Buku Evangeliarium memuat perikop-perikop Injil yang diwartakan dalam perayaan liturgi pada hari Minggu, Hari Raya, Pesta Tuhan dan Hari Khusus, serta dalam Perayaan dan Misa misa Ritual, seperti Liturgi Inisiasi, Liturgi Tahbisan, Penerimaan Calon untuk Diakon dan Imamat, Pelantikan Pelayan Liturgi, Liturgi Orang Sakit, Liturgi Perkawinan, Pemberkatan Abas dan Abdis, Pengudusan Perawan dan Pengikraran Kaul, serta Pemberkatan Gereja, Altar, Piala dan Patena.
Dalam perayaan-perayaan Liturgi meriah, khususnya dalam Perayaan Ekaristi, Evangeliarium diberi penghormatan sangat khusus, misalnya diarak dengan sedikit diangkat pada saat perarakan masuk, didupai, dicium setelah pewartaan Injil dan Uskup memberkati Umat dengan buku ini dalam bentuk tanda salib besar.
Peranan simbolis.
Sesuai dengan keluhuran martabat dan peranan simbolis dari buku liturgis resmi Bahasa Indonesia untuk Ritus Latin ini, maka Evangeliarium disusun dengan baik dan dicetak dalam bentuk yang besar, indah dan menawan.
Spesifikasi buku Evangeliarium yang dicetak oleh Percetakan PT Gramedia, antara lain sebagai berikut:
Ukuran buku 24 cm x 34 cm, 780 halaman, beratnya sekitar @ 5 kg. Agar buku ini dapat disimpan dengan baik, setelah digunakan, disertakan juga Box Sleeve (kotak penyimpan).
Promulgasi Presidium KWI
Dalam Surat Promulgasi KWI yang ditanda tangani oleh Mgr. M.D Situmorang OFMCap (Ketua KWI) dan Mgr. Johannes Pujasumarta (Sekretaris Jendral KWI), menyebutkan bahwa pada awal Pekan Suci, Minggu Palma, 17 April 2011, buku Evangeliarium ini mulai diberlakukan secara resmi untuk digunakan dalam perayaan liturgi di keuskupan-keuskupan di seluruh Indonesia. Gereja Katedral, Gereja Paroki, Kapel-kapel Seminari dan Biara diharapkan memiliki dan menggunakan buku liturgi Evangeliarium ini. Tata cara penggunaan buku Evangeliarium dijelaskan pada bagian awal buku ini.
Tentang Evangeliarum
Kehadiran Kristus secara khusus dinyatakan dalam pembacaan Injil. Dalam bentuk simbolis pesan ilahi mau dinyatakan secara publik, resmi dan agung. Maka, ada suatu ritus yang mendahului Bacaan Injil. Ritus ini disebut Ritus Perarakan Buku Bacaan Injil.
Istilah latin untuk Buku Bacaan Injil ialah Evangeliarium, yaitu suatu buku khusus yang berisi bacaan-bacaan dari Injil dan berfungsi sebagai buku liturgis. Bacaan-bacaan itu sudah dipilih dan diedit untuk keperluan Liturgi Sabda, sesuai dengan Tata Bacaan Misa. Biasanya, Kitab Injil itu berhias dan tampak anggun, karena Buku ini juga merupakan simbol Kristus yang hadir dalam perayaan liturgi.
Lectionarium adalah Buku Bacaan Misa yang berupa kumpulan bacaan-bacaan litugis untuk Perayaan Ekaristi, termasuk Injilnya juga. Jadi, yang diarak bukan Lectionarium tetapi Evangeliarium dalam prosesi masuk pada Ritus Pembuka.
Dalam perarakan masuk, sambil membawa Kitab Injil (Evangeliarium) yang sedikit diangkat, diakon (bukan prodiakon) berjalan di depan imam atau di sampingnya. Setibanya di depan altar, diakon langsung menempatkan Evangeliarium di tempatnya, sesudah itu ia bersama imam mencium altar.
Kalau dalam perayaan Ekaristi dipakai dupa, waktu bait pengantar Injil dilagukan, diakon membantu imam mengisi pendupaan. Kemudian ia membungkuk khidmat di depan imam dan meminta berkat, sesudah itu diakon membungkuk mengambil Kitab Injil yang sedikit diangkat. Para putra altar yang membawa pendupaan serta lilin berjalan di depan diakon. Sesampainya di mimbar, diakon sambil membuka tangan, memberi salam kepada umat untuk mewartakan injil. Setelah selesai mewartakan Injil, diakon membawa Kitab Injil ke tempat lain yang telah disediakan yang anggun dan serasi (bukan di altar).
Sumber : http://santoantonius.blogspot.com/2011/04/buku-liturgi-evangeliarium.html
Showing posts with label Evangeliarium. Show all posts
Showing posts with label Evangeliarium. Show all posts
Sunday, October 7, 2012
Friday, August 10, 2012
Evangeliarium
oleh : Jacobus Tarigan Pr
Santo Hieronimus (347-420), seorang rahib dan pujangga Gereja menegaskan, �Tidak mengenal Kitab Suci berarti tidak mengenal Kristus.� Penegasan ini dikutip lagi oleh Konsili Vatikan II, dalam Konstitusi Dei Verbum No 25. Selanjutnya, Hieronimus mengingatkan bahwa tempat yang paling tepat untuk membaca dan mendengarkan Sabda Allah adalah liturgi. Maka, belum cukup hanya merenungkan sendiri Kitab Suci. Tafsiran ilmiah terhadap Kitab Suci pun hanya bersifat membantu. Karena bagi Hieronimus, penafsiran Kitab Suci yang otentik selalu harus sesuai dengan iman Gereja Katolik.
Kita harus membaca Kitab Suci dalam komunio dengan Gereja yang hidup. Kalau Kitab Suci dibacakan dalam Gereja, terutama dalam Perayaan Ekaristi, maka Allah sendiri berbicara kepada umat-Nya dan Kristus hadir dalam Sabda-Nya. Liturgi Sabda sama penting dengan Liturgi Ekaristi. Hendaknya umat sungguh memahami makna pelbagai simbol dalam Liturgi Sabda. Karena bagaimanapun, liturgi berciri simbolis karena partisipasi kita dalam hidup Allah masih berlangsung �dalam cermin�. Simbol tidak hadir untuk dirinya sendiri, melainkan untuk apa yang disimbolkan.
Evangeliarium adalah buku yang memuat bacaan-bacaan Injil untuk hari Minggu dan hari raya tahun A, B, C, untuk pesta Tuhan, Hari Raya Khusus, Perayaan dan Misa ritual. Evangeliarium yang diterbitkan oleh KWI, 2011 adalah buku liturgis resmi bahasa Indonesia untuk Ritus Latin di wilayah gerejawi Indonesia. Bacaan Injil diambil dari terjemahan Alkitab Lembaga Alkitab Indonesia dan Lembaga Biblika Indonesia. Buku ini mulai diberlakukan pada awal Pekan Suci, Minggu Palma, 17 April 2011.
Dalam Misa, khususnya dalam Liturgi Sabda, kehadiran Evangeliarium itu sendiri melambangkan kehadiran Kristus di tengah umat-Nya. Buku ini diletakkan pada bagian tengah altar sebelum Misa, dalam keadaan tertutup. Ketika perarakan masuk, buku ini dibawa oleh diakon atau lektor dengan cara sedikit diangkat agar terlihat oleh umat dan diletakkan di altar. Sebelum pemakluman Injil, diakon menuju altar, membungkuk memberi hormat, dan membawa Evangeliarium ke mimbar, didahului oleh putra altar yang membawa lilin dan pendupaan.
Sebelum dibacakan, Evangeliarium didupai. Selesai membaca, buku ini dicium dan dibawa ke meja samping, bukan altar. Arakan, mencium, dan mendupai merupakan simbol penghormatan kepada Kristus yang hadir di tengah umat-Nya. Keharuman dari dupa melambangkan pewahyuan Allah dan kehadiran keselamatan. �Dengan perantaraan kami, Ia menyebarkan keharuman pengenalan akan Dia di mana-mana. Sebab, bagi Allah, kami adalah bau yang harum dari Kristus di tengah-tengah mereka yang diselamatkan dan di antara mereka yang binasa� (2 Kor. 2:14-15). Demikian pula selain lambang penghormatan, ciuman pun melambangkan keakraban dengan Kitab Suci. Membungkuk di hadapan Kitab Suci melambangkan sikap merendahkan diri di hadapan Tuhan yang Mahaagung.
Evangeliarium dicetak secara istimewa untuk mendukung simbol yang dihadirkannya. Kita menghormati Evangeliarium, BUKAN karena dicetak di surga, BUKAN DITURUNKAN dari atas surga, bukan karena memuat nasihat-nasihat moralistis murahan dan hukum-hukum yang menakutkan, TETAPI, karena Evangeliarium melambangkan kehadiran Kristus di tengah umat-Nya, yang sedang merayakan liturgi.
�Ia hadir dalam sabda-Nya, sebab Ia sendiri bersabda bila Kitab Suci dibacakan dalam Gereja� (SC 7). Dengan membaca Kitab Suci, kita mengenal Kristus, yang menampakkan wajah KASIH Allah.
Sumber : http://www.hidupkatolik.com/2011/06/06/evangeliarium
Santo Hieronimus (347-420), seorang rahib dan pujangga Gereja menegaskan, �Tidak mengenal Kitab Suci berarti tidak mengenal Kristus.� Penegasan ini dikutip lagi oleh Konsili Vatikan II, dalam Konstitusi Dei Verbum No 25. Selanjutnya, Hieronimus mengingatkan bahwa tempat yang paling tepat untuk membaca dan mendengarkan Sabda Allah adalah liturgi. Maka, belum cukup hanya merenungkan sendiri Kitab Suci. Tafsiran ilmiah terhadap Kitab Suci pun hanya bersifat membantu. Karena bagi Hieronimus, penafsiran Kitab Suci yang otentik selalu harus sesuai dengan iman Gereja Katolik.
Kita harus membaca Kitab Suci dalam komunio dengan Gereja yang hidup. Kalau Kitab Suci dibacakan dalam Gereja, terutama dalam Perayaan Ekaristi, maka Allah sendiri berbicara kepada umat-Nya dan Kristus hadir dalam Sabda-Nya. Liturgi Sabda sama penting dengan Liturgi Ekaristi. Hendaknya umat sungguh memahami makna pelbagai simbol dalam Liturgi Sabda. Karena bagaimanapun, liturgi berciri simbolis karena partisipasi kita dalam hidup Allah masih berlangsung �dalam cermin�. Simbol tidak hadir untuk dirinya sendiri, melainkan untuk apa yang disimbolkan.
Evangeliarium adalah buku yang memuat bacaan-bacaan Injil untuk hari Minggu dan hari raya tahun A, B, C, untuk pesta Tuhan, Hari Raya Khusus, Perayaan dan Misa ritual. Evangeliarium yang diterbitkan oleh KWI, 2011 adalah buku liturgis resmi bahasa Indonesia untuk Ritus Latin di wilayah gerejawi Indonesia. Bacaan Injil diambil dari terjemahan Alkitab Lembaga Alkitab Indonesia dan Lembaga Biblika Indonesia. Buku ini mulai diberlakukan pada awal Pekan Suci, Minggu Palma, 17 April 2011.
Dalam Misa, khususnya dalam Liturgi Sabda, kehadiran Evangeliarium itu sendiri melambangkan kehadiran Kristus di tengah umat-Nya. Buku ini diletakkan pada bagian tengah altar sebelum Misa, dalam keadaan tertutup. Ketika perarakan masuk, buku ini dibawa oleh diakon atau lektor dengan cara sedikit diangkat agar terlihat oleh umat dan diletakkan di altar. Sebelum pemakluman Injil, diakon menuju altar, membungkuk memberi hormat, dan membawa Evangeliarium ke mimbar, didahului oleh putra altar yang membawa lilin dan pendupaan.
Sebelum dibacakan, Evangeliarium didupai. Selesai membaca, buku ini dicium dan dibawa ke meja samping, bukan altar. Arakan, mencium, dan mendupai merupakan simbol penghormatan kepada Kristus yang hadir di tengah umat-Nya. Keharuman dari dupa melambangkan pewahyuan Allah dan kehadiran keselamatan. �Dengan perantaraan kami, Ia menyebarkan keharuman pengenalan akan Dia di mana-mana. Sebab, bagi Allah, kami adalah bau yang harum dari Kristus di tengah-tengah mereka yang diselamatkan dan di antara mereka yang binasa� (2 Kor. 2:14-15). Demikian pula selain lambang penghormatan, ciuman pun melambangkan keakraban dengan Kitab Suci. Membungkuk di hadapan Kitab Suci melambangkan sikap merendahkan diri di hadapan Tuhan yang Mahaagung.
Evangeliarium dicetak secara istimewa untuk mendukung simbol yang dihadirkannya. Kita menghormati Evangeliarium, BUKAN karena dicetak di surga, BUKAN DITURUNKAN dari atas surga, bukan karena memuat nasihat-nasihat moralistis murahan dan hukum-hukum yang menakutkan, TETAPI, karena Evangeliarium melambangkan kehadiran Kristus di tengah umat-Nya, yang sedang merayakan liturgi.
�Ia hadir dalam sabda-Nya, sebab Ia sendiri bersabda bila Kitab Suci dibacakan dalam Gereja� (SC 7). Dengan membaca Kitab Suci, kita mengenal Kristus, yang menampakkan wajah KASIH Allah.
Sumber : http://www.hidupkatolik.com/2011/06/06/evangeliarium