak mengajukan kembali perbedaan antara peran `imamat jabatan' dari para klerus tertahbis, dan peran `imamat umum' dari semua orang yang telah dibaptis.
Dalam menjawab pertanyaan ini, kita akan membatasi pembahasan kita pada peran Pelayan Ekaristi. Di sini, patut kita camkan dua prinsip pokok: Pertama, anugerah paling berharga yang dipercayakan Kristus kepada Gereja-Nya adalah Ekaristi yang Mahakudus, Sakramen Tubuh dan Darah-Nya. Ekaristi, seperti dimaklumkan Konsili Vatikan II, adalah pusat dan puncak sembah sujud kita sebagai orang Katolik. Kedua, pastor paroki hendaknya memastikan bahwa Ekaristi Mahakudus adalah sungguh pusat kehidupan paroki dan bahwa umat beriman dihidupi melalui perayaan-perayaan khidmad semua sakramen, teristimewa melalui penerimaan Sakramen Ekaristi Mahakudus dan Sakramen Tobat sesering mungkin (Kanon 528, No. 2).
Berdasarkan pemahaman di atas, maka istilah "Pelayan Ekaristi" hanya dapat diberikan pada seorang imam. Para imamlah yang harus menerimakan komuni kepada kaum awam di antara umat beriman pada saat perayaan Misa. Sebab itu, seperti dimaklumkan Kitab Hukum Kanonik, "Pelayan biasa komuni suci adalah uskup, imam dan diakon." (No. 910.1). Di samping para pelayan tertahbis, dikenal juga pelayan luar biasa komuni suci. "Pelayan luar biasa komuni suci adalah akolit atau orang beriman lain yang ditugaskan sesuai ketentuan" (No. 910.2) untuk membantu membagikan komuni suci kepada umat beriman.
Pada tanggal 25 Maret 2004, Kongregasi untuk Ibadat dan Tata-Tertib Sakramen bekerjasama dengan Kongregasi untuk Ajaran Iman, menerbitkan instruksi "Redemptionis Sacramentum" (= Sakramen Penebusan) di mana dibahas lebih lanjut mengenai para pelayan luar biasa (= tak lazim) komuni suci yang diperkenankan membantu imam hanya dalam batasan-batasan tertentu:
[1] bila jumlah orang beriman yang ingin menyambut komuni begitu besar, sehingga perayaan Misa itu akan terlalu lama (teristimewa sejak dilonggarkannya "hukum puasa" yang lama);
[2] bila imam berhalangan karena kesehatan, usia lanjut, atau alasan lain yang wajar;
[3] bila sejumlah mereka yang sakit dan harus tinggal di rumah di berbagai tempat (rumah-rumah sakit, rumah-rumah perawatan, atau rumah-rumah pribadi) membutuhkan pelayanan agar dapat menerima komuni suci secara teratur.
Karena alasan-alasan di atas, Vatikan memperkenankan Uskup untuk menunjuk "seorang yang pantas" untuk keadaan-keadaan khusus atau untuk suatu jangka waktu tertentu guna membantu para pelayan biasa untuk membagikan komuni suci.
Penunjukkan para pelayan luar biasa komuni suci dan hak istimewa untuk membagikan komuni suci diberikan demi kebaikan umat beriman dan hanya dalam kasus-kasus yang mendesak. Para calon pelayan luar biasa komuni suci wajib diberi pengarahan yang pantas dan wajib mengamalkan hidup Kristiani yang saleh. Mereka harus memiliki devosi mendalam kepada Ekaristi Kudus dan menjadi teladan dalam kesalehan dan sembah sujud. Para pelayan luar biasa komuni suci wajib memiliki cinta yang luar biasa kepada Ekaristi Kudus dan kepada Gereja, Tubuh Kristus.
Di keuskupan kami, seorang yang ditunjuk haruslah seorang dewasa berusia sekurang-kurangnya 21 tahun. Calon wajib mengikuti pengarahan yang diadakan oleh Komisi Liturgi. Setelah mendapatkan rekomendasi dari pastor, Uskup melantik para pelayan luar biasa komuni suci untuk suatu periode selama tiga tahun, yang sesudahnya dapat diperpanjang. Tetapi, pelantikan ini hanya berlaku bagi pelayanan di dalam suatu paroki tertentu.
Namun demikian, diperingatkan pula dalam instruksi akan bahaya penyelewengan hak istimewa ini hingga mengaburkan peran imamat jabatan. Para pelayan luar biasa adalah sungguh "luar biasa" dan bukan "biasa". Mereka hanya diperkenankan membagikan komuni suci sesuai dengan ketentuan di atas. Di samping itu, praktek-praktek tertentu hendaknya dibatasi: para pelayan luar biasa komuni suci tidak dapat menerimakan komuni suci kepada diri mereka sendiri atau selain dari umat beriman seolah mereka adalah konselebran dalam perayaan Misa, dan mereka tidak diperkenankan membagikan komuni suci apabila jumlah pelayan tertahbis mencukupi untuk membagikan komuni suci.
Dalam pelayanan imamat saya sendiri, saya melihat perlunya keterlibatan awam sebagai pelayan luar biasa komuni suci, teristimewa dalam mengunjungi orang-orang sakit, mereka yang harus tinggal di rumah, dan yang berada di tempat-tempat perawatan. Oleh karena bantuan mereka, umat beriman dapat menerima komuni suci lebih sering. Namun demikian, pelayanan para pelayan luar biasa ini tidak menghindarkan imam dari mengunjungi mereka yang sakit, teristimewa dalam melayani Sakramen Tobat dan Sakramen Pengurapan Orang Sakit. Lagipula, saya telah diperkaya oleh devosi dan kasih dari sebagian para pelayan luar biasa ini kepada Sakramen Mahakudus. Saya mengenal beberapa pelayan luar biasa yang pada mulanya menolak ketika diminta untuk melaksanakan pelayanan ini karena mereka merasa "tidak layak" - suatu tanda kerendahan hati. Dan, saya melihat banyak dari antara mereka yang dengan setia mengambil resiko dalam segala macam cuaca buruk demi mengunjungi umat yang ada dalam pelayanan mereka.
Sebaliknya, saya juga melihat penyelewengan- penyelewengan. Beberapa tahun lalu, saya memimpin Sakramen Pernikahan sepupu saya, mempelai laki-laki. Imam, yang berasal dari keuskupan utara dan yang juga adalah sahabat keluarga mempelai perempuan, berkonselebrasi bersama saya. Imam itu beranggapan bahwa akan "mengesankan" jika mempelai perempuan dan mempelai laki-laki saling menerimakan komuni suci. Saya menolak. Tetapi katanya, "Semua majalah-majalah liturgis populer menyarankan hal ini." Saya mengatakan, "Tetapi, Gereja tidak."
Imam hendak menyelewengkan hak istimewa dan memerosotkan hak istimewa yang sakral ini menjadi sesuatu yang murahan.
Suatu ketika saya ditugaskan ke sebuah paroki kecil yang memiliki tiga imam aktif dan seorang diakon. Tidak ada kebutuhan akan adanya asisten dalam membagikan komuni suci dalam Misa. Para pelayan Ekaristi mengunjungi rumah-rumah sakit dan juga rumah-rumah perawatan setempat. Setelah Misa, seorang perempuan dari Massachusetts bertanya, "Mengapakah tidak ada awam yang membantu membagikan komuni?" Setelah saya menjawab, ia berkata sambil beranjak pergi, "Vatikan II memberikan hak kepada kami untuk itu." Vatikan II tidak memberikan hak ini kepada siapa pun. Sebagai seorang imam tertahbis, saya pun tidak memiliki hak" untuk membagikan komuni suci; melainkan ini merupakan suatu hak istimewa yang dideligasikan oleh Uskup.
Sebab itu, walau awam dapat berperan sebagai pelayan luar biasa komuni suci, dan sungguh memberikan pelayanan yang berharga bagi paroki, namun kita harus tetap tunduk pada norma-norma Gereja. Norma-norma ditetapkan Gereja demi menjamin penghormatan serta proteksi terhadap Sakramen Mahakudus.
* Fr. Saunders is dean of the Notre Dame Graduate School of Christendom College and pastor of Queen of Apostles Parish, both in Alexandria.
sumber : "Straight Answers: Distribution of Communion: A Privilege, Not a Right" by Fr. William P. Saunders; Arlington Catholic Herald, Inc; Copyright �1998 Arlington Catholic Herald, Inc. All rights reserved; www.catholicherald. Com disesuaikan dengan : "Redemptionis Sacramentum" dikeluarkan oleh Kongregasi Ibadat dan Tata-Tertib Sakramen; diterbitkan oleh Komisi Liturgi Konferensi Waligereja Indonesia
Diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin The Arlington Catholic Herald." (http://www.indocell.net/yesaya/id711.htm)