Hal paling mendasar yang harus disadari oleh seorang lektor adalah bahwa ia seorang beriman. Lektor adalah pengaku iman, seorang confessor. Untuk dapat menjalankan tugas perutusannya, seorang lektor dituntut lebih dulu untuk mengakui Tuhan dan kebenaran Sabda-Nya dalam Kitab Suci. Ia juga harus percaya sepenuhnya bahwa Gereja dan liturginya memang dikehendaki Tuhan sebagai sarana keselamatan.
Dalam konteks peribadatan suci Gereja, khususnya dalam Liturgi Sabda, lektor harus percaya bahwa �bila Alkitab dibacakan dalam Gereja, Allah sendiri bersabda kepada umat-Nya� (PUMR 29; bdk. SC 33). Kepercayaan yang sama hendaklah diberikan pada saat Injil dibacakan diakon atau imam sebagai saat Kristus sendiri hadir dan menyampaikan sabda-Nya (PUMR 55). Lektor hendaklah percaya bahwa dalam Liturgi Sabda Allah sungguh hadir melalui Sabda yang dibacakannya. Bahkan, ia diundang untuk percaya akan kehadiran Allah sepanjang Perayaan Misa Kudus.
Dari kesadaran ini diharapkan lektor mampu melaksanakan tugas pembacaan Sabda Allah sebagai sarana mengekspresikan imannya. Karena itu lektor diharapkan mampu menjadi pribadi yang selalu haus akan Sabda Tuhan dan siap menghidupi kebenaran Kitab Suci. Ia diundang untuk terbuka dan mau dijiwai oleh Sabda Tuhan agar dirinya selalu gembira dan berani menampilkan kesaksian hidup. Dari lektor diharapkan muncul sikap-sikap pokok seperti disiplin, hormat dan taat pada Sabda Tuhan.
Didukung oleh pemahaman biblis dan ketrampilan teknisnya, penghayatan rohani lektor harus mampu menghadirkan Allah yang sedang bersabda. Melalui suaranya, lektor hendaklah mampu menampilkan Roh Allah yang tersembunyi di balik kata-kata Kitab Suci yang penuh daya. Lektor dipanggil untuk mampu menghadirkan kembali karya keselamatan Allah dalam sejarah manusia sebagaimana terlukis indah dalam seluruh teks Kitab Suci. Melalui gema suaranya, lektor diharapkan dapat mengaktualkan kekuatan Sabda Tuhan yang menghibur dan meneguhkan, menggembirakan dan menghidupkan, memberi berkat dan menyelamatkan. Lektor diharap mampu menghadirkan kehendak Allah sendiri yang senantiasa ingin membangun, menjaga, merawat dan menyempurnakan jemaat Kristus hingga menjadi Yerusalem surgawi. Di sisi lain, hendaklah lektor menggunakan kemampuannya dengan optimal agar segenap jemaat mampu menangkap pewahyuan dan buah-buah rahmat Tuhan dalam Sabda yang dibacakannya. Bahkan, melalui suaranya lektor diharapkan dapat mengantar jemaat ke dalam perjumpaan dengan Allah sendiri dan semakin masuk ke dalam persekutuan dengan-Nya.
Tugas lektor oleh karena itu sungguh sangat luhur. Lektor adalah utusan, duta Tuhan untuk menyampaikan Sabda-Nya dalam liturgi Gereja. Untuk itu, para lektor dipilih dari antara jemaat untuk diberi kepercayaan dan kemudian dilantik untuk tugas pelayanan pembacaan Sabda Allah. Lektor dipilih untuk menyampaikan Sabda Allah sebagaimana Allah sendiri ingin menyampaikannya. Bagaikan nabi, lektor adalah penyambung lidah Tuhan, komunikator dan juru bicara Tuhan. Hendaklah lektor menyediakan dirinya sebagai alat bagi Tuhan untuk menyampaikan Sabda-Nya. Hendaklah lektor membiarkan Allah hidup di dalam gema suaranya dan menyediakan diri penuh ketaatan untuk selalu digerakkan oleh daya Roh Kudus. Adalah bantuan khas lektor untuk membantu jemaat menangkap pesan Tuhan seperti yang dikehendaki-Nya. Tidak kurang. Tidak lebih.
Sumber :
http://programkatekese.blogspot.com/2011/07/lektor-visi-batin-dan-semangat.html#more
Showing posts with label Lektor. Show all posts
Showing posts with label Lektor. Show all posts
Friday, April 26, 2013
Saturday, August 18, 2012
Menyadari Panggilan dan Perannya Sebagai Lektor
Bidang peran lektor ada dalam area pelayanan liturgi kudus. Tiga hal pokok perlu disadari oleh setiap lektor.
Pertama, keberadaan lektor terkait dengan identitasnya sebagai orang beriman - berkat pembaptisannya, dan tempatnya dalam tata komunitas Gereja - berkat peran pelayanannya.
Kedua, panggilan lektor ada di bidang liturgi, yakni peribadatan kudus di mana Allah hadir dan menyelenggarakan karya keselamatan-Nya.
Ketiga, peran lektor terletak pada partisipasinya dalam pelayanan liturgis.
Pokok pertama bermanfaat untuk mengingatkan kontribusi dan tanggungjawab partisipatif (participatio actuosa) sebagai anggota jemaat. �Perayaan Ekaristi adalah tindakan Kristus sendiri bersama umat Allah yang tersusun secara hirarkis� (PUMR 16). Sebagai demikian, Perayaan Ekaristi merupakan perayaan umat (SC 41; ME 3d; PUMR 19, 34) di mana jemaat beriman dan para pelayan liturgi berperan menurut tugas dan fungsi partisipatif masing-masing (PUMR 17).
Pokok kedua berguna untuk mengingatkan bahwa liturgi bukanlah seremoni profan. Sebaliknya, liturgi merupakan tindakan kudus dari Kristus Imam Agung dan Tubuh-Nya, yakni Gereja (SC 7). Sebagaimana Allah kudus dari hakikat-Nya, demikian pula Gereja dan liturgi itu sendiri suci dari martabatnya. Karena itu, pelayanan lektor hendaklah dilaksanakan dalam citra batin liturgi yang agung dan mulia serta sikap penghayatan penuh rasa hormat dan takut akan Allah, kedalaman syukur dan keheningan sukacita. Lektor sendiri hendaklah selalu memurnikan diri dalam semangat pertobatan.
Pokok ketiga membantu memotivasi agar lektor menyadari tugasnya sebagai panggilan pelayanan bagi umat Allah (PUMR 97). Dari mereka diharapkan kemudahan untuk membiasakan diri serius dalam mempersiapkan diri, melatih ketrampilan serta selalu mengevaluasi pelaksanaan tugasnya. Diharapkan pula agar mereka senantiasa melakukan tugas pembacaan Sabda Tuhan dalam norma kesempurnaan: benar, baik dan indah.
Ketiga pokok kesadaran tersebut sangat berarti bagi lektor untuk mensyukuri karunia iman yang diterimanya serta mengekspresikannya dalam pelayanan tugas pembacaan Sabda Allah. Dalam semangat mengekspresikan imannya, hendaklah lektor menyadari bahwa dirinya dipanggil untuk menyampaikan, melalui suaranya, Sabda yang berasal dari Tuhan sendiri. Ekspresi iman ini hendaklah ditopang oleh penghayatan mendalam citra dirinya sebagai penyampai Sabda Allah.
Sumber : http://programkatekese.blogspot.com/
Pertama, keberadaan lektor terkait dengan identitasnya sebagai orang beriman - berkat pembaptisannya, dan tempatnya dalam tata komunitas Gereja - berkat peran pelayanannya.
Kedua, panggilan lektor ada di bidang liturgi, yakni peribadatan kudus di mana Allah hadir dan menyelenggarakan karya keselamatan-Nya.
Ketiga, peran lektor terletak pada partisipasinya dalam pelayanan liturgis.
Pokok pertama bermanfaat untuk mengingatkan kontribusi dan tanggungjawab partisipatif (participatio actuosa) sebagai anggota jemaat. �Perayaan Ekaristi adalah tindakan Kristus sendiri bersama umat Allah yang tersusun secara hirarkis� (PUMR 16). Sebagai demikian, Perayaan Ekaristi merupakan perayaan umat (SC 41; ME 3d; PUMR 19, 34) di mana jemaat beriman dan para pelayan liturgi berperan menurut tugas dan fungsi partisipatif masing-masing (PUMR 17).
Pokok kedua berguna untuk mengingatkan bahwa liturgi bukanlah seremoni profan. Sebaliknya, liturgi merupakan tindakan kudus dari Kristus Imam Agung dan Tubuh-Nya, yakni Gereja (SC 7). Sebagaimana Allah kudus dari hakikat-Nya, demikian pula Gereja dan liturgi itu sendiri suci dari martabatnya. Karena itu, pelayanan lektor hendaklah dilaksanakan dalam citra batin liturgi yang agung dan mulia serta sikap penghayatan penuh rasa hormat dan takut akan Allah, kedalaman syukur dan keheningan sukacita. Lektor sendiri hendaklah selalu memurnikan diri dalam semangat pertobatan.
Pokok ketiga membantu memotivasi agar lektor menyadari tugasnya sebagai panggilan pelayanan bagi umat Allah (PUMR 97). Dari mereka diharapkan kemudahan untuk membiasakan diri serius dalam mempersiapkan diri, melatih ketrampilan serta selalu mengevaluasi pelaksanaan tugasnya. Diharapkan pula agar mereka senantiasa melakukan tugas pembacaan Sabda Tuhan dalam norma kesempurnaan: benar, baik dan indah.
Ketiga pokok kesadaran tersebut sangat berarti bagi lektor untuk mensyukuri karunia iman yang diterimanya serta mengekspresikannya dalam pelayanan tugas pembacaan Sabda Allah. Dalam semangat mengekspresikan imannya, hendaklah lektor menyadari bahwa dirinya dipanggil untuk menyampaikan, melalui suaranya, Sabda yang berasal dari Tuhan sendiri. Ekspresi iman ini hendaklah ditopang oleh penghayatan mendalam citra dirinya sebagai penyampai Sabda Allah.
Sumber : http://programkatekese.blogspot.com/
Monday, August 13, 2012
Persiapan, Pelaksanaan dan Evaluasi Tugas Lektor
Sebelum membahas persiapan dan pelaksanaan tugas, baik terlebih dahulu ditegaskan kembali tugas dan peranan Lektor dalam tata liturgi Gereja Katolik.
* Lektor dilantik untuk mewartakan bagi jemaat bacaan-bacaan dari Alkitab, kecuali Injil (PUMR 99), yakni Bacaan I atau II, atau bahkan - bila tidak ada petugas lain, juga kedua bacaan yang ada.
* Lektor, bila tak ada pemazmur, boleh membawakan mazmur tanggapan (PUMR 99) setelah saat hening yang menyusul Bacaan I (PUMR 196).
* Lektor, jika tidak ada diakon, boleh juga membawakan doa-doa umat setelah lebih dahulu dibuka imam (PUMR 197).
* Lektor, jika tak ada lagu pembuka dan nyanyian komuni, boleh membawakan antifon pembuka dan antifon komuni yang terdapat dalam Misale kecuali kalau antifon-antifon itu didaraskan oleh jemaat atau imam (PUMR 48,87, 198).
* Tugas lektor istimewa, sebab meskipun pada saat bertugas ada pelayan tertahbis, tugas itu harus dijalankannya sendiri (PUMR 99) sesuai kebiasaan tradisi (PUMR 59). Meski dalam kasus lektor tidak hadir, imam atau bahkan umat comotan, dapat mengambil alih tugas pembacaan sebelum Injil (ibid.), tugas lektor tetap memiliki kehormatan tersendiri untuk selalu dipenuhi sesuai martabatnya.
Tata Gerak Pelaksanaan Tugas Lektor (Lihat PUMR 194 - 195)
* Dalam prosesi menuju altar (dianjurkan terutama untuk misa hari-hari raya); bila tidak ada diakon, lektor - dengan mengambil posisi di depan imam selebran / konselebran (PUMR 120), dapat membawa Evangeliarium (Kitab Injil yang khusus memuat teks yang dipakai sepanjang tahun kalender liturgi; hindari membawa lembar teks misa!) dengan sedikit mengangkatnya di depan dada dan cover depan menghadap ke depan. Jika tidak membawa Evangeliarium, lektor berjalan dalam deret para pelayan lain (PUMR 195). Saat tiba di depan altar (di bawah panti imam), ketika rombongan prosesi lain berlutut, lektor membungkuk khidmat, kemudian berdiri bersama dan membawa Evangeliarium langsung ke altar serta meletakkannya di atasnya (baik bila ada book stand yang layak) lalu berbalik berjalan bersamaan dengan petugas-petugas lain menuju tempat duduk yang telah disediakan khusus (dianjurkan di antara umat di deret terdepan, dan tidak di wilayah panti imam).
* Segera setelah imam selebran menyelesaikan Doa Pembuka, lektor berdiri dari tempat duduknya, berjalan menuju panti imam, berhenti dan berlutut sejenak (cukup 3 detik) di depari altar pusat, berdiri (tanpa tunduk lagi) lalu berjalan menuju mimbar baca atau ambo tanpa perlu menundukkan kepala ke arah imam selebran duduk. Berlutut di depan altar pusat dapat diganti dengan menundukkan kepala jika di belakang altar pusat tidak terdapat tabernakel (yang berisi tubuh Kristus).
* Sambil berdiri tegak (tak satu pun kaki dimainkan, ditekuk atau jinjit sekali pun) segera lakukan persiapan kilat :
1. Buka Lectionarium tepat pada halaman yang akan dibaca (pastikan sudah ditandai sebelumnya entah dengan pita atau pembatas lain),
2. Pastikan microphone pada posisi on dan level ketinggiannya sesuai,
3. Letakkan kedua tangan di atas-pinggir buku Lectionarium (untuk memastikan lembar halaman tidak terbalik tertiup udara mengalir; dan bila diperlukan, dalam posisi ini salah satu tangan dapat berfungsi untuk membantu mata mengikuti proses pembacaan).
* Awalilah membaca dengan rumusan, �Bacaan diambil dari �.� (tanpa menyebut rubrik, bab maupun ayatnya) dan setelah jeda sejenak (cukup 3 detik) lanjutkan membaca teks keseluruhan. Kata-kata �Bacaan Pertama� atau �Bacaan Kedua� tidak perlu dibaca juga, sebab itu hanya judul, berkedudukan sama seperti Doa Pembuka, Doa Syukur Agung, Komuni dsb.(7) Akhiri dengan rumusan, �Demikianlah sabda Tuhan� setelah lebih dahulu memberi waktu jeda 3 detik pada akhir teks.
* Setelah selesai pembacaan Sabda Allah, lektor berjalan menuju depan altar, berhenti dan berlutut khidmat (3 detik) menghadap altar pusat lalu berdiri berbalik berjalan menuju tempat duduk semula.
PERSIAPAN SEBELUM BERTUGAS
* Jauh hari memastikan diri telah mengetahui teks bacaan yang akan dibawakan (dapat melalui kalendarium liturgi).
* Bacalah teks yang akan dibawakan, upayakan memahami dengan baik pesannya.
* Pahami jenis teksnya, analisa dan urailah strukturnya, buatlah penuntun penggalan frasa baca, buatlah juga ragam tanda baca.
* Menyediakan waktu untuk berlatih membaca berulangkali hingga sebaik mungkin dan dengan cara-cara kreatif (di depan cermin, direkam untuk kemudian didengar ulang, di depan orang lain atau suatu tim agar mendapat masukan dan kritik).
* Selain latihan pribadi serupa itu, baik pula jika diagendakan latihan bersama lektor lain. Ketua tim liturgi paroki, atau yang diserahi tanggung jawab melatih, bisa ikut hadir menyaksikan dan turut memberi masukan dan bimbingan.
* Baik bila membiasakan diri untuk melatih diri on the spot, bagaikan suatu gladhi bersih, pada saat menjelang tugas.
PELAKSANAAN TUGAS
* Biasakan diri datang bertugas minim 30 menit sebelum misa dimulai - terutama bila mengikuti prosesi, agar cukup waktu untuk berganti busana (mungkin), menenangkan diri dan berdoa batin.
* Bila tidak mengikuti prosesi dan tidak memakai busana liturgis, pastikan busana yang dikenakan sungguh layak dan pantas(8) untuk tujuan peribadatan suci, terutama lektor wanita yang kadang agak complicated dalam urusan ini. Sekedar tips bagi lektor putri. Untuk pakaian, hindari pemakaian tank top, T-shirt / blouse tanpa lengan (u can see), berdada rendah atau pun ketat model pressed body, atasan off shoulder (bahu terbuka), rok di atas lutut dan celana panjang yang terlalu hipster. Untuk busana, hindari juga jenis kain tipis semrawang serta model dan warna mencolok. Untuk alas kaki, hindari sepatu berhak terlalu tinggi dan berbahan rawan licin. Hindari pula pemakaian kosmetik dan asesoris berlebihan. Jangan menginginkan anda lebih menarik dari Sabda Tuhan sendiri.
* Bila duduk dan tidak membawa sendiri Lectionarium, pastikan lebih dahulu pada saat Misa belum dimulai bahwa di atas mimbar Sabda sudah ada Lectionarium dimaksud dan bahwa teks yang akan dibaca telah diberi tanda pembatas. Saat itu juga, meski bukan tugas lektor, pastikan pula bahwa microphone berada dalam keadaan siap.
* Saat berjalan menuju mimbar, jika membawa Lectionarium, hayatilah bahwa anda sedang memegang ayat-ayat suci, kitab yang mengandung Sabda Tuhan sendiri. Sadarilah bahwa anda sedang berdiri di panti imam, sangat dekat dengan tabernakel tempat Allah yang kudus bertahta.
* Saat membacakan Sabda Tuhan adalah saat ketika segenap kemampuan teknis, penguasaan alat dan suasana, pengalaman dan penghayatan terbaik (yang telah dilatih sebelumnya) anda buktikan.
* Selama membaca hendaklah menjaga bahasa tubuh terjaga penuh kewibawaan, mengatur irama nafas yang dalam dan halus, dan membangun suara komunikatif tanpa kehilangan warna magis.
EVALUASI SETELAH BERTUGAS
* Baik bila lektor membiasakan diri untuk mengadakan evaluasi pasca pelaksanaan tugas, baik secara jujur lewat introspeksi diri maupun melalui input atau kritik dari orang lain atau tim liturgi. Bergunalah untuk menggunakan jasa evaluasi tersebut bagi kepentingan diri meningkatkan kualitas baca.
* Bahkan, demi membangun budaya kualitas tersebut, baik bila tim liturgi paroki secara rutin menggelar lomba lektor dengan para pemenang diberi hadiah tugas baca dalam misa-misa hari raya besar seperti Paska dan Natal, atau misa-misa penting lainnya. Bila kebiasaan ini dijaga rutin, bukan tidak mungkin membaca Sabda Allah akan dihargai sebagai tugas terhormat.
* Baik jika di bawah koordinasi tim liturgi paroki, para lektor secara periodik diajak untuk berkumpul sebagai satu komunitas. Pertemuan ini dapat digunakan untuk sekedar berbagi pengalaman atau pun untuk tujuan yang lebih spesifik seperti pembekalan, pembinaan, latihan bersama, doa bersama dsb.
* Baik juga bila komunitas lektor dalam suatu paroki diberi kesempatan, sekurangnya sekali setahun, untuk memperoleh penyegaran rohani entah melalui rekoleksi maupun retret.
Artikel-artikel tentang Lektor bersumber dari tulisan: P. Dicky Rukmanto, Pr., Ketua Komisi Liturgi Keuskupan Surabaya, di: http://www.indocell.net/yesaya/pustaka2/id555.htm
http://programkatekese.blogspot.com/2011/07/lektor-persiapan-pelaksanaan-dan.html
* Lektor dilantik untuk mewartakan bagi jemaat bacaan-bacaan dari Alkitab, kecuali Injil (PUMR 99), yakni Bacaan I atau II, atau bahkan - bila tidak ada petugas lain, juga kedua bacaan yang ada.
* Lektor, bila tak ada pemazmur, boleh membawakan mazmur tanggapan (PUMR 99) setelah saat hening yang menyusul Bacaan I (PUMR 196).
* Lektor, jika tidak ada diakon, boleh juga membawakan doa-doa umat setelah lebih dahulu dibuka imam (PUMR 197).
* Lektor, jika tak ada lagu pembuka dan nyanyian komuni, boleh membawakan antifon pembuka dan antifon komuni yang terdapat dalam Misale kecuali kalau antifon-antifon itu didaraskan oleh jemaat atau imam (PUMR 48,87, 198).
* Tugas lektor istimewa, sebab meskipun pada saat bertugas ada pelayan tertahbis, tugas itu harus dijalankannya sendiri (PUMR 99) sesuai kebiasaan tradisi (PUMR 59). Meski dalam kasus lektor tidak hadir, imam atau bahkan umat comotan, dapat mengambil alih tugas pembacaan sebelum Injil (ibid.), tugas lektor tetap memiliki kehormatan tersendiri untuk selalu dipenuhi sesuai martabatnya.
Tata Gerak Pelaksanaan Tugas Lektor (Lihat PUMR 194 - 195)
* Dalam prosesi menuju altar (dianjurkan terutama untuk misa hari-hari raya); bila tidak ada diakon, lektor - dengan mengambil posisi di depan imam selebran / konselebran (PUMR 120), dapat membawa Evangeliarium (Kitab Injil yang khusus memuat teks yang dipakai sepanjang tahun kalender liturgi; hindari membawa lembar teks misa!) dengan sedikit mengangkatnya di depan dada dan cover depan menghadap ke depan. Jika tidak membawa Evangeliarium, lektor berjalan dalam deret para pelayan lain (PUMR 195). Saat tiba di depan altar (di bawah panti imam), ketika rombongan prosesi lain berlutut, lektor membungkuk khidmat, kemudian berdiri bersama dan membawa Evangeliarium langsung ke altar serta meletakkannya di atasnya (baik bila ada book stand yang layak) lalu berbalik berjalan bersamaan dengan petugas-petugas lain menuju tempat duduk yang telah disediakan khusus (dianjurkan di antara umat di deret terdepan, dan tidak di wilayah panti imam).
* Segera setelah imam selebran menyelesaikan Doa Pembuka, lektor berdiri dari tempat duduknya, berjalan menuju panti imam, berhenti dan berlutut sejenak (cukup 3 detik) di depari altar pusat, berdiri (tanpa tunduk lagi) lalu berjalan menuju mimbar baca atau ambo tanpa perlu menundukkan kepala ke arah imam selebran duduk. Berlutut di depan altar pusat dapat diganti dengan menundukkan kepala jika di belakang altar pusat tidak terdapat tabernakel (yang berisi tubuh Kristus).
* Sambil berdiri tegak (tak satu pun kaki dimainkan, ditekuk atau jinjit sekali pun) segera lakukan persiapan kilat :
1. Buka Lectionarium tepat pada halaman yang akan dibaca (pastikan sudah ditandai sebelumnya entah dengan pita atau pembatas lain),
2. Pastikan microphone pada posisi on dan level ketinggiannya sesuai,
3. Letakkan kedua tangan di atas-pinggir buku Lectionarium (untuk memastikan lembar halaman tidak terbalik tertiup udara mengalir; dan bila diperlukan, dalam posisi ini salah satu tangan dapat berfungsi untuk membantu mata mengikuti proses pembacaan).
* Awalilah membaca dengan rumusan, �Bacaan diambil dari �.� (tanpa menyebut rubrik, bab maupun ayatnya) dan setelah jeda sejenak (cukup 3 detik) lanjutkan membaca teks keseluruhan. Kata-kata �Bacaan Pertama� atau �Bacaan Kedua� tidak perlu dibaca juga, sebab itu hanya judul, berkedudukan sama seperti Doa Pembuka, Doa Syukur Agung, Komuni dsb.(7) Akhiri dengan rumusan, �Demikianlah sabda Tuhan� setelah lebih dahulu memberi waktu jeda 3 detik pada akhir teks.
* Setelah selesai pembacaan Sabda Allah, lektor berjalan menuju depan altar, berhenti dan berlutut khidmat (3 detik) menghadap altar pusat lalu berdiri berbalik berjalan menuju tempat duduk semula.
PERSIAPAN SEBELUM BERTUGAS
* Jauh hari memastikan diri telah mengetahui teks bacaan yang akan dibawakan (dapat melalui kalendarium liturgi).
* Bacalah teks yang akan dibawakan, upayakan memahami dengan baik pesannya.
* Pahami jenis teksnya, analisa dan urailah strukturnya, buatlah penuntun penggalan frasa baca, buatlah juga ragam tanda baca.
* Menyediakan waktu untuk berlatih membaca berulangkali hingga sebaik mungkin dan dengan cara-cara kreatif (di depan cermin, direkam untuk kemudian didengar ulang, di depan orang lain atau suatu tim agar mendapat masukan dan kritik).
* Selain latihan pribadi serupa itu, baik pula jika diagendakan latihan bersama lektor lain. Ketua tim liturgi paroki, atau yang diserahi tanggung jawab melatih, bisa ikut hadir menyaksikan dan turut memberi masukan dan bimbingan.
* Baik bila membiasakan diri untuk melatih diri on the spot, bagaikan suatu gladhi bersih, pada saat menjelang tugas.
PELAKSANAAN TUGAS
* Biasakan diri datang bertugas minim 30 menit sebelum misa dimulai - terutama bila mengikuti prosesi, agar cukup waktu untuk berganti busana (mungkin), menenangkan diri dan berdoa batin.
* Bila tidak mengikuti prosesi dan tidak memakai busana liturgis, pastikan busana yang dikenakan sungguh layak dan pantas(8) untuk tujuan peribadatan suci, terutama lektor wanita yang kadang agak complicated dalam urusan ini. Sekedar tips bagi lektor putri. Untuk pakaian, hindari pemakaian tank top, T-shirt / blouse tanpa lengan (u can see), berdada rendah atau pun ketat model pressed body, atasan off shoulder (bahu terbuka), rok di atas lutut dan celana panjang yang terlalu hipster. Untuk busana, hindari juga jenis kain tipis semrawang serta model dan warna mencolok. Untuk alas kaki, hindari sepatu berhak terlalu tinggi dan berbahan rawan licin. Hindari pula pemakaian kosmetik dan asesoris berlebihan. Jangan menginginkan anda lebih menarik dari Sabda Tuhan sendiri.
* Bila duduk dan tidak membawa sendiri Lectionarium, pastikan lebih dahulu pada saat Misa belum dimulai bahwa di atas mimbar Sabda sudah ada Lectionarium dimaksud dan bahwa teks yang akan dibaca telah diberi tanda pembatas. Saat itu juga, meski bukan tugas lektor, pastikan pula bahwa microphone berada dalam keadaan siap.
* Saat berjalan menuju mimbar, jika membawa Lectionarium, hayatilah bahwa anda sedang memegang ayat-ayat suci, kitab yang mengandung Sabda Tuhan sendiri. Sadarilah bahwa anda sedang berdiri di panti imam, sangat dekat dengan tabernakel tempat Allah yang kudus bertahta.
* Saat membacakan Sabda Tuhan adalah saat ketika segenap kemampuan teknis, penguasaan alat dan suasana, pengalaman dan penghayatan terbaik (yang telah dilatih sebelumnya) anda buktikan.
* Selama membaca hendaklah menjaga bahasa tubuh terjaga penuh kewibawaan, mengatur irama nafas yang dalam dan halus, dan membangun suara komunikatif tanpa kehilangan warna magis.
EVALUASI SETELAH BERTUGAS
* Baik bila lektor membiasakan diri untuk mengadakan evaluasi pasca pelaksanaan tugas, baik secara jujur lewat introspeksi diri maupun melalui input atau kritik dari orang lain atau tim liturgi. Bergunalah untuk menggunakan jasa evaluasi tersebut bagi kepentingan diri meningkatkan kualitas baca.
* Bahkan, demi membangun budaya kualitas tersebut, baik bila tim liturgi paroki secara rutin menggelar lomba lektor dengan para pemenang diberi hadiah tugas baca dalam misa-misa hari raya besar seperti Paska dan Natal, atau misa-misa penting lainnya. Bila kebiasaan ini dijaga rutin, bukan tidak mungkin membaca Sabda Allah akan dihargai sebagai tugas terhormat.
* Baik jika di bawah koordinasi tim liturgi paroki, para lektor secara periodik diajak untuk berkumpul sebagai satu komunitas. Pertemuan ini dapat digunakan untuk sekedar berbagi pengalaman atau pun untuk tujuan yang lebih spesifik seperti pembekalan, pembinaan, latihan bersama, doa bersama dsb.
* Baik juga bila komunitas lektor dalam suatu paroki diberi kesempatan, sekurangnya sekali setahun, untuk memperoleh penyegaran rohani entah melalui rekoleksi maupun retret.
Artikel-artikel tentang Lektor bersumber dari tulisan: P. Dicky Rukmanto, Pr., Ketua Komisi Liturgi Keuskupan Surabaya, di: http://www.indocell.net/yesaya/pustaka2/id555.htm
http://programkatekese.blogspot.com/2011/07/lektor-persiapan-pelaksanaan-dan.html
Tuesday, August 7, 2012
Tugas Pelayanan Lektor dalam Ekaristi
Arti Kata
Lektor berasal dari kata benda bahasa Latin lector yang berarti pembaca. Istilah ini mengacu pada petugas khusus dalam liturgi yang membacakan secara lantang Firman Tuhan yang tertulis dalam Buku Bacaan (Lectionarium) atau dalam Kitab Suci, biasanya dari mimbar Sabda, agar dapat didengar dengan mudah dan dipahami dengan baik oleh seluruh umat yang hadir dalam perayaan liturgi.
Sedikit sejarahnya.
Sejarah lektor bisa dijejaki hingga ke periode Perjanjian Lama. Dalam liturgi sabda di sinagoga, seseorang membacakan Sabda Tuhan yang diambil dari Kitab Taurat dan Para Nabi. Pembaca muncul dari tengah umat dan membuka gulungan Kitab Suci lalu membacakannya dengan lantang. Sesudah pembacaan biasanya ia memberikan penjelasan tentang isi bacaan itu.
Dalam tradisi Kristen, kebiasaan membaca Kitab Suci sudah terdapat dalam Gereja. Perdana. Pada abad II membaca Firman Tuhan adalah kebiasaan khusus kaum klerus. Pada abad ke-5 kebiasaan ini hilang. Mulai dipakai anak muda yang tinggal di asrama uskup. Mereka mendapat pendidikan khusus dan belajar membaca. Kelompok mereka disebut Schola Lectorum. Pada abad ke 6 dan 7 dan selanjutnya anak muda dari Schola Lectorum mulai belajar secara khusus pengetahuan dan ketrampilan musik dan nyanyian sehingga pendidikannya disebut Schola Cantorum. Karena itu mereka tak laksanakan tugas kewajiban membaca. Maka subdiakon atau diakonlah yang membawakan bacaan dalam perayaan meriah
Kini sesudah pembaharuan Konsili Vatikan II, dalam Ministeria Quaedam, lektor sebagai pembaca Firman Tuhan merupakan satu jenjang pelayanan yang harus dilaksanakan oleh seorang calon imam sebelum menerima tahbisan diakon dan imam. Tugas pelayanan ini dapat dilaksanakan oleh orang awam setelah memenuhi persyaratan-persyaratan yang dituntut.
Tugas umum dan khusus lektor:
# Menyiapkan bacaan
# Bisa membawa Evangeliarium (Buku Bacaan Injil) dalam perarakan masuk
# Bisa membawakan Mazmur Tanggapan
# Membacakan bacaan I dan II. Inilah tugas khususnya
Refleksi dan petunjuk praktis tentang tugas lektor
# Yang Anda lakukan adalah suatu keterlibatan dalam seluruh karya Roh Tuhan untuk membuka hati umat Allah terhadap sabda-Nya yang kudus.
# Yang anda lakukan adalah suatu tugas kewajiban untuk menceriterakan sejarah keluarga bangsa umat Allah, bukan hanya sejarah bangsa Israel. Dan sejarah itu adalah sejarah keselamatan yang sedang Anda alami dan yang akan Anda alami.
# Yang anda lakukan adalah mewartakan sabda Allah, sabda yang benar-benar menyelamatkan bukan membinasakan atau menghancurkan manusia. Maka Anda harus yakin akan bunyi sabda ini dan daya gaungnya yang kuat dan membaharui. Maka ada sabda yang bernada keras menegur tetapi bermanfaat untuk membangun rasa sesal dan tobat.
# Anda adalah utusan dari Allah untuk menegaskan bahwa Allah setia dalam cinta-Nya terhadap manusia, bahwa Allah setia memperdengarkan Sabda-Nya dan menepati janji-janji-Nya.
# Tugas Anda adalah mewartakan sabda yang menantang dan menuntut jawaban, yang menyapa dan menyentuh hati manusia.
# Anda mewartakan sabda yang menyembuhkan, yang menguatkan, dan yang menghibur.
# Yang Anda lakukan adalah suatu pelayanan di meja sabda Allah yang menghalau kelaparan hati manusia akan kebenaran.
# Yang Anda lakukan adalah menawarkan kisah tentang karya-karya agung Allah yang menyanggupkan orang beriman untuk mengambil bagian dalam perjamuan Ekaristi, yang menjadi alasan utama dan penting untuk bersyukur dan bermadah.
# Yang Anda lakukan tidak lebih juga tidak kurang daripada menjadi pelayan suara Allah sendiri yang bersabda di tengah-tengah umat-Nya. Keseluruhan sikap dan tindakanmu haruslah sedemikian meyakinkan sehingga umat dapat merasakan dan mengalami kehadiran Allah sendiri ketika sabdaNya Anda maklumkan.
Pelaksanaan Pelayanan Sabda
# Datanglah ke tempat perayaan, sambil berdoa sungguh-sungguh kepada Allah agar RohNya membuka hatimu terhadap sabda-Nya yang Anda hendak maklumkan.
# Siapkanlah bacaan Kitab Suci, pelajari isi dan pahamilah pesan teks bacaan, simpanlah semua itu dalam lubuk hatimu dan biarkanlah Sabda Allah itu meresapi seluruh dirimu lebih dahulu sebelum Anda memaklumkan-Nya kepada orang lain.
# Tampillah dengan sikap hormat dan khidmat terhadap Sang Sabda yang Anda mau maklumkan. Itu adalah sabda Tuhan sendiri.
# Datanglah ke tempat pelayanan sabda sebagai orang yang diadili dan sekaligus diselamatkan oleh Sang Sabda yang Anda wartakan. Camkanlah ini : setiap orang dapat membacakan Kitab Suci di depan umum tetapi hanyalah orang beriman yang dapat memaklumkan dan mewartakan-Nya.
# Berdirilah di Mimbar Baca, meja dari sabda Allah sendiri, seakan Anda adalah Allah sendiri, dengan sikap hormat dan khidmat;
# Boleh Anda nyatakan rasa hormat dengan menundukkan kepala di depan KS; itulah tabernakel tempat semayam Allah sendiri.
# Peganglah Buku Bacaan Kitab Suci, bukalah dan temukanlah bagian yang hendak dibacakan; tatanglah buku itu di atas kedua tanganmu dan rasakanlah kehadiran Sang Sabda itu sendiri.
# Yakinlah akan kehadiran-Nya sebelum Anda mewartakan-Nya dengan penuh keyakinan; keyakinan yang Anda punyai dapat membantu meyakinkan umat atau pendengar akan daya dampak dari kehadiran sabda-Nya dalam hidup sehari-hari.
# Lalu lepaskanlah pandanganmu ke arah persekutuan jemaat dan sadarilah bahwa mereka adalah Tubuh Tuhan sendiri yang sabda-Nya Anda wartakan. Mereka adalah Tubuh Tuhan, sabda yang telah menjelma. Hormatilah dan hargailah Tubuh Tuhan itu dengan melaksanakan tugasmu secara bertanggungjawab.
# Biarkanlah sabda Tuhan tinggal dalam hati dan suaramu sehingga apa yang Anda wartakan muncul dari suatu sumber yang penuh hikmah, mengalir dari sebuah lubuk yang dalam, terpancar keluar dari sebuah hati yang tertebus. Suara yang jelas dan meyakinkan merupakan ungkapan dari rahasia yang dalam itu.
# Biarkanlah suaramu menggemakan sabdaNya dengan keyakinan tapi penuh kelembutan, dengan kepastian tetapi penuh keramahan, dengan daya kekuatan dan kuasa tetapi mengagumkan dan menyentuh, dengan ketegaran tetapi penuh kemurahan.
# Ingatlah bahwa kisah yang Anda ceritakan bukanlah sebuah novel baru yang dibaca untuk memuaskan rasa ingin tahu. Kitab Suci merupakan sebuah kejadian, sebuah peristiwa, sebuah kisah pengalaman hidup tentang penyelamatan dirimu sendiri yang selalu Anda ingin ceritakan berulang-ulang kali dengan penuh semangat dan keyakinan.
# Bagai seorang nabi, kadang-kadang Anda mesti mewartakan sesuatu yang tak suka didengar oleh umat, yang menegur dan memperingatkan dosa-dosanya, yang menuntut tobat sempurna, dan yang menghakimi dengan adil. Kiranya Anda ingat pada saat itu bahwa sabda yang sama keras ditujukan kepadamu. Jangan pernah membayangkan bahwa fungsi pelayananmu menempatkanmu di atas tuntutan sabda yang Anda wartakan.
# Mewartakan sabda dengan jelas, tegas, keras, dan penuh keyakinan, haruslah dibarengi dengan sikap rendah hati dan ikhlas.
# Kiranya setiap lektor membina sikap dasar untuk selalu belajar (sesuatu yang membantu) agar dapat mewartakan Sabda Allah dengan berdaya guna. Kesediaan untuk memperbaiki diri dan keterbukaan terhadap segala macam kritik akan sangat menolong pembentukan diri menjadi pelayan sabda yang baik dan setia.
# Yakinlah bahwa Allah bersabda dan berkarya, mencipta dan menebus, menghibur dan menyelamatkan melalui Anda, melalui tugas yang Anda laksanakan dan melalui hidup yang Anda hayati.
# Semoga pelantikan yang Anda terima dapat menjadi suatu kesempatan penuh rahmat. Kiranya dengan demikian nama Allah semakin dipuji dan semakin banyak orang menikmati kegembiraan dan keselamatan.
Sumber : http://romopatris.blogspot.com/
Lektor berasal dari kata benda bahasa Latin lector yang berarti pembaca. Istilah ini mengacu pada petugas khusus dalam liturgi yang membacakan secara lantang Firman Tuhan yang tertulis dalam Buku Bacaan (Lectionarium) atau dalam Kitab Suci, biasanya dari mimbar Sabda, agar dapat didengar dengan mudah dan dipahami dengan baik oleh seluruh umat yang hadir dalam perayaan liturgi.
Sedikit sejarahnya.
Sejarah lektor bisa dijejaki hingga ke periode Perjanjian Lama. Dalam liturgi sabda di sinagoga, seseorang membacakan Sabda Tuhan yang diambil dari Kitab Taurat dan Para Nabi. Pembaca muncul dari tengah umat dan membuka gulungan Kitab Suci lalu membacakannya dengan lantang. Sesudah pembacaan biasanya ia memberikan penjelasan tentang isi bacaan itu.
Dalam tradisi Kristen, kebiasaan membaca Kitab Suci sudah terdapat dalam Gereja. Perdana. Pada abad II membaca Firman Tuhan adalah kebiasaan khusus kaum klerus. Pada abad ke-5 kebiasaan ini hilang. Mulai dipakai anak muda yang tinggal di asrama uskup. Mereka mendapat pendidikan khusus dan belajar membaca. Kelompok mereka disebut Schola Lectorum. Pada abad ke 6 dan 7 dan selanjutnya anak muda dari Schola Lectorum mulai belajar secara khusus pengetahuan dan ketrampilan musik dan nyanyian sehingga pendidikannya disebut Schola Cantorum. Karena itu mereka tak laksanakan tugas kewajiban membaca. Maka subdiakon atau diakonlah yang membawakan bacaan dalam perayaan meriah
Kini sesudah pembaharuan Konsili Vatikan II, dalam Ministeria Quaedam, lektor sebagai pembaca Firman Tuhan merupakan satu jenjang pelayanan yang harus dilaksanakan oleh seorang calon imam sebelum menerima tahbisan diakon dan imam. Tugas pelayanan ini dapat dilaksanakan oleh orang awam setelah memenuhi persyaratan-persyaratan yang dituntut.
Tugas umum dan khusus lektor:
# Menyiapkan bacaan
# Bisa membawa Evangeliarium (Buku Bacaan Injil) dalam perarakan masuk
# Bisa membawakan Mazmur Tanggapan
# Membacakan bacaan I dan II. Inilah tugas khususnya
Refleksi dan petunjuk praktis tentang tugas lektor
# Yang Anda lakukan adalah suatu keterlibatan dalam seluruh karya Roh Tuhan untuk membuka hati umat Allah terhadap sabda-Nya yang kudus.
# Yang anda lakukan adalah suatu tugas kewajiban untuk menceriterakan sejarah keluarga bangsa umat Allah, bukan hanya sejarah bangsa Israel. Dan sejarah itu adalah sejarah keselamatan yang sedang Anda alami dan yang akan Anda alami.
# Yang anda lakukan adalah mewartakan sabda Allah, sabda yang benar-benar menyelamatkan bukan membinasakan atau menghancurkan manusia. Maka Anda harus yakin akan bunyi sabda ini dan daya gaungnya yang kuat dan membaharui. Maka ada sabda yang bernada keras menegur tetapi bermanfaat untuk membangun rasa sesal dan tobat.
# Anda adalah utusan dari Allah untuk menegaskan bahwa Allah setia dalam cinta-Nya terhadap manusia, bahwa Allah setia memperdengarkan Sabda-Nya dan menepati janji-janji-Nya.
# Tugas Anda adalah mewartakan sabda yang menantang dan menuntut jawaban, yang menyapa dan menyentuh hati manusia.
# Anda mewartakan sabda yang menyembuhkan, yang menguatkan, dan yang menghibur.
# Yang Anda lakukan adalah suatu pelayanan di meja sabda Allah yang menghalau kelaparan hati manusia akan kebenaran.
# Yang Anda lakukan adalah menawarkan kisah tentang karya-karya agung Allah yang menyanggupkan orang beriman untuk mengambil bagian dalam perjamuan Ekaristi, yang menjadi alasan utama dan penting untuk bersyukur dan bermadah.
# Yang Anda lakukan tidak lebih juga tidak kurang daripada menjadi pelayan suara Allah sendiri yang bersabda di tengah-tengah umat-Nya. Keseluruhan sikap dan tindakanmu haruslah sedemikian meyakinkan sehingga umat dapat merasakan dan mengalami kehadiran Allah sendiri ketika sabdaNya Anda maklumkan.
Pelaksanaan Pelayanan Sabda
# Datanglah ke tempat perayaan, sambil berdoa sungguh-sungguh kepada Allah agar RohNya membuka hatimu terhadap sabda-Nya yang Anda hendak maklumkan.
# Siapkanlah bacaan Kitab Suci, pelajari isi dan pahamilah pesan teks bacaan, simpanlah semua itu dalam lubuk hatimu dan biarkanlah Sabda Allah itu meresapi seluruh dirimu lebih dahulu sebelum Anda memaklumkan-Nya kepada orang lain.
# Tampillah dengan sikap hormat dan khidmat terhadap Sang Sabda yang Anda mau maklumkan. Itu adalah sabda Tuhan sendiri.
# Datanglah ke tempat pelayanan sabda sebagai orang yang diadili dan sekaligus diselamatkan oleh Sang Sabda yang Anda wartakan. Camkanlah ini : setiap orang dapat membacakan Kitab Suci di depan umum tetapi hanyalah orang beriman yang dapat memaklumkan dan mewartakan-Nya.
# Berdirilah di Mimbar Baca, meja dari sabda Allah sendiri, seakan Anda adalah Allah sendiri, dengan sikap hormat dan khidmat;
# Boleh Anda nyatakan rasa hormat dengan menundukkan kepala di depan KS; itulah tabernakel tempat semayam Allah sendiri.
# Peganglah Buku Bacaan Kitab Suci, bukalah dan temukanlah bagian yang hendak dibacakan; tatanglah buku itu di atas kedua tanganmu dan rasakanlah kehadiran Sang Sabda itu sendiri.
# Yakinlah akan kehadiran-Nya sebelum Anda mewartakan-Nya dengan penuh keyakinan; keyakinan yang Anda punyai dapat membantu meyakinkan umat atau pendengar akan daya dampak dari kehadiran sabda-Nya dalam hidup sehari-hari.
# Lalu lepaskanlah pandanganmu ke arah persekutuan jemaat dan sadarilah bahwa mereka adalah Tubuh Tuhan sendiri yang sabda-Nya Anda wartakan. Mereka adalah Tubuh Tuhan, sabda yang telah menjelma. Hormatilah dan hargailah Tubuh Tuhan itu dengan melaksanakan tugasmu secara bertanggungjawab.
# Biarkanlah sabda Tuhan tinggal dalam hati dan suaramu sehingga apa yang Anda wartakan muncul dari suatu sumber yang penuh hikmah, mengalir dari sebuah lubuk yang dalam, terpancar keluar dari sebuah hati yang tertebus. Suara yang jelas dan meyakinkan merupakan ungkapan dari rahasia yang dalam itu.
# Biarkanlah suaramu menggemakan sabdaNya dengan keyakinan tapi penuh kelembutan, dengan kepastian tetapi penuh keramahan, dengan daya kekuatan dan kuasa tetapi mengagumkan dan menyentuh, dengan ketegaran tetapi penuh kemurahan.
# Ingatlah bahwa kisah yang Anda ceritakan bukanlah sebuah novel baru yang dibaca untuk memuaskan rasa ingin tahu. Kitab Suci merupakan sebuah kejadian, sebuah peristiwa, sebuah kisah pengalaman hidup tentang penyelamatan dirimu sendiri yang selalu Anda ingin ceritakan berulang-ulang kali dengan penuh semangat dan keyakinan.
# Bagai seorang nabi, kadang-kadang Anda mesti mewartakan sesuatu yang tak suka didengar oleh umat, yang menegur dan memperingatkan dosa-dosanya, yang menuntut tobat sempurna, dan yang menghakimi dengan adil. Kiranya Anda ingat pada saat itu bahwa sabda yang sama keras ditujukan kepadamu. Jangan pernah membayangkan bahwa fungsi pelayananmu menempatkanmu di atas tuntutan sabda yang Anda wartakan.
# Mewartakan sabda dengan jelas, tegas, keras, dan penuh keyakinan, haruslah dibarengi dengan sikap rendah hati dan ikhlas.
# Kiranya setiap lektor membina sikap dasar untuk selalu belajar (sesuatu yang membantu) agar dapat mewartakan Sabda Allah dengan berdaya guna. Kesediaan untuk memperbaiki diri dan keterbukaan terhadap segala macam kritik akan sangat menolong pembentukan diri menjadi pelayan sabda yang baik dan setia.
# Yakinlah bahwa Allah bersabda dan berkarya, mencipta dan menebus, menghibur dan menyelamatkan melalui Anda, melalui tugas yang Anda laksanakan dan melalui hidup yang Anda hayati.
# Semoga pelantikan yang Anda terima dapat menjadi suatu kesempatan penuh rahmat. Kiranya dengan demikian nama Allah semakin dipuji dan semakin banyak orang menikmati kegembiraan dan keselamatan.
Sumber : http://romopatris.blogspot.com/
Saturday, July 28, 2012
Sekilas Jejak Historis Lektor dalam Ekaristi
Keberadaan seorang pembaca Sabda Allah (lector, Latin) dalam peribadatan suci sudah ditemukan dalam tradisi agama Yahudi. Jejaknya dapat dijumpai terutama dalam sumber Perjanjian Lama. Bahkan, dalam sumber Perjanjian Baru, jejak itu masih tampak saat Yesus datang ke Nazaret (Luk 4:16-30), masuk ke rumah ibadat, lalu membaca dan mengajar dari teks Yesaya 61:1-2 : "Roh Tuhan ada pada-Ku / oleh sebab la telah mengurapi Aku / untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin / dan la telah mengutus Aku / untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan / dan penglihatan bagi orang-orang buta / untuk membebaskan orang-orang yang tertindas / untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.�
Dari tradisi peribadatan Yahudi di sinagoga itu, biasanya seorang tampil dari tengah jemaat. Kepadanya diberikan kitab yang diambil dari Kitab Taurat dan Para Nabi. Dan setelah dibuka, dibacalah salah satu teks. Selesai pembacaan, kitab tersebut ditutup dan kemudian diberikan kembali kepada pejabat. Pengajaran menyusul kemudian. Meneruskan tradisi Yahudi, kebiasaan membaca Kitab Suci juga ditemukan dalam era Gereja Perdana (bdk Kis 2:41-47).
Dalam tradisi Gereja, keberadaan lektor ditemukan jejaknya dalam periode abad-abad pertama sejarah kekristenan. Homili St Yustinus martir (wafat sekitar thn 165) menyebut adanya pembaca liturgis, anaginoskon. Paus Cornelius I (251-253), dalam suratnya kepada Fabius dari Antiokhia, menunjukkan bahwa Gereja Roma pada saat itu, selain mempunyai 42 akolit dan 52 eksorsis, memiliki juga sejumlah lektor. Jejak adanya lektor juga ditemukan di Gereja Cirta, Afrika, pada abad keempat saat dilaporkan bahwa Gereja setempat memiliki 4 imam, 3 diakon, 4 subdiakon dan 7 lektor.
Dalam abad-abad awal kekristenan, pembacaan Kitab Suci dalam liturgi, termasuk surat-surat Perjanjian Baru dan Injil, dibawakan oleh lektor. Peran lektor sangat penting dan terhormat, masuk dalam tata tahbisan minor subdiakon, diberikan dalam ritus khusus melalui penumpangan tangan uskup dan disertai doa. Dalam tradisi Gereja Barat, lektor termasuk dalam tingkat kedua dari tata tahbisan minor (ostiarius, lector, exorcista, acolythus). Untuk tingkat tahbisan minor ini tidak dikenakan kewajiban selibat. Juga dalam kebiasaan Gereja Timur, para lektor termasuk dalam tata tahbisan minor sebelum penerimaan diakonat - suatu jenjang menuju imamat dalam tata tahbisan mayor. Dapat dipahami kemudian bahwa peran lektor mengandaikan standar pendidikan khusus. Meskipun eksklusif untuk mereka yang tertarik menjadi imam, kehadiran schola lectorum (sekolah para lektor) pada abad kelima memberi indikasi kuat tentang pentingnya peranan membaca Sabda Allah oleh seorang yang memiliki kualifikasi pantas. Bahkan pada abad 6-7, dengan munculnya schola cantorum (sekolah menyanyi), pembacaan Sabda Allah dengan cara melagukan semakin melambungkan gengsi peran lektor.
Kehormatan peran lektor cukup ditampakkan juga oleh Kanon Barat, khususnya no. 8, yang diyakini berasal dari abad keenam, yang berbicara tentang tata cara pentahbisan. Kanon 8 tersebut menyebutkan, �Ketika seorang lektor ditahbiskan hendaklah uskup berbicara tentang dia kepada jemaat sambil menunjukkan (kelayakan) iman, hidup dan kemampuannya. Setelah itu, sementara jemaat memandangnya, hendaklah uskup memberikannya buku (Kitab Suci), yang darinya harus dibacanya, sambil berkata kepadanya: Terimalah ini dan jadilah pewarta Sabda Allah.�
Sementara kehormatannya tetap terjaga, secara perlahan wilayah tugas lektor berkurang. Sekarang, terutama sejak ada pembaharuan dalam Gereja Roma melalui Konsili Vatikan II (1962-1965) - termasuk pembaharuan dalam liturgi, hak membaca Injil mulai dicabut dari peran lektor. Tugas membaca Injil hanya dipercayakan kepada diakon, atau imam konselebran jika tak ada diakon, atau imam selebran bila tidak ada diakon maupun imam konselebran (PUMR 59). Sedang pembacaan Kitab Suci kecuali Injil - berarti hanya kitab-kitab Perjanjian Lama dan surat-surat Perjanjian Baru, menjadi tugas lektor terlantik (PUMR 99). Meski demikian, bila dalam Perayaan Ekaristi tidak ada lektor terlantik, tugas pembacaan Kitab Suci - melalui Bacaan I dan II, dapat dibawakan oleh umat awam, baik pria maupun wanita, yang memiliki kelayakan. Namun, tak boleh ditolerir, mereka �harus sungguh trampil dan disiapkan secara cermat untuk melaksanakan tugas ini, sehingga dengan mendengarkan bacaan-bacaan dari naskah kudus, umat beriman dapat memupuk dalam diri mereka rasa cinta yang hangat terhadap Alkitab� (PUMR 101).
Sumber : http://programkatekese.blogspot.com/
Dari tradisi peribadatan Yahudi di sinagoga itu, biasanya seorang tampil dari tengah jemaat. Kepadanya diberikan kitab yang diambil dari Kitab Taurat dan Para Nabi. Dan setelah dibuka, dibacalah salah satu teks. Selesai pembacaan, kitab tersebut ditutup dan kemudian diberikan kembali kepada pejabat. Pengajaran menyusul kemudian. Meneruskan tradisi Yahudi, kebiasaan membaca Kitab Suci juga ditemukan dalam era Gereja Perdana (bdk Kis 2:41-47).
Dalam tradisi Gereja, keberadaan lektor ditemukan jejaknya dalam periode abad-abad pertama sejarah kekristenan. Homili St Yustinus martir (wafat sekitar thn 165) menyebut adanya pembaca liturgis, anaginoskon. Paus Cornelius I (251-253), dalam suratnya kepada Fabius dari Antiokhia, menunjukkan bahwa Gereja Roma pada saat itu, selain mempunyai 42 akolit dan 52 eksorsis, memiliki juga sejumlah lektor. Jejak adanya lektor juga ditemukan di Gereja Cirta, Afrika, pada abad keempat saat dilaporkan bahwa Gereja setempat memiliki 4 imam, 3 diakon, 4 subdiakon dan 7 lektor.
Dalam abad-abad awal kekristenan, pembacaan Kitab Suci dalam liturgi, termasuk surat-surat Perjanjian Baru dan Injil, dibawakan oleh lektor. Peran lektor sangat penting dan terhormat, masuk dalam tata tahbisan minor subdiakon, diberikan dalam ritus khusus melalui penumpangan tangan uskup dan disertai doa. Dalam tradisi Gereja Barat, lektor termasuk dalam tingkat kedua dari tata tahbisan minor (ostiarius, lector, exorcista, acolythus). Untuk tingkat tahbisan minor ini tidak dikenakan kewajiban selibat. Juga dalam kebiasaan Gereja Timur, para lektor termasuk dalam tata tahbisan minor sebelum penerimaan diakonat - suatu jenjang menuju imamat dalam tata tahbisan mayor. Dapat dipahami kemudian bahwa peran lektor mengandaikan standar pendidikan khusus. Meskipun eksklusif untuk mereka yang tertarik menjadi imam, kehadiran schola lectorum (sekolah para lektor) pada abad kelima memberi indikasi kuat tentang pentingnya peranan membaca Sabda Allah oleh seorang yang memiliki kualifikasi pantas. Bahkan pada abad 6-7, dengan munculnya schola cantorum (sekolah menyanyi), pembacaan Sabda Allah dengan cara melagukan semakin melambungkan gengsi peran lektor.
Kehormatan peran lektor cukup ditampakkan juga oleh Kanon Barat, khususnya no. 8, yang diyakini berasal dari abad keenam, yang berbicara tentang tata cara pentahbisan. Kanon 8 tersebut menyebutkan, �Ketika seorang lektor ditahbiskan hendaklah uskup berbicara tentang dia kepada jemaat sambil menunjukkan (kelayakan) iman, hidup dan kemampuannya. Setelah itu, sementara jemaat memandangnya, hendaklah uskup memberikannya buku (Kitab Suci), yang darinya harus dibacanya, sambil berkata kepadanya: Terimalah ini dan jadilah pewarta Sabda Allah.�
Sementara kehormatannya tetap terjaga, secara perlahan wilayah tugas lektor berkurang. Sekarang, terutama sejak ada pembaharuan dalam Gereja Roma melalui Konsili Vatikan II (1962-1965) - termasuk pembaharuan dalam liturgi, hak membaca Injil mulai dicabut dari peran lektor. Tugas membaca Injil hanya dipercayakan kepada diakon, atau imam konselebran jika tak ada diakon, atau imam selebran bila tidak ada diakon maupun imam konselebran (PUMR 59). Sedang pembacaan Kitab Suci kecuali Injil - berarti hanya kitab-kitab Perjanjian Lama dan surat-surat Perjanjian Baru, menjadi tugas lektor terlantik (PUMR 99). Meski demikian, bila dalam Perayaan Ekaristi tidak ada lektor terlantik, tugas pembacaan Kitab Suci - melalui Bacaan I dan II, dapat dibawakan oleh umat awam, baik pria maupun wanita, yang memiliki kelayakan. Namun, tak boleh ditolerir, mereka �harus sungguh trampil dan disiapkan secara cermat untuk melaksanakan tugas ini, sehingga dengan mendengarkan bacaan-bacaan dari naskah kudus, umat beriman dapat memupuk dalam diri mereka rasa cinta yang hangat terhadap Alkitab� (PUMR 101).
Sumber : http://programkatekese.blogspot.com/
Wednesday, December 29, 2010
Peran Lektor Sebagai Pelayan Liturgi
Kata �lektor� berasal dari bahasa Latin, juga dari bahasa Perancis, yaitu kata �lecteur�. Dalam perayaan liturgi, lektor menunjuk kepada seseorang yang bertugas untuk melakukan pembacaan Alkitab dalam pelayanan ibadat, yang dilakukan oleh pastor atau para pelayan ibadat. Dengan kata lain, lektor adalah "juru bicara Allah". Lektor sebagai pelayan liturgi bukan hanya sebagai pembaca saja, namun bertugas untuk membawakan dan menyampaikan Sabda Tuhan kepada umat beriman.
Lektor adalah hamba Tuhan yang telah ditunjuk oleh-Nya untuk menjalankan tugas penyampaian firman Tuhan dengan suara yang lantang dan suara dari hati yang penuh sukacita. Untuk itulah dibutuhkan keterampilan dan teknik membaca yang baik, memiliki pemahaman dan penghayatan terhadap bacaan, dan penguasaan Kitab Suci. Selain itu, persiapan batin dan berdoa sebelum bertugas adalah suatu keharusan bagi lektor agar mereka dapat mewartakan Sabda Tuhan kpada umat beriman dengan baik. Lektor yang mempersiapkan dengan baik akan membantu umat mendengarkan Sabda Tuhan dengan baik pula. Sikap umat ketika Sabda Allah diwartakan adalah mendengarkan bukan membuka-buka Kitab Suci atau lembaran misa) (bdk. PUMR 29)
Tugas menjadi lektor merupakah salah satu sarana bagi umat untuk ikut berpartisipasi secara aktif dalam perayaan liturgi, khususnya Ekaristi. Sebagai seorang lektor, umat diberi tugas untuk membaca Kitab Suci dalam perayaan liturgi. Ini berarti pula bahwa seorang lektor menghadirkan Allah yang bersabda kepada umatNya.
Pentingnya tugas lektor dalam membacakan Sabda Allah ini perlu mendapat perhatian yang serius. Oleh sebab itu, peran lektor yang sangat penting ini jangan sampai menjadi batu sandungan dan hambatan bagi umat dalam mendengarkan Sabda Allah. Seorang lektor perlu mempersiapkan diri sebaik mungkin, baik dalam hal-hal praktis dan teknis, maupun dalam penghayatan pribadi akan apa yang dibacakannya. Dengan demikian, anggota Lektor (seharusnya) adalah umat yang memiliki kepribadian yang mantap dan iman yang dewasa. Tantangan dan panggilan seorang lektor adalah menghayati dan mencerminkan Firman Tuhan itu dalam perilaku hidup sehari-hari.
Tips Penampilan Lektor Saat bertugas
1. Pandanglah para pendengar. Sesampai di mimbar kontaklah para pendengar dengan cara memandang mereka. Mereka merasa disapa dan mereka akan memperhatikan pembaca.
2. Perlakukanlah Kitab Suci dengan hormat. Mimbar bukanlah perpustakaan, jangan menumpuk macam-macam buku di mimbar.
3. Pakaian yang pantas untuk pembaca ialah bersih, sopan, untuk lektor wanita yang memakai jubah, jangan memakai celana panjang karena tampak dibawah jubah dan kurang enak dipandang.
Yang perlu dan tidak perlu dibaca, yang boleh dan tidak boleh diganti.
1. Kalimat "Bacaan Pertama/Mazmur tanggapan, Refren dan Bacaan Kedua" tidak perlu dibaca. Demikian juga kalimat yang dicetak miring tidak perlu dibaca,juga bab dan ayat tidak perlu disebutkan.
2. Langsung saja ke "Bacaan dari ..." (bukan "Pembacaan")
3. Beri jedah sebelum membaca , juga setelah selesai bacaan, baru "Demikianlah Sabda Tuhan"
4. Lektor maju dan menghormati altar dengan cara membungkukkan badan. Bila di belakang altar ada tabernakel, lektor berlutut sambil menundukkan badan. Berlutut adalah lutut kanan menyentuh lantai. Sampai di panti imam langsung menuju meja Sabda, tidak perlu menghadap dan meundukkan kepala pada Imam
Lektor adalah hamba Tuhan yang telah ditunjuk oleh-Nya untuk menjalankan tugas penyampaian firman Tuhan dengan suara yang lantang dan suara dari hati yang penuh sukacita. Untuk itulah dibutuhkan keterampilan dan teknik membaca yang baik, memiliki pemahaman dan penghayatan terhadap bacaan, dan penguasaan Kitab Suci. Selain itu, persiapan batin dan berdoa sebelum bertugas adalah suatu keharusan bagi lektor agar mereka dapat mewartakan Sabda Tuhan kpada umat beriman dengan baik. Lektor yang mempersiapkan dengan baik akan membantu umat mendengarkan Sabda Tuhan dengan baik pula. Sikap umat ketika Sabda Allah diwartakan adalah mendengarkan bukan membuka-buka Kitab Suci atau lembaran misa) (bdk. PUMR 29)
Tugas menjadi lektor merupakah salah satu sarana bagi umat untuk ikut berpartisipasi secara aktif dalam perayaan liturgi, khususnya Ekaristi. Sebagai seorang lektor, umat diberi tugas untuk membaca Kitab Suci dalam perayaan liturgi. Ini berarti pula bahwa seorang lektor menghadirkan Allah yang bersabda kepada umatNya.
Pentingnya tugas lektor dalam membacakan Sabda Allah ini perlu mendapat perhatian yang serius. Oleh sebab itu, peran lektor yang sangat penting ini jangan sampai menjadi batu sandungan dan hambatan bagi umat dalam mendengarkan Sabda Allah. Seorang lektor perlu mempersiapkan diri sebaik mungkin, baik dalam hal-hal praktis dan teknis, maupun dalam penghayatan pribadi akan apa yang dibacakannya. Dengan demikian, anggota Lektor (seharusnya) adalah umat yang memiliki kepribadian yang mantap dan iman yang dewasa. Tantangan dan panggilan seorang lektor adalah menghayati dan mencerminkan Firman Tuhan itu dalam perilaku hidup sehari-hari.
Tips Penampilan Lektor Saat bertugas
1. Pandanglah para pendengar. Sesampai di mimbar kontaklah para pendengar dengan cara memandang mereka. Mereka merasa disapa dan mereka akan memperhatikan pembaca.
2. Perlakukanlah Kitab Suci dengan hormat. Mimbar bukanlah perpustakaan, jangan menumpuk macam-macam buku di mimbar.
3. Pakaian yang pantas untuk pembaca ialah bersih, sopan, untuk lektor wanita yang memakai jubah, jangan memakai celana panjang karena tampak dibawah jubah dan kurang enak dipandang.
Yang perlu dan tidak perlu dibaca, yang boleh dan tidak boleh diganti.
1. Kalimat "Bacaan Pertama/Mazmur tanggapan, Refren dan Bacaan Kedua" tidak perlu dibaca. Demikian juga kalimat yang dicetak miring tidak perlu dibaca,juga bab dan ayat tidak perlu disebutkan.
2. Langsung saja ke "Bacaan dari ..." (bukan "Pembacaan")
3. Beri jedah sebelum membaca , juga setelah selesai bacaan, baru "Demikianlah Sabda Tuhan"
4. Lektor maju dan menghormati altar dengan cara membungkukkan badan. Bila di belakang altar ada tabernakel, lektor berlutut sambil menundukkan badan. Berlutut adalah lutut kanan menyentuh lantai. Sampai di panti imam langsung menuju meja Sabda, tidak perlu menghadap dan meundukkan kepala pada Imam
Monday, November 1, 2010
Lektor: Pewarta Sabda Allah
Lektor: Pewarta Sabda Allah
oleh: P. Dicky Rukmanto, Pr *
Sekilas Jejak Historis Lektor
Keberadaan seorang pembaca Sabda Allah (lector, Latin) dalam peribadatan suci sudah ditemukan dalam tradisi agama Yahudi. Jejaknya dapat dijumpai terutama dalam sumber Perjanjian Lama. Bahkan, dalam sumber Perjanjian Baru, jejak itu masih tampak saat Yesus datang ke Nazaret (Luk 4:16-30), masuk ke rumah ibadat, lalu membaca dan mengajar dari teks Yesaya 61:1-2[1].
Dari tradisi peribadatan Yahudi di sinagoga itu, biasanya seorang tampil dari tengah jemaat. Kepadanya diberikan kitab yang diambil dari Kitab Taurat dan Para Nabi. Dan setelah dibuka, dibacalah salah satu teks. Selesai pembacaan, kitab tersebut ditutup dan kemudian diberikan kembali kepada pejabat. Pengajaran menyusul kemudian. Meneruskan tradisi Yahudi, kebiasaan membaca Kitab Suci juga ditemukan dalam era Gereja Perdana (bdk Kis 2:41-47).
Dalam tradisi Gereja, keberadaan lektor ditemukan jejaknya dalam periode abad-abad pertama sejarah kekristenan. Homili St Yustinus martir (wafat sekitar thn 165) menyebut adanya pembaca liturgis, anaginoskon[2]. Paus Cornelius I (251-253), dalam suratnya kepada Fabius dari Antiokhia, menunjukkan bahwa Gereja Roma pada saat itu, selain mempunyai 42 akolit dan 52 eksorsis, memiliki juga sejumlah lektor[3]. Jejak adanya lektor juga ditemukan di Gereja Cirta, Afrika, pada abad keempat saat dilaporkan bahwa Gereja setempat memiliki 4 imam, 3 diakon, 4 subdiakon dan 7 lektor[4].
Dalam abad-abad awal kekristenan, pembacaan Kitab Suci dalam liturgi, termasuk surat-surat Perjanjian Baru dan Injil, dibawakan oleh lektor. Peran lektor sangat penting dan terhormat, masuk dalam tata tahbisan minor subdiakon, diberikan dalam ritus khusus melalui penumpangan tangan uskup dan disertai doa. Dalam tradisi Gereja Barat, lektor termasuk dalam tingkat kedua dari tata tahbisan minor (ostiarius, lector, exorcista, acolythus). Untuk tingkat tahbisan minor ini tidak dikenakan kewajiban selibat. Juga dalam kebiasaan Gereja Timur, para lektor termasuk dalam tata tahbisan minor sebelum penerimaan diakonat - suatu jenjang menuju imamat dalam tata tahbisan mayor. Dapat dipahami kemudian bahwa peran lektor mengandaikan standar pendidikan khusus. Meskipun eksklusif untuk mereka yang tertarik menjadi imam, kehadiran schola lectorum (sekolah para lektor) pada abad kelima memberi indikasi kuat tentang pentingnya peranan membaca Sabda Allah oleh seorang yang memiliki kualifikasi pantas. Bahkan pada abad 6-7, dengan munculnya schola cantorum (sekolah menyanyi), pembacaan Sabda Allah dengan cara melagukan semakin melambungkan gengsi peran lektor.
Kehormatan peran lektor cukup ditampakkan juga oleh Kanon Barat, khususnya no. 8, yang diyakini berasal dari abad keenam, yang berbicara tentang tata cara pentahbisan. Kanon 8 tersebut menyebutkan, "Ketika seorang lektor ditahbiskan hendaklah uskup berbicara tentang dia kepada jemaat sambil menunjukkan (kelayakan) iman, hidup dan kemampuannya. Setelah itu, sementara jemaat memandangnya, hendaklah uskup memberikannya buku (Kitab Suci), yang darinya harus dibacanya, sambil berkata kepadanya: Terimalah ini dan jadilah pewarta Sabda Allah."[5]
Sementara kehormatannya tetap terjaga, secara perlahan wilayah tugas lektor berkurang. Sekarang, terutama sejak ada pembaharuan dalam Gereja Roma melalui Konsili Vatikan II (1962-1965) - termasuk pembaharuan dalam liturgi, hak membaca Injil mulai dicabut dari peran lektor. Tugas membaca Injil hanya dipercayakan kepada diakon, atau imam konselebran jika tak ada diakon, atau imam selebran bila tidak ada diakon maupun imam konselebran (PUMR 59). Sedang pembacaan Kitab Suci kecuali Injil - berarti hanya kitab-kitab Perjanjian Lama dan surat-surat Perjanjian Baru, menjadi tugas lektor terlantik (PUMR 99). Meski demikian, bila dalam Perayaan Ekaristi tidak ada lektor terlantik, tugas pembacaan Kitab Suci - melalui Bacaan I dan II, dapat dibawakan oleh umat awam, baik pria maupun wanita[6], yang memiliki kelayakan. Namun, tak boleh ditolerir, mereka "harus sungguh trampil dan disiapkan secara cermat untuk melaksanakan tugas ini, sehingga dengan mendengarkan bacaan-bacaan dari naskah kudus, umat beriman dapat memupuk dalam diri mereka rasa cinta yang hangat terhadap Alkitab" (PUMR 101).
Panggilan dan Peran Lektor
Bidang peran lektor ada dalam area pelayanan liturgi kudus. Tiga hal pokok perlu disadari oleh setiap lektor. Pertama, keberadaan lektor terkait dengan identitasnya sebagai orang beriman - berkat pembaptisannya, dan tempatnya dalam tata komunitas Gereja - berkat peran pelayanannya. Kedua, panggilan lektor ada di bidang liturgi, yakni peribadatan kudus di mana Allah hadir dan menyelenggarakan karya keselamatan-Nya. Ketiga, peran lektor terletak pada partisipasinya dalam pelayanan liturgis.
Pokok pertama bermanfaat untuk mengingatkan kontribusi dan tanggungjawab partisipatif (participatio actuosa) sebagai anggota jemaat. "Perayaan Ekaristi adalah tindakan Kristus sendiri bersama umat Allah yang tersusun secara hirarkis" (PUMR 16). Sebagai demikian, Perayaan Ekaristi merupakan perayaan umat (SC 41; ME 3d; PUMR 19, 34) di mana jemaat beriman dan para pelayan liturgi berperan menurut tugas dan fungsi partisipatif masing-masing (PUMR 17). Pokok kedua berguna untuk mengingatkan bahwa liturgi bukanlah seremoni profan. Sebaliknya, liturgi merupakan tindakan kudus dari Kristus Imam Agung dan Tubuh-Nya, yakni Gereja (SC 7). Sebagaimana Allah kudus dari hakikat-Nya, demikian pula Gereja dan liturgi itu sendiri suci dari martabatnya. Karena itu, pelayanan lektor hendaklah dilaksanakan dalam citra batin liturgi yang agung dan mulia serta sikap penghayatan penuh rasa hormat dan takut akan Allah, kedalaman syukur dan keheningan sukacita. Lektor sendiri hendaklah selalu memurnikan diri dalam semangat pertobatan. Pokok ketiga membantu memotivasi agar lektor menyadari tugasnya sebagai panggilan pelayanan bagi umat Allah (PUMR 97). Dari mereka diharapkan kemudahan untuk membiasakan diri serius dalam mempersiapkan diri, melatih ketrampilan serta selalu mengevaluasi pelaksanaan tugasnya. Diharapkan pula agar mereka senantiasa melakukan tugas pembacaan Sabda Tuhan dalam norma kesempurnaan: benar, baik dan indah. Ketiga pokok kesadaran tersebut sangat berarti bagi lektor untuk mensyukuri karunia iman yang diterimanya serta mengekspresikannya dalam pelayanan tugas pembacaan Sabda Allah. Dalam semangat mengekspresikan imannya, hendaklah lektor menyadari bahwa dirinya dipanggil untuk menyampaikan, melalui suaranya, Sabda yang berasal dari Tuhan sendiri. Ekspresi iman ini hendaklah ditopang oleh penghayatan mendalam citra dirinya sebagai penyampai Sabda Allah.
Visi Batin dan Semangat Penghayatan Lektor
Hal paling mendasar yang harus disadari oleh seorang lektor adalah bahwa ia seorang beriman. Lektor adalah pengaku iman, seorang confessor. Untuk dapat menjalankan tugas perutusannya, seorang lektor dituntut lebih dulu untuk mengakui Tuhan dan kebenaran Sabda-Nya dalam Kitab Suci. Ia juga harus percaya sepenuhnya bahwa Gereja dan liturginya memang dikehendaki Tuhan sebagai sarana keselamatan. Dalam konteks peribadatan suci Gereja, khususnya dalam Liturgi Sabda, lektor harus percaya bahwa "bila Alkitab dibacakan dalam Gereja, Allah sendiri bersabda kepada umat-Nya" (PUMR 29; bdk. SC 33). Kepercayaan yang sama hendaklah diberikan pada saat Injil dibacakan diakon atau imam sebagai saat Kristus sendiri hadir dan menyampaikan sabda-Nya (PUMR 55). Lektor hendaklah percaya bahwa dalam Liturgi Sabda Allah sungguh hadir melalui Sabda yang dibacakannya. Bahkan, ia diundang untuk percaya akan kehadiran Allah sepanjang Perayaan Misa Kudus. Dari kesadaran ini diharapkan lektor mampu melaksanakan tugas pembacaan Sabda Allah sebagai sarana mengekspresikan imannya. Karena itu lektor diharapkan mampu menjadi pribadi yang selalu haus akan Sabda Tuhan dan siap menghidupi kebenaran Kitab Suci. Ia diundang untuk terbuka dan mau dijiwai oleh Sabda Tuhan agar dirinya selalu gembira dan berani menampilkan kesaksian hidup. Dari lektor diharapkan muncul sikap-sikap pokok seperti disiplin, hormat dan taat pada Sabda Tuhan.
Didukung oleh pemahaman biblis dan ketrampilan teknisnya, penghayatan rohani lektor harus mampu menghadirkan Allah yang sedang bersabda. Melalui suaranya, lektor hendaklah mampu menampilkan Roh Allah yang tersembunyi di balik kata-kata Kitab Suci yang penuh daya. Lektor dipanggil untuk mampu menghadirkan kembali karya keselamatan Allah dalam sejarah manusia sebagaimana terlukis indah dalam seluruh teks Kitab Suci. Melalui gema suaranya, lektor diharapkan dapat mengaktualkan kekuatan Sabda Tuhan yang menghibur dan meneguhkan, menggembirakan dan menghidupkan, memberi berkat dan menyelamatkan. Lektor diharap mampu menghadirkan kehendak Allah sendiri yang senantiasa ingin membangun, menjaga, merawat dan menyempurnakan jemaat Kristus hingga menjadi Yerusalem surgawi. Di sisi lain, hendaklah lektor menggunakan kemampuannya dengan optimal agar segenap jemaat mampu menangkap pewahyuan dan buah-buah rahmat Tuhan dalam Sabda yang dibacakannya. Bahkan, melalui suaranya lektor diharapkan dapat mengantar jemaat ke dalam perjumpaan dengan Allah sendiri dan semakin masuk ke dalam persekutuan dengan-Nya.
Tugas lektor oleh karena itu sungguh sangat luhur. Lektor adalah utusan, duta Tuhan untuk menyampaikan Sabda-Nya dalam liturgi Gereja. Untuk itu, para lektor dipilih dari antara jemaat untuk diberi kepercayaan dan kemudian dilantik untuk tugas pelayanan pembacaan Sabda Allah. Lektor dipilih untuk menyampaikan Sabda Allah sebagaimana Allah sendiri ingin menyampaikannya. Bagaikan nabi, lektor adalah penyambung lidah Tuhan, komunikator dan juru bicara Tuhan. Hendaklah lektor menyediakan dirinya sebagai alat bagi Tuhan untuk menyampaikan Sabda-Nya. Hendaklah lektor membiarkan Allah hidup di dalam gema suaranya dan menyediakan diri penuh ketaatan untuk selalu digerakkan oleh daya Roh Kudus. Adalah bantuan khas lektor untuk membantu jemaat menangkap pesan Tuhan seperti yang dikehendaki-Nya. Tidak kurang. Tidak lebih.
Tugas Lektor
Lektor dilantik untuk mewartakan bagi jemaat bacaan-bacaan dari Alkitab, kecuali Injil (PUMR 99), yakni Bacaan I atau II, atau bahkan - bila tidak ada petugas lain, juga kedua bacaan yang ada.
Lektor, bila tak ada pemazmur, boleh membawakan mazmur tanggapan (PUMR 99) setelah saat hening yang menyusul Bacaan I (PUMR 196).
Lektor, jika tidak ada diakon, boleh juga membawakan doa-doa umat setelah lebih dahulu dibuka imam (PUMR 197).
Lektor, jika tak ada lagu pembuka dan nyanyian komuni, boleh membawakan antifon pembuka dan antifon komuni yang terdapat dalam Misale kecuali kalau antifon-antifon itu didaraskan oleh jemaat atau imam (PUMR 48,87, 198).
Tugas lektor istimewa, sebab meskipun pada saat bertugas ada pelayan tertahbis, tugas itu harus dijalankannya sendiri (PUMR 99) sesuai kebiasaan tradisi (PUMR 59). Meski dalam kasus lektor tidak hadir, imam atau bahkan umat comotan, dapat mengambil alih tugas pembacaan sebelum Injil (ibid.), tugas lektor tetap memiliki kehormatan tersendiri untuk selalu dipenuhi sesuai martabatnya.
Tata Gerak Pelaksanaan Tugas Lektor (Lih PUMR 194 - 195)
Dalam prosesi menuju altar (dianjurkan terutama untuk misa hari-hari raya); bila tidak ada diakon, lektor - dengan mengambil posisi di depan imam selebran / konselebran (PUMR 120), dapat membawa Evangeliarium (Kitab Injil yang khusus memuat teks yang dipakai sepanjang tahun kalender liturgi; hindari membawa lembar teks misa!) dengan sedikit mengangkatnya di depan dada dan cover depan menghadap ke depan. Jika tidak membawa Evangeliarium, lektor berjalan dalam deret para pelayan lain (PUMR 195). Saat tiba di depan altar (di bawah panti imam), ketika rombongan prosesi lain berlutut, lektor membungkuk khidmat, kemudian berdiri bersama dan membawa Evangeliarium langsung ke altar serta meletakkannya di atasnya (baik bila ada book stand yang layak) lalu berbalik berjalan bersamaan dengan petugas-petugas lain menuju tempat duduk yang telah disediakan khusus (dianjurkan di antara umat di deret terdepan, dan tidak di wilayah panti imam).
Segera setelah imam selebran menyelesaikan Doa Pembuka, lektor berdiri dari tempat duduknya, berjalan menuju panti imam, berhenti dan berlutut sejenak (cukup 3 detik) di depari altar pusat, berdiri (tanpa tunduk lagi) lalu berjalan menuju mimbar baca atau ambo tanpa perlu menundukkan kepala ke arah imam selebran duduk. Berlutut di depan altar pusat dapat diganti dengan menundukkan kepala jika di belakang altar pusat tidak terdapat tabernakel (yang berisi tubuh Kristus).
Sambil berdiri tegak (tak satu pun kaki dimainkan, ditekuk atau jinjit sekali pun) segera lakukan persiapan kilat:
1. buka Lectionarium tepat pada halaman yang akan dibaca (pastikan sudah ditandai sebelumnya entah dengan pita atau pembatas lain),
2. pastikan microphone pada posisi on dan level ketinggiannya sesuai,
3. letakkan kedua tangan di atas-pinggir buku Lectionarium (untuk memastikan lembar halaman tidak terbalik tertiup udara mengalir; dan bila diperlukan, dalam posisi ini salah satu tangan dapat berfungsi untuk membantu mata mengikuti proses pembacaan).
Awalilah membaca dengan rumusan, �Bacaan diambil dari �.� (tanpa menyebut rubrik, bab maupun ayatnya) dan setelah jeda sejenak (cukup 3 detik) lanjutkan membaca teks keseluruhan. Kata-kata �Bacaan Pertama� atau �Bacaan Kedua� tidak perlu dibaca juga, sebab itu hanya judul, berkedudukan sama seperti Doa Pembuka, Doa Syukur Agung, Komuni dsb.[7] Akhiri dengan rumusan, �Demikianlah sabda Tuhan� setelah lebih dahulu memberi waktu jeda 3 detik pada akhir teks.
Setelah selesai pembacaan Sabda Allah, lektor berjalan menuju depan altar, berhenti dan berlutut khidmat (3 detik) menghadap altar pusat lalu berdiri berbalik berjalan menuju tempat duduk semula.
Persiapan Tugas
Jauh hari memastikan diri telah mengetahui teks bacaan yang akan dibawakan (dapat melalui kalendarium liturgi).
Bacalah teks yang akan dibawakan, upayakan memahami dengan baik pesannya.
Pahami jenis teksnya, analisa dan urailah strukturnya, buatlah penuntun penggalan frasa baca, buatlah juga ragam tanda baca.
Menyediakan waktu untuk berlatih membaca berulangkali hingga sebaik mungkin dan dengan cara-cara kreatif (di depan cermin, direkam untuk kemudian didengar ulang, di depan orang lain atau suatu tim agar mendapat masukan dan kritik).
Selain latihan pribadi serupa itu, baik pula jika diagendakan latihan bersama lektor lain. Ketua tim liturgi paroki, atau yang diserahi tanggung jawab melatih, bisa ikut hadir menyaksikan dan turut memberi masukan dan bimbingan.
Baik bila membiasakan diri untuk melatih diri on the spot, bagaikan suatu gladhi bersih, pada saat menjelang tugas.
Pelaksanan Tugas
Biasakan diri datang bertugas minim 30 menit sebelum misa dimulai - terutama bila mengikuti prosesi, agar cukup waktu untuk berganti busana (mungkin), menenangkan diri dan berdoa batin.
Bila tidak mengikuti prosesi dan tidak memakai busana liturgis, pastikan busana yang dikenakan sungguh layak dan pantas [8] untuk tujuan peribadatan suci, terutama lektor wanita yang kadang agak complicated dalam urusan ini.
Bila duduk dan tidak membawa sendiri Lectionarium, pastikan lebih dahulu pada saat Misa belum dimulai bahwa di atas mimbar Sabda sudah ada Lectionarium dimaksud dan bahwa teks yang akan dibaca telah diberi tanda pembatas. Saat itu juga, meski bukan tugas lektor, pastikan pula bahwa microphone berada dalam keadaan siap.
Saat berjalan menuju mimbar, jika membawa Lectionarium, hayatilah bahwa anda sedang memegang ayat-ayat suci, kitab yang mengandung Sabda Tuhan sendiri. Sadarilah bahwa anda sedang berdiri di panti imam, sangat dekat dengan tabernakel tempat Allah yang kudus bertahta.
Saat membacakan Sabda Tuhan adalah saat ketika segenap kemampuan teknis, penguasaan alat dan suasana, pengalaman dan penghayatan terbaik (yang telah dilatih sebelumnya) anda buktikan.
Selama membaca hendaklah menjaga bahasa tubuh terjaga penuh kewibawaan, mengatur irama nafas yang dalam dan halus, dan membangun suara komunikatif tanpa kehilangan warna magis.
Evaluasi Tugas
Baik bila lektor membiasakan diri untuk mengadakan evaluasi pasca pelaksanaan tugas, baik secara jujur lewat introspeksi diri maupun melalui input atau kritik dari orang lain atau tim liturgi. Bergunalah untuk menggunakan jasa evaluasi tersebut bagi kepentingan diri meningkatkan kualitas baca.
Bahkan, demi membangun budaya kualitas tersebut, baik bila tim liturgi paroki secara rutin menggelar lomba lektor dengan para pemenang diberi hadiah tugas baca dalam misa-misa hari raya besar seperti Paska dan Natal, atau misa-misa penting lainnya. Bila kebiasaan ini dijaga rutin, bukan tidak mungkin membaca Sabda Allah akan dihargai sebagai tugas terhormat.
Baik jika di bawah koordinasi tim liturgi paroki, para lektor secara periodik diajak untuk berkumpul sebagai satu komunitas. Pertemuan ini dapat digunakan untuk sekedar berbagi pengalaman atau pun untuk tujuan yang lebih spesifik seperti pembekalan, pembinaan, latihan bersama, doa bersama dsb.
Baik juga bila komunitas lektor dalam suatu paroki diberi kesempatan, sekurangnya sekali setahun, untuk memperoleh penyegaran rohani entah melalui rekoleksi maupun retret.
Footnotes:
1 �Roh Tuhan ada pada-Ku / oleh sebab la telah mengurapi Aku / untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin / dan la telah mengutus Aku / untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan / dan penglihatan bagi orang-orang buta / untuk membebaskan orang-orang yang tertindas / untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.�
2 I Apol., xix, 1.
3 Denzinger, Enchiridion, n. 45.
4 "Gesta apud Zenophilium" dalam Optatus of Mileve, apendiks edisi Vienna dari "Corp. Script. Eccl. Lat.", XXVI, 185-197.
5 Denzinger, op. cit. n. 156.
6 Lih. Inaestimabile Donum, 18.
7 Lih. Lakukanlah Ini, Sekitar Misa Kita, C.H. Suryanugraha, hal. 50.
8 Sekedar tips bagi lektor putri. Untuk pakaian, hindari pemakaian tank top, T-shirt / blouse tanpa lengan (u can see), berdada rendah atau pun ketat model pressed body, atasan off shoulder (bahu terbuka), rok di atas lutut dan celana panjang yang terlalu hipster. Untuk busana, hindari juga jenis kain tipis semrawang serta model dan warna mencolok. Untuk alas kaki, hindari sepatu berhak terlalu tinggi dan berbahan rawan licin. Hindari pula pemakaian kosmetik dan asesoris berlebihan. Jangan menginginkan anda lebih menarik dari Sabda Tuhan sendiri.
* P. Dicky Rukmanto, Pr adalah Ketua Komisi Liturgi Keuskupan Surabaya
Sumber: http://www.indocell.net/yesaya/pustaka2/id555.htm