Latest News

Showing posts with label Sakramen Ekaristi. Show all posts
Showing posts with label Sakramen Ekaristi. Show all posts

Tuesday, July 30, 2013

Sejarah yang Mendasari Pengajaran tentang Ekaristi

PEMBAHASAN
Pendahuluan
Kesaksian dari Para Bapa Gereja
Bukti kehadiran Yesus dalam Ekaristi menurut Para Bapa Gereja
Bukti sejarah
Bukti dari Mukjizat Ekaristi
Perbandingan Doktrin Ekaristi menurut Gereja Katolik, Luther, Calvin dan Zwingli.
Konsili Trente
Konsili Vatikan II dan Katekismus Gereja Katolik
Kesimpulan

Pendahuluan
Pernahkah anda mendengar komentar bahwa Ekaristi itu hanya �karangan� Gereja Katolik? Atau bahwa Kristus tak sungguh-sungguh hadir dalam Ekaristi? Atau beberapa orang mengklaim bahwa mereka kembali ke pengajaran yang murni dari para rasul untuk memperbaharui iman Kristen? Jika kita mendengar komentar-komentar semacam ini, tak usah kita menjadi resah. Sebab jika mereka dengan sungguh- sungguh tulus mempelajari Kitab Suci, dan dengan konsisten mempelajari sejarah dan tulisan para Bapa Gereja, seharusnya mereka tak bisa berdalih, sebab semua itu malah semakin memberikan bukti yang kuat terhadap kemurnian ajaran Gereja Katolik.

Ya, salah satu yang terpenting di antaranya adalah kehadiran Yesus dalam Ekaristi (the Real Presence of Jesus in the Eucharist). Dasar sejarah yang pertama akan kehadiran Kristus di dalam Ekaristi adalah perkataan Yesus sendiri yang disampaikan kepada para Rasul di Perjamuan Terakhir, �Inilah Tubuh-Ku yang diserahkan bagimu�. Inilah Darah-Ku, darah perjanjian yang ditumpahkan bagi banyak orang �. perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku�.� (lih. Luk 22:19-20). Perjamuan inilah yang dirayakan oleh para rasul dan jemaat perdana (lih. Kis 2:41); dan seterusnya dilakukan oleh Gereja Katolik sampai saat ini. Hal kehadiran Yesus secara nyata dalam perayaan Ekaristi dapat kita ketahui dari tulisan- tulisan para Bapa Gereja, yang menerima pengajaran tersebut dari para Rasul.

Kesaksian dari Para Bapa Gereja

Sesungguhnya kita harus berterima kasih kepada para Bapa Gereja karena oleh kesaksian dan tulisan mereka, kita terhubung dengan jemaat Kristen awal dan bahkan sampai ke jaman para rasul. Mereka adalah saksi yang hidup tentang pengajaran para rasul, dan mereka juga memberi kesaksian tentang para pengarang Alkitab dan keaslian kitab-kitab yang tergabung di dalamnya. Tanpa kesaksian mereka yang mengenal para rasul tersebut secara langsung, kita tidak dapat memperoleh Alkitab. Tanpa kesaksian mereka, kita tidak tahu bahwa Injil Matius ditulis oleh Rasul Matius, dan Injil Markus oleh Markus, dst, sebab di dalam Injil tersebut nama pengarangnya tidak disebut. Demikian pula halnya dengan surat-surat Rasul Paulus. Maka, kita tidak dapat mengacuhkan kesaksian para Bapa Gereja di abad awal ini, sebab mereka menjembatani kita kepada Kristus dan para rasul.

Menarik jika kita membaca tulisan Kardinal Newman, dalam pencariannya sebelum ia menjadi Katolik. Sebagai seorang Anglikan, ia pertama-tama bermaksud menyelidiki sejarah untuk membuktikan adanya penyelewengan yang dilakukan oleh Gereja Katolik. Namun akhirnya malah ia menemukan kenyataan yang sebaliknya, bahwa pengajaran Gereja Katolik sungguh berakar dari sejarah perkembangan iman umat Kristen awal. Demikianlah yang dituliskan dalam bukunya yang terkenal itu, Essay on the Development of Christian Doctrine (1845)[berikut ini adalah kutipannya]:

�Sejarah Kekristenan bukanlah Protestanism. Jika ada yang namanya kebenaran yang aman, inilah dia. Dan Protestanism juga merasakan hal ini� Ini terlihat dalam keyakinan � untuk membuang semua sejarah kekristenan, dan membentuk Kekristenan dari Alkitab saja: orang-orang tidak akan pernah membuang sesuatu kecuali jika mereka sudah berputus asa tentang hal itu�. Untuk menjadi seseorang yang berakar pada sejarah, maka ia berhenti menjadi seorang Protestan.�[1]

Bukti kehadiran Yesus dalam Ekaristi menurut Para Bapa Gereja

Sebenarnya, setiap doktrin Gereja Katolik telah dapat ditemukan dalam tulisan para Bapa Gereja sejak abad-abad awal, seperti, Misa Kudus sebagai kurban syukur, kepemimpinan rasul Petrus dan para penerusnya, doa syafaat para orang kudus, devosi kepada Bunda Maria, dan tentang topik yang sedang kita bahas ini, yaitu kehadiran Yesus dalam Ekaristi. Mari kita melihat beberapa bukti ini:

1) St. Ignatius dari Antiokhia (110), adalah murid dari rasul Yohanes. Ia menjadi uskup ketiga di Antiokhia. Sebelum wafatnya sebagai martir di Roma, ia menulis tujuh surat kepada gereja-gereja, berikut ini beberapa kutipannya:

a. Dalam suratnya kepada jemaat di Roma, dia mengatakan, ��Di dalamku membara keinginan bukan untuk benda-benda materi. Aku tidak menyukai makanan dunia� Yang kuinginkan adalah roti dari Tuhan, yaitu Tubuh Kristus� dan minuman yang kuinginkan adalah Darah-Nya: sebuah makanan perjamuan abadi.�[2]

b. Dalam suratnya kepada jemaat di Symrna, ia menyebutkan bahwa mereka yang tidak percaya akan doktrin Kehadiran Yesus yang nyata dalam Ekaristi sebagai �heretik�/ sesat: �Perhatikanlah pada mereka yang mempunyai pandangan beragam tentang rahmat Tuhan yang datang pada kita, dan lihatlah betapa bertentangannya pandangan mereka dengan pandangan Tuhan �. Mereka pantang menghadiri perjamuan Ekaristi dan tidak berdoa, sebab mereka tidak mengakui bahwa Ekaristi adalah Tubuh dari Juru Selamat kita Yesus Kristus, Tubuh yang telah menderita demi dosa-dosa kita, dan yang telah dibangkitkan oleh Allah Bapa��[3]

c. Dalam suratnya kepada jemaat di Filadelfia, ia mengatakan pentingnya merayakan Ekaristi dalam kesatuan dengan Uskup, �Karena itu, berhati-hatilah� untuk merayakan satu Ekaristi. Sebab hanya ada satu Tubuh Kristus, dan satu cawan darah-Nya yang membuat kita satu, satu altar, seperti halnya satu Uskup bersama dengan para presbiter [imam] dan diakon.�[4]

2) St. Yustinus Martir (sekitar tahun 150-160). Ia menjadi Kristen sekitar tahun 130, oleh pengajaran dari para murid rasul Yohanes. Pada tahun 150 ia menulis Apology, kepada kaisar di Roma untuk menjelaskan iman Kristen, dan tentang Ekaristi ia mengatakan: �Kami menyebut makanan ini Ekaristi, dan tak satu orangpun diperbolehkan untuk mengambil bagian di dalamnya kecuali jika ia percaya kepada pengajaran kami� Sebab kami menerima ini tidak sebagai roti biasa atau minuman biasa; tetapi karena oleh kuasa Sabda Allah, Yesus Kristus Penyelamat kita telah menjelma menjadi menjadi manusia yang terdiri atas daging dan darah demi keselamatan kita, maka, kami diajar bahwa makanan itu yang telah diubah menjadi Ekaristi oleh doa Ekaristi yang ditentukan oleh-Nya, adalah Tubuh dan Darah dari Kristus yang menjelma dan dengan perubahan yang terjadi tersebut, maka tubuh dan darah kami dikuatkan.�[5]

3) St. Irenaeus (140-202). Ia adalah uskup Lyons, dan ia belajar dari St. Polycarpus, yang adalah murid Rasul Yohanes. Dalam karyanya yang terkenal, Against Heresies, ia menghapuskan pandangan yang menentang ajaran para rasul. Tentang Ekaristi ia menulis, �Dia [Yesus] menyatakan bahwa piala itu, � adalah Darah-Nya yang darinya Ia menyebabkan darah kita mengalir; dan roti itu�, Ia tentukan sebagai Tubuh-Nya sendiri, yang darinya Ia menguatkan tubuh kita.�[6]

4) St. Cyril dari Yerusalem (315-386), Uskup Yerusalem, pada tahun 350 ia mengajarkan, �Karena itu, jangan menganggap roti dan anggur hanya dari penampilan luarnya saja, sebab roti dan anggur itu, sesuai dengan yang dikatakan oleh Tuhan kita, adalah Tubuh dan Darah Kristus. Meskipun panca indera kita mengatakan hal yang berbeda; biarlah imanmu meneguhkan engkau. Jangan menilai hal ini dari perasaan, tetapi dengan keyakinan iman, jangan ragu bahwa engkau telah dianggap layak untuk menerima Tubuh dan Darah Kristus.�[7]

5) St. Augustinus (354-430), Uskup Hippo, mengajarkan, �Roti yang ada di altar yang dikonsekrasikan oleh Sabda Tuhan, adalah Tubuh Kristus. Dan cawan itu, atau tepatnya isi dari cawan itu, yang dikonsekrasikan dengan Sabda Tuhan, adalah Darah Kristus�.Roti itu satu; kita walaupun banyak, tetapi satu Tubuh. Maka dari itu, engkau diajarkan untuk menghargai kesatuan. Bukankah roti dibuat tidak dari saru butir gandum, melainkan banyak butir? Namun demikian, sebelum menjadi roti butir-butir ini saling terpisah, tetapi setelah kemudian menjadi satu dalam air setelah digiling�[dan menjadi roti]�[8]

Melalui pengajaran para Bapa Gereja ini, kita mengetahui bahwa sejak abad awal, Gereja percaya dan mengimani bahwa roti dan anggur setelah dikonsekrasikan oleh Sabda Tuhan menjadi Tubuh dan Darah Yesus. Dan, maksudnya Ekaristi itu diberikan supaya kita belajar menjunjung tinggi kesatuan Tubuh Mistik Kristus, yang ditandai dengan kesatuan kita dengan dengan para pemimpin Gereja, yaitu uskup, imam dan diakon. Iman sedemikian sudah berakar sejak jemaat awal, dan ini dibuktikan, terutama oleh kesaksian St. Ignatius dari Antiokhia yang mendapat pengajaran langsung dari Rasul Yohanes. Jangan lupa, Rasul Yohanes adalah yang paling jelas mengajarkan tentang Roti Hidup pada Injilnya (lihat Yoh 6). Jadi walaupun doktrin Transubtantion baru dimaklumkan pada abad 13 yaitu melalui Konsili Lateran ke 4 (1215), Konsili Lyons (1274) dan disempurnakan di Konsili Trente (1546), namun akarnya diperoleh dari pengajaran Bapa Gereja sejak abad awal. Prinsipnya adalah: roti dan anggur, setelah dikonsekrasikan oleh Sabda Tuhan, berubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Karena itu, walaupun rupa luarnya berupa roti dan anggur, namun hakekatnya sudah berubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Oleh kesatuan dengan Tubuh yang satu ini, maka kita yang walaupun banyak menjadi satu.

Bukti sejarah

Maka kita dapat melihat bahwa sebelum masa Reformasi Protestan, semua umat Kristen percaya dan mengimani kehadiran Yesus yang nyata dalam Ekaristi. Maka beberapa gereja yang memisahkan diri dengan Gereja Katolik sebelum masa itu, sebagai contohnya, Nestorianism, Armenianism, gereja Coptic (abad ke -5), gereja-gereja Orthodox (abad ke-11), tetap mempercayai doktrin kehadiran Kristus dalam Ekaristi tersebut.[9]

Jika sekarang ada orang berkata bahwa doktrin tentang kehadiran Yesus dalam rupa roti dan anggur itu sepertinya tidak mungkin, maka sesungguhnya sejak zaman jemaat awalpun, banyak orang yang juga berpendapat demikian. Hal ini dituliskan di Alkitab, yaitu bahwa sejak saat Yesus mengajarkan hal Roti Hidup ini, banyak orang tidak percaya dan meninggalkan Dia (lih Yoh 6: 60). Tentu, jika maksud Yesus hanya mengajarkan bahwa roti itu hanya melambangkan Tubuh-Nya dan anggur itu hanya melambangkan Darah-Nya, Ia tentu dapat mengatakan demikian, �Di dalam roti ini adalah Tubuh-Ku�, atau �Roti ini adalah Tubuh-Ku.� Namun Yesus tidak berkata demikian, sebab Ia dengan jelas berkata, �Inilah Tubuh-Ku� (Mat 26:26; Mrk 14:22; Luk 22:19). Maka, Tradisi Gereja Katolik mengartikan ayat ini secara literal bahwa maksud Yesus adalah: �Ini, substansi ini, yang tadinya roti, sekarang menjadi Tubuh-Ku.�

Banyak dari para pengikut Kristus sejak awal menganggap perkataan-Nya ini sulit dimengerti. Namun faktanya, walaupun demikian, Gereja Katolik tetap memegang teguh ajaran ini selama banyak generasi. Ini adalah suatu bukti yang kuat bahwa ajaran ini berasal dari Allah sendiri, sebab jika tidak, ajaran ini tidak mungkin langgeng dan tidak mungkin dipercayai oleh umat yang tersebar di seluruh dunia.

Bukti dari Mukjizat Ekaristi

Gereja mencatat begitu banyak mukjizat Ekaristi yang terjadi,[10] namun mari kita melihat mukjizat yang paling terkenal, yaitu mukjizat yang terjadi di Lanciano, Italia, pada abad ke-8. Saat itu sekitar tahun 700, seorang imam Basilian pada sebuah biara di Lanciano meragukan ajaran bahwa Yesus sungguh hadir dalam Ekaristi. Maka suatu hari, pada saat mempersembahkan Misa Kudus, saat ia selesai mengucapkan perkataan Konsekrasi, tiba-tiba hosti itu berubah menjadi sebuah lingkaran daging dan anggur itu menjadi darah. Sang imam menjadi sangat terkejut, bahwa Tuhan telah secara ajaib menjawab segala keraguannya. Sampai sekarang, potongan daging dan darah [sekarang berupa gumpalan darah kering] ditahtakan dan dapat dilihat di dalam gereja itu. Saya berkesempatan menyaksikan sendiri bukti mukjizat ini, saat saya berziarah ke Lanciano pada tahun 2000.

Mukjizat ini telah berkali-kali diperiksa, dan tidak ada tanda-tanda pemalsuan. Paus Paulus VI memperbolehkan agar diadakan penyelidikan ilmiah terhadap kedua species itu pada tahun 1970-1971, dan tahun 1981 (sertifikat pemeriksaannya ada terpajang di sana), oleh beberapa orang dokter Italia dengan menggunakan alat-alat yang canggih.[11] Mereka menyimpulkan bahwa potongan daging itu adalah benar-benar daging manusia, dan demikian juga dengan darah tersebut. Daging tersebut berasal dari irisan hati (jantung hati) manusia yang disebut myocardium, dan darahnya bertipe AB, dan mengandung segala protein yang terdapat pada darah segar manusia. Dan ajaibnya, walaupun daging dan darah tersebut telah dipajang selama 1300 tahun, terkena kontak langsung dengan udara, tanpa zat pengawet sekalipun, keduanya tetap tidak rusak secara biologis. (Silakan melihat gambar berikut ini)


Perbandingan Doktrin Ekaristi menurut Gereja Katolik, Luther, Calvin dan Zwingli.

Gereja Katolik, mengambil dasar dari Alkitab dan pengajaran para Bapa Gereja, mengajarkan apa yang disebut sebagai Transubstansiasi, yaitu, pada saat selesainya diucapkan konsekrasi, substansi roti dan anggur diubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus, walaupun rupa luarnya tetap sebagai roti dan anggur. Jadi prinsipnya:

1) Saat konsekrasi, pada saat roti dan anggur diubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus, maka Kristus pada saat itu sungguh-sungguh hadir secara nyata dengan Tubuh dan Darah-Nya pada species roti dan anggur itu. Itulah sebabnya kita harus dengan penuh hormat menyambutNya. Itu pulalah sebabnya kita menghormati Sakramen Maha Kudus, sebab kita percaya bahwa hosti yang telah dikonsekrasikan itu sudah bukan hosti lagi tetapi sungguh-sungguh Tubuh Kristus.

2) Oleh sebab itu dikatakan bahwa Misa Kudus adalah kurban Kristus, yang dilakukan oleh Gereja, untuk memperingati pengorbanan-Nya sesuai dengan pesan-Nya. Pada saat misa, Tubuh dan Darah Kristus yang satu dan sama itu dihadirkan kembali oleh kuasa Roh Kudus untuk menjadi korban penebus dosa kita manusia.[12]

3) Maka setelah konsekrasi, hanya substansi roti dan anggur-nya saja yang berubah, sedangkan accidents/ penampilan luarnya tetap. Untuk mengerti konsep ini memang diperlukan pengertian filosofis, yaitu bahwa pada setiap benda, kita mengenal adanya substansi dan accidents. Misalnya, hakekat kita manusia adalah mahluk ciptaan Allah yang terdiri tubuh dan jiwa, yang punya ratio dan kehendak bebas, sedangkan accidents-nya adalah warna kulit, bangsa, tinggi/ berat badan, dst. Jika kita mencampur adukkan kedua hal ini (substansi dan accidents) maka akan sulit bagi kita untuk memahami konsep Transubstansiasi ini. Sebab setelah transubsansiasi, maka yang nampak sebagai hosti sudah bukan hosti lagi, karena substansinya telah berubah menjadi Tubuh Kristus, sedangkan accidents-nya tetap sama, yaitu dalam rupa roti dan anggur.

Martin Luther (1483-1546) tidak membedakan antara substansi dan accidents, maka ia mengajarkan konsep kehadiran Yesus yang disebut sebagai Consubstantion/ Companation. Ia mengatakan bahwa setelah didoakan dengan Sabda Tuhan, maka Kristus hadir secara nyata di dalam roti dan anggur itu bersamaan dengan roti dan anggur itu sendiri. Jadi, menurut Luther, pada roti itu adalah benar-benar Tubuh Kristus, dan Darah Kristus, tetapi juga tetap roti dan anggur biasa. Dalam hal ini, Luther tidak mengartikan ayat, �Inilah Tubuh-Ku� secara literal [padahal pada umumnya ia sangat mementingkan arti literal Alkitab]. Sebaliknya, ia mengartikannya secara figuratif, seolah Yesus mengatakan, �Di dalam dan bersama roti ini adalah Tubuh-Ku�. Maka, dengan kata lain, Luther mengartikan bahwa dalam benda yang sama itu substansinya ada dua: roti sekaligus Tubuh Kristus; dan anggur sekaligus juga Darah Kristus.

Luther berpendapat demikian karena ia mengambil analogi Inkarnasi, yaitu bahwa Tuhan Yesus mengambil rupa manusia, dan karena Ke-Tuhanan-Nya yang omnipresent, maka kemanusiaan-Nya juga dapat hadir di mana-mana, yang dikenal sebagai ubiquitism. Semoga tidak ada yang tersinggung jika kita mengatakan, bahwa sesungguhnya pengajaran ini sulit diterima akal, karena itu sama saja mengatakan bahwa kehadiran-Nya dalam hosti kudus, sama saja dengan kehadiran-Nya dalam semua makanan dan benda-benda yang lain.[13] Ajaran ini sepertinya mencampur-adukkan hal yang suci dan yang profan, antara sakramen dan yang bukan sakramen. Hal ini sebenarnya bertentangan dengan self-evident principle, (prinsip yang tak perlu dibuktikan kebenarannya), yaitu �sesuatu tidak dapat menjadi dan tidak menjadi dalam waktu yang sama dan dengan cara yang sama.�

Mungkin karena sulitnya prinsip ini diterima secara umum, maka terdapat banyak pendapat yang saling bertentangan bahkan di kalangan gereja-gereja Protestan sendiri. Kita melihat posisi ekstrim yang dianut oleh Ulrich Zwingli (1483- 1531), yaitu bahwa Yesus tidak mungkin hadir secara nyata (bodily/ real prensence) di dalam Ekaristi [mereka menyebutnya Perjamuan/the Lord�s Supper]. Maka roti dan anggur menurut Zwingli hanyalah simbol saja, sebagai tanda akan Tubuh Kristus, dan tanda akan Darah-Nya. Posisi Zwingli ini tidak bisa menjelaskan Sabda yang dikatakan Yesus, �Inilah Tubuh-Ku�, sebab ia mengartikannya sebagai, �Ini adalah simbol Tubuh-Ku�, yang tentu saja tidak sesuai dengan teks Alkitab.

John Calvin (1509- 1564) kemudian mengambil jalan tengah antara Luther dan Zwingli, dengan mengatakan bahwa kehadiran Yesus di dalam rupa roti dan anggur itu merupakan kehadiran yang nyata, namun hanya spiritual, bukan secara badani. Jadi roti itu bukan sungguh-sungguh Tubuh Yesus, dan anggur itu bukan Darah Yesus, namun Yesus secara spiritual hadir di dalamnya.[14] Maka bagi Calvin, komuni bukanlah persatuan dengan Tubuh Kristus secara literal, tetapi hanya secara spiritual dengan iman. Oleh karena itu, Calvin serupa dengan Melancthon, murid Luther, yang mengatakan bahwa, kehadiran Kristus tidak tergantung dari perkataan konsekrasi yang diucapkan oleh imam yang bicara atas nama Kristus, melainkan tergantung dari iman pribadi yang menerima komuni. Sebenarnya, jika kita kembali kepada teks Alkitab, kita tidak dapat menemukan dasar bahwa kehadiran Yesus �tergantung dari iman pribadi yang menerimanya�. Sebab Yesus hanya berkata dengan jelas dan sederhana, �Inilah Tubuh-Ku�� Dan Gereja Katolik percaya bahwa Sabda-Nya yang berkuasa membuat-Nya menjelma menjadi manusia (lih Yoh 1:14), juga berkuasa mengubah substansi roti itu menjadi Tubuh-Nya. Maka setelah konsekrasi, sepanjang roti itu berupa roti, dan belum terurai menjadi rupa yang lain (rusak secara natural, atau dicerna tubuh manusia), maka Yesus hadir secara nyata oleh kuasa Roh Kudus-Nya.

Selanjutnya, Luther dan Calvin tidak menganggap Ekaristi (the Lord�s Supper/ Perjamuan Kudus) pertama-tama sebagai kurban peringatan dan pernyataan iman akan Misteri Paska Kristus. Karena doktrin �sola fide� (hanya iman saja) yang mereka anut, maka mereka cenderung menganggap Misa yang dilakukan oleh Gereja Katolik sebagai �perbuatan� manusia. Mereka tidak melihat bahwa Ekaristi, yang walaupun melibatkan umat namun pertama-tama adalah perbuatan nyata Kristus sebagai Kepala dengan kesatuan dengan Tubuh Mistik-Nya, yang oleh kuasa Roh Kudus-Nya yang melintasi batas ruang dan waktu, mampu menghadirkan kembali kurban salib-Nya untuk mendatangkan buah-buahnya kepada Gereja-Nya sampai akhir jaman.

Maka, bagi Calvin, Perjamuan Kudus tersebut pertama-tama merupakan pernyataan kasih Tuhan.[15] Gereja Katolik tidak menyangkal bahwa Ekaristi adalah pernyataan kasih Tuhan, namun Gereja Katolik juga melihat bahwa hal ini tidak terlepas dengan perbuatan Kristus yang mengikutsertaan anggota-anggota Tubuh-Nya untuk mengambil bagian dalam karya keselamatan yang dilakukan oleh-Nya sebagai Kepala. Dalam Misa, Yesus menjalankan peran-Nya sebagai Pengantara yang tunggal antara Allah dan manusia; dengan mengucapkan syukur kepada Allah Bapa dalam kuasa Roh Kudus, dan pada saat yang sama, menjadi kurban dan Imam Agung untuk menyalurkan rahmat pengampunan dosa demi keselamatan kita. Sebab sudah menjadi kehendak-Nya agar kita mengambil bagian dalam perjamuan Ekaristi agar kita beroleh hidup yang kekal (lih. Yoh 6:54); dan agar kita mengenang-Nya dengan cara demikian sampai kedatangan-Nya kembali (1 Kor 11:26). Maka, adanya Ekaristi, adalah pertama-tama karena rahmat Kristus, yang mengundang kita untuk mengambil bagian di dalam-Nya, dan karena itu, Misa bukan �perbuatan� kita semata-mata.

Konsili Trente

Gereja Katolik melalui Konsili Trente (1564) menolak posisi Luther maupun Calvin, dengan menetapkan sebagai berikut:

Session 13, kanon 2, [menyatakan bahwa Consubstantiation sebagai doktrin yang keliru]: �Barang siapa berkata bahwa substansi roti dan anggur tetap ada di dalam sakramen Ekaristi yang kudus, bersamaan dengan Tubuh dan Darah Yesus, dan menolak perubahan yang ajaib dan tunggal menjadi keseluruhan substansi roti menjadi Tubuh Kristus dan keseluruhan anggur menjadi Darah Yesus, dan rupa luar dari roti dan anggur saja yang tertinggal, seperti yang disebut oleh Gereja Katolik sebagai transubstansiasi: biarlah dia menjadi anathema.�[16]

Session 13, kanon 4, [menentang bahwa kehadiran Yesus disebabkan oleh keyakinan pribadi]: �Barang siapa berkata bahwa setelah konsekrasi Tubuh dan Darah Tuhan Yesus tidak hadir di dalam sakramen Ekaristi, tetapi hanya hadir di dalam efek sakramen pada saat itu diterima, dan tidak sebelumnya atau sesudahnya; dan bahwa Tubuh Yesus yang nyata tidak tetap tinggal dalam Hosti yang telah dikonsekrasikan, atau di dalam partikel-partikelnya yang disimpan atau ditinggalkan setelah komuni: biarlah ia menjadi anathema.�

DS 1743, Session 22, bab 2, [menyatakan kesamaan kurban Ekaristi dengan kurban salib Kristus]: �Kurbannya adalah satu dan sama; Pribadi yang sama mempersembahkannya dengan pelayanan para imam-Nya, Ia yang mempersembahkan Diri-Nya di salib, hanya saja cara mempersembahkannya saja yang berbeda.� Maka kurban Misa adalah sama dengan kurban salib Yesus di Golgota, sebab kurban itu menyangkut Pribadi yang sama, yang dikurbankan oleh Imam Agung yang sama, yaitu Yesus Kristus, melalui pelayanan sakramental dari para imam-Nya yang ditahbiskan dan bertindak dalam nama Kristus/ �in persona Christi.�

Konsili Vatikan II dan Katekismus Gereja Katolik

Konsili Vatikan II dan Katekismus Gereja Katolik yang disusun untuk menjabarkan doktrin dengan semangat Konsili tersebut mengajarkan pentingnya Ekaristi dalam kehidupan umat beriman, karena di dalamnya terkandung seluruh �harta� spiritual Gereja, yaitu Kristus sendiri. Oleh karena itu, Ekaristi dikatakan sebagai �sumber dan puncak kehidupan Kristiani�.[17]

KGK 1324 Ekaristi adalah �sumber dan puncak seluruh hidup kristiani� (LG 11). �Sakramen-sakramen lainnya, begitu pula semua pelayanan gerejani serta karya kerasulan, berhubungan erat dengan Ekaristi suci dan terarahkan kepadanya. Sebab dalam Ekaristi suci tercakuplah seluruh kekayaan rohani Gereja, yakni Kristus sendiri, Paska kita� (PO 5).

KGK 1375 Kristus hadir di dalam Sakramen ini oleh perubahan roti dan anggur menjadi tubuh dan darah-Nya. Bapa-bapa Gereja menekankan dengan tegas iman Gereja, bahwa Sabda Kristus dan kuasa Roh Kudus bekerja begitu kuat, sehingga mereka dapat melaksanakan perubahan ini. Santo Yohanes Krisostomus menjelaskan:

�Bukan manusia yang menyebabkan bahwa bahan persembahan menjadi tubuh dan darah Kristus, melainkan Kristus sendiri yang telah disalibkan untuk kita. Imam yang mewakili Kristus, mengucapkan kata-kata ini, tetapi daya kerjanya dan rahmat datang dari Allah. Inilah tubuh-Ku, demikian ia berkata. Kata-kata ini mengubah bahan persembahan itu� (prod. Jud. 1,6).

Dan santo Ambrosius mengatakan tentang perubahan ini:

�Di sini terdapat sesuatu yang tidak dibentuk alam, tetapi yang dikonsekrir dengan berkat, dan daya guna berkat itu melampaui kodrat, malahan kodrat itu sendiri diubah melalui berkat� Bukankah Kristus, yang dapat menciptakan yang belum ada dari ketidakadaan, dapat mengubah yang ada ke dalam sesuatu, yang sebelumnya tidak ada? Menciptakan hal baru, tidak lebih gampang daripada mengubah kodrat� (myst. 9,50,52).

KGK 1376 Konsili Trente menyimpulkan iman Katolik, dengan menjelaskan: �Karena Kristus Penebus kita mengatakan bahwa apa yang Ia persembahkan dalam rupa roti adalah benar-benar tubuh-Nya, maka di dalam Gereja Allah selalu dipegang teguh keyakinan ini, dan konsili suci ini menjelaskannya kembali: oleh konsekrasi roti dan anggur terjadilah perubahan seluruh substansi roti ke dalam substansi tubuh Kristus, Tuhan kita, dan seluruh substansi anggur ke dalam substansi darah-Nya. Perubahan ini oleh Gereja Katolik dinamakan secara tepat dan dalam arti yang sesungguhnya perubahan hakiki [transsubstansiasi]� (DS: 1642).

KGK 1377 Kehadiran Kristus dalam Ekaristi mulai dari saat konsekrasi dan berlangsung selama rupa Ekaristi ada. Di dalam setiap rupa dan di dalam setiap bagiannya tercakup seluruh Kristus, sehingga pemecahan roti tidak membagi Kristus Bdk. Konsili Trente: DS 1641.

KGK 1396 Kesatuan Tubuh Mistik: Ekaristi membangun Gereja. Siapa yang menerima Ekaristi, disatukan lebih erat dengan Kristus. Olehnya Kristus menyatukan dia dengan semua umat beriman yang lain menjadi satu tubuh: Gereja. Komuni membaharui, memperkuat, dan memperdalam penggabungan ke dalam Gereja, yang telah dimulai dengan Pembaptisan. Di dalam Pembaptisan kita dipanggil untuk membentuk satu tubuh (Bdk. 1 Kor 12:13).

Kesimpulan

Dari melihat uraian di atas, maka kita melihat betapa doktrin Ekaristi (kehadiran Kristus yang nyata di dalamnya karena Transubstansiasi) yang diajarkan oleh Gereja Katolik mempunyai dasar yang teguh, sebab telah berakar dari Tradisi para rasul dan para Bapa Gereja. Jika pengertian kita tidak demikian, maka itu sama saja kita menilai bahwa para rasul dan para Bapa Gereja dan seluruh Gereja itu selama berabad- abad telah �salah pengertian�. Mungkin inilah yang ada di pikiran para Reformer seperti Luther, Calvin, Zwingli, dst. Tetapi akibatnya, begitu mereka menginterpretasikan sendiri ayat Alkitab dan beberapa perkataan Bapa Gereja tanpa melihat konteksnya, maka akhirnya mereka bertentangan sendiri, karena memegang pengertian yang berbeda-beda. Ironinya, mereka sama-sama meng-klaim bahwa mereka mengartikan ayat Alkitab yang sama, yaitu perkataan Yesus, �Inilah Tubuh-Ku�� Mari kita berhenti sejenak, dan merenungkan ayat tersebut. Biarlah dengan kesederhanaan iman dan kerendahan hati, kita dapat percaya dan mengimani, bahwa memang Kristuslah yang mengubah apa yang nampak sebagai roti itu menjadi sungguh-sungguh Tubuh-Nya sendiri, sehingga yang dipegang-Nya itu bukan roti lagi, walaupun rupanya tetap roti. Kuasa mengubah roti menjadi anggur ini tidak diberikan kepada semua orang, tetapi hanya kepada para rasul-Nya, yang kemudian diteruskan kepada para penerus mereka, yaitu, para imam-Nya melalui tahbisan suci. Dengan demikian Ekaristi juga berkaitan dengan Tahbisan Suci. Tangan-tangan yang telah diurapilah yang diberi kuasa Roh Kudus untuk bertindak atas nama Kristus, untuk melakukan mukjizat yang sangat agung ini.

Karena betapa agungnya makna persatuan kita dengan Kristus dalam Komuni kudus, maka sebelum menyambut-Nya kita harus mempersiapkan diri. Betapa dalamnya makna persatuan itu, sehingga harus merupakan kesatuan total: yaitu kesatuan dengan keseluruhan Tubuh Mistik Kristus yang ada di dalam Gereja Katolik di bawah pimpinan pengganti Rasul Petrus. Inilah sebabnya tidak sembarang orang dapat menyambut Tubuh Kristus, walaupun ia mengimani bahwa roti itu sungguh telah diubah menjadi Tubuh-Nya. Sebab masih ada makna lagi yang harus diimani, yaitu apakah ia mengimani Gereja Kristus yang ada dalam Gereja Katolik yang didirikan di atas Petrus (cf. Mat 16:18).

Kita sebagai orang Katolik sepantasnya bersyukur, bahwa kita memiliki Magisterium,[18] yang dengan setia meneruskan pengajaran Kristus yang otentik, terutama untuk pengajaran tentang Ekaristi ini. Kristus telah mengetahui, bahwa tanpa jaminan �tak mungkin salah� (infallibility) yang diberikan kepada pemimpin Gereja-Nya, maka manusia cenderung mengartikan sendiri pengajaran-Nya yang dapat mengakibatkan perpecahan umat. Maka, Kristus memberikan kuasa �tidak mungkin salah� (infallibility)[19] kepada Bapa Paus agar pengajaranNya dapat dilestarikan dengan murni. Inilah sebabnya, kita dapat dengan teguh mengimani doktrin Ekaristi, sebab kita yakin itu berasal dari Kristus sendiri. Selanjutnya, mari kita berdoa agar semakin hari kita semakin dapat menghayati kedalaman misteri kasih Tuhan yang dinyatakan melalui kehadiran-Nya dalam Ekaristi. Ekaristi merupakan cara Allah mengasihi kita. Sekarang tergantung kita, maukah kita belajar memahami dan menghayati cara Tuhan mengasihi kita, ataukah kita lebih memilih cara kita sendiri untuk merasakan kasih Tuhan?

CATATAN KAKI:

John Henry Cardinal Newman, Essay on the Development of Christian Doctrine (Notre Dame, Indiana: Notre Dame Press, 1989), p. 7-8. [?]
St. Ignatius of Antioch, Letter to the Romans, 7 [?]
St. Ignatius of Antioch, Letter to the Smyrnaeans, 6, 7 [?]
St. Ignatius of Antioch, Letter to the Philadelphians, 4 [?]
St. Yustinus Martir, First Apology 66, 20. [?]
St. Irenaeus, Against Heresy, 5, 2, 2. [?]
St. Cyril of Jerusalam, Catechetical Lectures: 22 (Mystagogic 4), 6 [?]
St. Agustinus, Sermons, no. 227, ML 38, 1099, FC XXXVIII, 195-196. [?]
Lihat Father Frank Chacon and Jim Burnham, Beginning Apologetics 3, (San Juan Catholic Seminars, Farmington, NM), p. 22. [?]
Lihat buku karangan Joan Carroll Cruz, Eucharistic Miracles (Rockford. Illinois: TAN Books, 1987). [?]
In 1970-�71 and taken up again partly in 1981 there took place a scientific investigation by the most illustrius scientist Prof. Odoardo Linoli, eminent Professor in Anatomy and Pathological Histology and in Chemistry and Clinical Microscopy. He was assisted by Prof. Ruggero Bertelli of the University of Siena. The analyses were conducted with absolute and unquestionable scientific precision and they were documented with a series of microscopic photographs. These analyses sustained the following conclusions (see more on this link, please click here)

The Flesh is real Flesh. The Blood is real Blood.
The Flesh and the Blood belong to the human species.
The Flesh consists of the muscolar tissue of the heart.
In the Flesh we see present in section: the myocardium, the endocardium, the vagus nerve and also the left ventricle of the heart for the large thickness of the myocardium.
The Flesh is a �HEART� complete in its essential structure.
The Flesh and the Blood have the same blood-type: AB (Blood-type identical to that which Prof. Baima Bollone uncovered in the Holy Shroud of Turin).
In the Blood there were found proteins in the same normal proportions (percentage-wise) as are found in the sero-proteic make-up of the fresh normal blood.
In the Blood there were also found these minerals: chlorides, phosphorus, magnesium, potassium, sodium and calcium.
The preservation of the Flesh and of the Blood, which were left in their natural state for twelve centuries and exposed to the action of atmospheric and biological agents, remains an extraordinary phenomenon.

In conclusion, it may be said that Science, when called upon to testify, has given a certain and thorough response as regards the authenticity of the Eucharistic Miracle of Lanciano. [?]
Dalam Misa, Kurban Yesus yang satu-satunya dan sama ini dikorbankan dengan cara berbeda; tidak lagi dengan cara berdarah secara fisik seperti yang terjadi di kayu salib (lihat KGK 1367). [?]
Menurut Fr. Chacon, Ibid., p. 6, Gereja Katolik sebaliknya, membedakan bahwa ada 3 macam kehadiran Yesus: 1) Kehadiran Yesus secara natural di mana-mana sebagai Tuhan, melalui pengetahuan-Nya, kuasa-Nya dan esensi-Nya; 2) Kehadiran Yesus secara spiritual dalam setiap orang yang berada dalam keadaan berdamai dengan Tuhan (in the state of grace); 3) Kehadiran Yesus secara substansial berupa Tubuh dan Darah-Nya, di dalam Ekaristi. [?]
Disarikan dari buku Louis Berkhof, Systematic Theology, New Combined Edition, (William B Eerdmans Publishing Company, Grand Rapids, Michigan/ Cambridge, UK) p. 646. [?]
Ibid., p.646. [?]
Anathema, yang sering diterjemahkan sebagai �terkutuk�, namun maksud harafiahnya adalah pemisahan (�cutting-off�, �separation�) untuk menunjukkan bahwa orang tersebut tidak dianggap sebagai anggota kawanan. [?]
1324, Lumen Gentium 11 [?]
Magisterium dipegang oleh Bapa Paus sebagai penerus Rasul Petrus dan para Uskup pembantunya yang dalam kesatuan dengan dia. [?]
Menurut Lumen Gentium 25, Kuasa �tidak mungkin salah�, yang diberikan Yesus kepada Bapa Paus ini (infallibility) hanya berkenaan dengan pengajaran Bapa Paus secara definitive mengenai hal iman dan moral. [?]

Ditulis oleh: Ingrid Listiati
Ingrid Listiati telah menyelesaikan program studi S2 di bidang teologi di Universitas Ave Maria - Institute for Pastoral Theology, Amerika Serikat.

http://katolisitas.org/1172/sejarah-yang-mendasari-pengajaran-tentang-ekaristi#perbandingan-doktrin-ekaristi-menurut-gereja-katolik-luther-calvin-dan-zwingli

Monday, April 29, 2013

Sudahkah Kita Pahami Pengertian Ekaristi?

Pendahuluan
Karena Ekaristi adalah Yesus Kristus sendiri, Ekaristi menjadi �jantung� dari iman Katolik. Katekismus Gerja Katolik mengajarkan bahwa Ekaristi adalah �sumber dan puncak seluruh kehidupan Kristiani� (KGK 1324) dan �hakikat dan rangkuman iman kita� (KGK 1327). Tentu idealnya semua orang Katolik mengetahui hal ini, tetapi sayangnya, kenyataan berbicara lain. Di Amerika, menurut polling pendapat yang diadakan oleh Gallup poll pada tahun 1992, pengertian ini tidak dimiliki oleh sebagian besar umat Katolik.[1] Hal yang serupa mungkin pula terjadi di Indonesia.

Hasil yang diperoleh cukup menggambarkan bahwa banyak orang Katolik yang tidak tahu dengan persis bahwa Yesus sungguh-sungguh hadir dalam Ekaristi:
� 30% percaya bahwa mereka sungguh-sungguh dan benar-benar menerima Tubuh, Darah, Jiwa dan ke-Allahan Yesus Kristus dalam rupa roti dan anggur.
� 29% percaya bahwa mereka menerima roti dan anggur yang melambangkan Tubuh dan Darah Kristus.
� 10% percaya mereka menerima roti dan anggur di mana di dalamnya Yesus juga hadir.
� 24% percaya mereka menerima Tubuh dan Darah Yesus karena iman mereka sendiri mengatakan demikian.

Orang yang benar-benar mengerti akan pengajaran Gereja Katolik akan mengetahui bahwa pilihan yang benar itu hanya pilihan pertama, sedangkan pilihan yang lain itu keliru. Sayangnya, hanya 30% umat Katolik yang mengerti akan kebenaran ini; sedangkan 70% yang lain sepertinya �bingung� atau memegang kepercayaan gereja lain yang bukan Katolik. Mari kita bertanya pada diri kita sendiri, termasuk golongan mana kita ini?

Apa yang diajarkan oleh Gereja Katolik tentang Ekaristi?

1. Kehadiran Yesus Kristus yang real dan substansial di dalam Ekaristi
Selama kira-kira 2000 tahun, Gereja Katolik selalu mengajarkan bahwa Yesus Kristus sungguh hadir, real dan substansial, di dalam Ekaristi, yaitu Tubuh, Darah, Jiwa dan ke-Allahan-Nya di dalam rupa roti dan anggur (KGK 1374). Pada saat imam selesai mengucapkan doa konsekrasi � �Inilah Tubuh-Ku� dan �Inilah darah-Ku�, Tuhan secara ajaib mengubah roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah-Nya. Kejadian ini disebut sebagai �transubstansiasi�, yang mengakibatkan substansi dari roti dan anggur berubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus (lih. KGK 1376). Jadi yang tinggal hanyalah rupa roti dan anggur, tetapi substansi roti dan anggur sudah lenyap, digantikan dengan kehadiran Yesus.

Yesus hadir seutuhnya di dalam roti itu, bahkan sampai di partikel yang terkecil dan di dalam setiap tetes anggur. Pemecahan roti bukan berarti pemecahan Kristus, sebab kehadiran Kristus utuh, tak berubah dan tak berkurang di dalam setiap partikel. Dengan demikian kita dapat menerima Kristus di dalam rupa roti saja, atau anggur saja, atau kedua bersama-sama (lih. KGK 1390). Dalam setiap hal ini, kita menerima Yesus yang utuh di dalam sakramen.

Karena Yesus sungguh-sungguh hadir di dalam Ekaristi, maka kita memberi hormat di depan tabernakel, kita berlutut dan menundukkan diri sebagai tanda penyembahan kepada Tuhan. Itulah sebabnya Gereja memperlakukan Hosti Kudus dengan hormat, dan melakukan prosesi untuk menghormati Hosti suci yang disebut Sakramen Maha Kudus, dan mengadakan adorasi di hadapan-Nya dengan meriah (lih. KGK 1378).

Kehadiran Kristus di dalam Ekaristi bermula pada waktu konsekrasi dan berlangsung selama rupa roti dan anggur masih ada (KGK 1377), maksudnya pada saat roti dan anggur itu dicerna di dalam tubuh kita dan sudah tidak lagi berbentuk roti, maka itu sudah bukan Yesus. Jadi kira-kira Yesus bertahan dalam diri kita [dalam rupa hosti] selama 15 menit. Sudah selayaknya kita menggunakan waktu itu untuk berdoa menyembah-Nya, karena untuk sesaat itu kita sungguh-sungguh menjadi tabernakel Allah yang hidup!

Kristus sendiri yang mengundang kita untuk menyambut Dia dalam Ekaristi (KGK 1384), dan karena itu kita harus mempersiapkan diri untuk saat yang agung dan kudus ini, dengan melakukan pemeriksaan batin. Karena Ekaristi itu sungguh-sungguh Allah, maka kita tidak boleh menyambutNya dalam keadaan berdosa berat. Untuk menyambut-Nya dengan layak kita harus berada dalam keadaan berdamai dengan Allah. Jika kita sedang dalam keadaan berdosa berat, kita harus menerima pengampunan melalui Sakramen Tobat sebelum kita dapat menyambut Komuni Kudus (KGK 1385).

2. Keutamaan Ekaristi disebabkan karena di dalamnya terkandung Kristus sendiri
Ekaristi disebut sebagai sumber dan puncak kehidupan Kristiani (LG 11) karena di dalamnya terkandung seluruh kekayaan rohani Gereja, yaitu Kristus sendiri (KGK 1324). Pada perjamuan terakhir, pada malam sebelum sengsara-Nya, Kristus menetapkan Ekaristi sebagai tanda kenangan yang dipercayakan oleh Kristus kepada mempelai-Nya yaitu Gereja (KGK 1324). Kenangan ini berupa kenangan akan wafat dan kebangkitan Kristus yang disebut sebagai Misteri Paska, yang menjadi puncak kasih Allah yang membawa kita kepada keselamatan (KGK 1067). Keutamaan Misteri Paska dalam rencana Keselamatan Allah mengakibatkan keutamaan Ekaristi, yang menghadirkan Misteri Paska tersebut, di dalam kehidupan Gereja (KGK 1085).

Gereja Katolik mengajarkan bahwa kurban salib Kristus terjadi hanya sekali untuk selama-lamanya (Ibr 9:28). Kristus tidak disalibkan kembali di dalam setiap Misa Kudus, tetapi kurban yang satu dan sama itu dihadirkan kembali oleh kuasa Roh Kudus (KGK 1366). Hal itu dimungkinkan karena Yesus yang mengurbankan Diri adalah Tuhan yang tidak terbatas oleh waktu dan kematian. Kristus telah mengalahkan maut, karenanya Misteri Paska-Nya tidak hanya terbenam sebagai masa lampau, tetapi dapat dihadirkan di masa sekarang (KGK 1085). Karena bagi Tuhan, segala waktu adalah �saat ini�, sehingga masa lampau maupun yang akan datang terjadi sebagai �saat ini�. Dan kejadian Misteri Paska sebagai �saat ini� itulah yang dihadirkan kembali di dalam Ekaristi, dengan cara yang berbeda, yaitu secara sakramental. Dengan demikian, Ekaristi menjadi kenangan hidup akan Misteri Paska dan akan segala karya agung yang telah dilakukan oleh Tuhan kepada umat-Nya, dan sekaligus harapan nyata untuk Perjamuan surgawi di kehidupan kekal (lih. KGK 1362,1364,1340,1402,1405).

3. Beberapa nama Ekaristi dan artinya
Ekaristi berasal dari kata �eucharistein� yang artinya ucapan terima kasih kepada Allah (KGK 1328). Ekaristi adalah kurban pujian dan syukur kepada Allah Bapa, di mana Gereja menyatakan terima kasihnya kepada Allah Bapa untuk segala kebaikan-Nya di dalam segala sesuatu: untuk penciptaan, penebusan oleh Kristus, dan pengudusan. Kurban pujian ini dinaikkan oleh Gereja kepada Bapa melalui Kristus: oleh Kristus, bersama Dia dan untuk diterima di dalam Dia. (KGK 1359-1361)

Ekaristi adalah Perjamuan Tuhan, yang memperingati perjamuan malam yang diadakan oleh Kristus bersama dengan murid-murid-Nya. Perjamuan ini juga merupakan antisipasi perjamuan pernikahan Anak Domba di surga (KGK 1329).

Ekaristi adalah kenangan akan kesengsaraan dan kebangkitan Tuhan (KGK 1330). Ekaristi diadakan untuk memenuhi perintah Yesus untuk merayakan kenangan akan hidup-Nya, kematian-Nya, kebangkitan-Nya dan akan pembelaan-Nya bagi kita di depan Allah Bapa (KGK 1341).

Ekaristi adalah Kurban kudus, karena ia menghadirkan kurban tunggal Yesus, dan juga kurban penyerahan diri Gereja yang mengambil bagian dalam kurban Yesus, Kepalanya (KGK 1330, 1368). Sebagai kenangan Paska Kristus, Ekaristi menghadirkan dan mempersembahkan secara sakramental kurban Kristus satu-satunya dalam liturgi Gereja (KGK 1362, 1365). Ekaristi menghadirkan kurban salib dan memberikan buah-buahnya yaitu pengampunan dosa (KGK 1366).

Ekaristi adalah Komuni kudus, karena di dalam sakramen ini kita menerima Kristus sendiri (KGK 1382) dan dengan demikian kita menyatukan diri dengan Kristus, yang mengundang kita mengambil bagian di dalam Tubuh dan Darah-Nya, supaya kita membentuk satu Tubuh dengan-Nya (KGK 1331).

Ekaristi dikenal juga dengan Misa kudus, karena perayaan misteri keselamatan ini berakhir dengan pengutusan umat beriman (missio) supaya mereka melaksanakan kehendak Allah dalam kehidupan sehari-hari.

4. Buah-buah Ekaristi / Komuni kudus
� Komuni memperdalam persatuan kita dengan Yesus, hal ini berdasarkan atas perkataan Yesus, �Barangsiapa makan daging-Ku dan minum Darah-Ku, ia tinggal dalam Aku dan Aku di dalam Dia� (KGK 1391).
� Komuni memisahkan kita dari dosa, karena dengan mempersatukan kita dengan Kristus kita sekaligus dibersihkan dari dosa yang telah kita lakukan dan melindungi kita dari dosa-dosa yang baru (KGK 1393).
� Ekaristi membangun Gereja di dalam kesatuan. Oleh Ekaristi Kristus mempersatukan kita dengan semua umat beriman menjadi satu Tubuh, yaitu Gereja. Ekaristi memperkuat kesatuan dengan Gereja yang telah dimulai pada saat pembaptisan (KGK 1396). Kesatuan dengan Gereja ini mencakup Gereja yang masih berziarah di dunia, Gereja yang sudah jaya di Surga, dan Gereja yang masih dimurnikan di dalam Api Penyucia (lih. KGK 954)
� Ekaristi mewajibkan kita terhadap kaum miskin, sebab dengan bersatu dengan Kristus dalam Ekaristi, kita juga mengakui Kristus yang hadir di dalam orang-orang termiskin yang juga menjadi saudara-saudara-Nya (KGK 1397), yang di dalam Dia, menjadi saudara-saudara kita juga.
� Ekaristi mendorong kita ke persatuan umat beriman, sebab Ekaristi, menurut perkataan Santo Agustinus adalah �sakramen kasih sayang, tanda kesatuan dan ikatan cinta,� (KGK 1398) yang seharusnya secara penuh dialami bersama oleh semua orang yang beriman di dalam Kristus.

Dasar pengajaran tentang Ekaristi dari Alkitab

1. Perjanjian Lama:
� Imam Agung Melkisedek mempersembahkan roti dan anggur (Kej 14:18) yang menggambarkan Perjamuan Yesus pada Perjamuan Terakhir. Yesus sendiri dikatakan sebagai Imam Besar menurut peraturan Melkisedek (Ibr 6:20).
� Kurban anak domba Paska yang menyelamatkan umat Israel merupakan kurban yang dimakan sebagai makanan untuk menguatkan mereka menempuh perjalanan ke Tanah Terjanji (Kej 12:1-20). Hal ini menggambarkan Ekaristi yang merupakan kurban Anak Domba Allah, yaitu Yesus, yang dimakan sebagai makanan untuk menjadi bekal perjalanan kita ke Tanah Terjanji, yaitu surga.
� Roti Manna yang menjadi simbol Ekaristi pada Perjanjian Lama. Yesus sendiri mengatakan bahwa Ia adalah Roti manna yang turun dari surga (lih. Yoh 6:32-51). Seperti halnya bahwa manna menguatkan bangsa Israel sepanjang perjalanan di gurun dan berhenti dicurahkan setelah mereka sampai di Tanah Terjanji; Ekaristi juga diberikan untuk menguatkan kita di perjalanan hidup di dunia, dan berhenti setelah kita sampai di surga.
� Pada Tabut Perjanjian Lama menggambarkan tabernakel pada gereja Katolik di manapun, yang merujuk pada Ekaristi. Dua loh batu (Kel 25:16) menggambarkan sabda kehidupan yang terkandung dalam Ekaristi. Manna (Kel 16:34) menggambarkan Ekaristi sebagai roti hidup yang turun dari surga (Yoh 6:51). Tongkat Harun (Bil 17: 5) yang menandai imamatnya, menggambarkan peran Imamat kudus dalam Kristus, yaitu tubuhNya. Seperti tongkat Harun yang bertunas, tubuh Yesus yang ditembus oleh tombak mengeluarkan air dan darah yang melambangkan sakramen Pembaptisan dan Ekaristi.[2]

2. Perjanjian Baru:
Yesus sungguh-sungguh hadir di dalam Ekaristi, seperti dinyatakan:
� Pada Perjamuan Terakhir Yesus memerintahkan murid-murid-Nya untuk mengenangkan Dia dengan merayakan perjamuan tersebut. Yesus berkata, �Inilah Tubuh-Ku� (bukan ini melambangkan Tubuh-Ku)� (lih Mat 26:26-28; Mrk 14:22-24; Luk 22:15-20).�
� Yesus mengatakan sendiri bahwa Ia adalah �Roti hidup yang turun dari surga. Jikalau seorang makan dari roti ini, dia akan hidup selama-lamanya; dan roti yang Ku-berikan itu ialah daging-Ku yang Kuberikan untuk hidup dunia (Yoh 6:35, 51).
� Pengajaran ini diberikan setelah Yesus mengadakan mukjizat pergandaan roti, yaitu mukjizat yang ditulis di dalam ke-empat Injil (Mat 14:13-21; Mrk 6:32-44; Luk 9:10-17; Yoh 6:1-15). Lima roti yang sama yang dibagikan oleh para rasul dapat memberi makan 5000 orang, dengan sisa 12 keranjang. Ini menggambarkan Yesus yang satu dan sama hadir dalam Ekaristi, dapat dibagikan kepada semua orang, tanpa Dia sendiri menjadi terbagi-bagi atau berkurang/ hilang.
� Yesus berkata bahwa Ia lebih tinggi nilainya dari pada manna yang diberikan kepada orang Israel di gurun. Padahal mukjizat manna adalah suatu mukjizat yang besar, setiap harinya berjuta orang Israel menerima 1 omer (1.1 liter) roti manna per orang, sehingga tiap harinya ada beberapa ratus ton roti manna tercurah dari langit, selama 40 tahun.[3] Yesus mengatakan bahwa mukjizat-Nya lebih hebat daripada mukjizat manna ini, sehingga kita dapat menyimpulkan bahwa di dalam Ekaristi, roti dapat sungguh-sungguh diubah Yesus menjadi diri-Nya sendiri, seperti yang dikatakan-Nya.
� Orang-orang yang mendengarkan pengajaran �Roti Hidup� ini memahami bahwa Yesus mengajarkan sesuatu yang literal (tidak figuratif/ simbolis), sehingga mereka meninggalkan Yesus sambil berkata, �Bagaimana Ia ini dapat memberikan daging-Nya untuk dimakan� (Yoh 6:52)
� Yesus menggunakan gaya bahasa yang kuat untuk menjelaskan arti literal pengajaran ini dengan mengulangi pengajaran ini sampai 6 kali di dalam 6 ayat (ay. 53-58),� jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu (Yoh 6:53); Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman (Yoh 6:55). Ini adalah gaya bahasa yang bukan kiasan/ simbolis!
� Banyak murid tidak dapat menerima pengajaran ini, dan meninggalkan Yesus (ay.66), tetapi Yesus tidak menarik kembali pengajaran-Nya tentang diri-Nya sebagai �Roti Hidup�. Dia tidak mengatakan bahwa Dia hanya berkata secara figuratif/simbolis. Pada beberapa kesempatan, jika Ia berbicara secara figuratif, Yesus menerangkan kembali maksud perkataan-Nya pada para murid-Nya yang mengartikannya secara literal. (Contohnya pada Yoh 4:31-34, Yesus menjelaskan bahwa �makanan-Nya yang tidak mereka kenal� adalah melakukan kehendak Bapa yang mengutus-Nya. Atau pada Mat 16:5-12; tentang ragi orang-orang Farisi dan Saduki, maksudnya adalah bukan ragi secara literal, tetapi pengajaran mereka)[4]
� Setelah banyak yang meninggalkan Dia karena pengajaran ini, Yesus bahkan bertanya kepada ke dua-belas rasulNya, �Apakah kamu tidak mau pergi juga?�(Yoh 6:67). Namun Petrus menjawab, �Tuhan kepada siapakah kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal (Yoh 6:69). Pertanyaan yang sama ditujukan pada kita, apakah kita mau percaya akan pengajaran ini seperti Petrus, ataukah kita seperti murid-murid lain yang meninggalkan Dia?
� Rasul Paulus mengingatkan jemaat agar tidak menerima Ekaristi secara tidak layak, supaya tidak berdosa terhadap Tubuh dan Darah Tuhan (1 Kor 11:27). Rasul Paulus juga menambahkan, jika seseorang makan dan minum tanpa mengakui Tubuh Tuhan, ia mendatangkan hukuman atas dirinya sendiri (1 Kor 11:28-29). Pengajaran ini tidak masuk di akal, jika kehadiran Yesus dalam Ekaristi hanya simbolis belaka. Kesimpulannya, St. Paulus jelas mengajarkan bahwa Yesus sungguh-sungguh hadir di dalam Ekaristi.

3. Bukti dari para Bapa Gereja di abad awal
Tulisan para Bapa Gereja di abad awal merupakan bukti yang sangat penting tentang �keaslian� pengajaran tentang Ekaristi. Para Bapa Gereja merupakan saksi yang menjamin keaslian pengajaran Alkitab, karena mereka sungguh-sungguh menyaksikan para rasul mengajar dan menuliskan Injil, seperti Rasul Matius, Yohanes dan St. Paulus menuliskan surat-suratnya. Melalui tulisan-tulisan mereka, kita mengetahui Tradisi Suci para Rasul, seperti Kehadiran Yesus dalam Ekaristi, Misa Kudus, kepemimpinan Rasul Petrus, devosi kepada Maria, Api penyucian, dll. Semua pengajaran ini adalah pengajaran yang diteruskan oleh Gereja Katolik. Berikut ini adalah para Bapa Gereja yang mengajarkan tentang kehadiran Yesus di dalam Ekaristi:
1. Ignatius dari Antiokhia, murid dan pembantu Rasul Yohanes, uskup ke-3 di Antiokhia. Tahun 110 ia menulis 7 surat kepada gereja-gereja sebelum kematiannya sebagai martir di Roma. Pada suratnya ke gereja di Smyrna, St. Ignatius menyebutkan bahwa mereka yang tidak percaya kepada �Kehadiran Yesus di dalam Ekaristi� adalah sesat (�heretics�).[5] Kepada gereja di Roma, St. Ignatius menuliskan imannya tentang Ekaristi yang sungguh-sungguh adalah Tubuh dan Darah Yesus.[6]
2. St. Yustinus Martir, pengikut Kristus pada tahun 130, yang mendapat pengajaran dari Rasul Yohanes, seorang Apologist yang terkenal di abad ke-2. Pada tulisannya kepada Emperor di Roma, yaitu �Apology� pada tahun 150, St. Yustinus juga menjelaskan kebenaran pengajaran tentang kehadiran Yesus di dalam Ekaristi.[7]
3. St. Irenaeus, uskup Lyons, hidup tahun 140-202. Ia murid St. Polycarpus yang adalah murid Rasul Yohanes. Dengan menuliskan bukunya yang terkenal, �Against Heresies� (195), ia menghancurkan pandangan sesat yang bertentangan dengan kepercayaan Gereja yang dipegang oleh para rasul.[8]
4. St. Cyril dari Yerusalem, pada tahun 350 mengajarkan agar kita sebagai pengikut Kristus percaya sepenuhnya akan kehadiran Yesus di dalam Ekaristi, sebab Yesus sendiri yang mengatakannya[9]
5. St. Hilary, uskup Poitiers, Perancis, tahun 315-367. Dengan karyanya, �On the Trinity� (356), St. Hilary mengajarkan kehadiran Kristus dalam Ekaristi yang kita terima menjadikan kita tinggal di dalam Kristus dan Kristus di dalam kita.[10] Para Bapa Gereja ini membuktikan bahwa jemaat Kristen awal percaya akan Kehadiran Yesus di dalam Ekaristi. Perhatikanlah bahwa St. Ignatius adalah murid Rasul Yohanes, sedangkan St. Yustinus Martir dan St. Irenaeus belajar langsung dari murid-murid Rasul Yohanes. Mereka semua mendapat pengajaran dari Rasul Yohanes yang menulis tentang Yesus sebagai �Roti Hidup� (Yoh 6). Siapa yang dapat mengatakan bahwa ia lebih memahami pengajaran Yesus tentang �Roti Hidup� ini dari pada mereka yang mendengar langsung/ murid dari Rasul Yohanes?

Kesimpulan
Jika kita dengan hati terbuka mempelajari Alkitab, dan tulisan para Bapa Gereja, kita akan melihat bahwa kenyataan menunjukkan bukti yang kuat yang mendasari pengajaran Gereja Katolik tentang Kehadiran Yesus secara real dan substansial di dalam Ekaristi. Yesus sendiri hadir di dalam Ekaristi, di dalam rupa roti dan anggur, dan sudah menjadi kehendak-Nya agar kita mengenangkan Dia melalui perjamuan ini, agar kita dapat mengambil bagian di dalam Misteri Paska-Nya yang mendatangkan keselamatan bagi dunia. Ekaristi adalah cara yang dipilih Yesus agar kita dapat tinggal di dalam Dia dan Dia di dalam kita. Percaya penuh akan kehadiran-Nya di dalam Ekaristi dan menerima Ekaristi dengan sikap yang benar merupakan bentuk perwujudan iman dan kasih kita kepada Tuhan yang terlebih dahulu mengasihi kita sampai wafat di salib. Mari kita menerima dengan hati terbuka, cara Yesus mengasihi kita di dalam Ekaristi. Mari kita berdoa, agar makin hari kita makin dapat menghayati kasih-Nya yang tak terbatas, yang tercurah pada kita melalui Sakramen yang Maha Kudus ini�

________________________________________ CATATAN KAKI:
1. Father Frank Chacon, Jim Burnham, Beginning Apologetics 3, How to Explain and Defend the Real Presence of Christ in the Eucharist, (San Juan Catholic Seminars, NM), p. 4. [?]
2. Lihat Father Frank Chacon, Ibid., p. 9. [?]
3. Lihat Father Frank Chacon, Ibid., p. 10. [?]
4. Lihat Father Frank Chacon, Ibid., p. 11. [?]
5. Terjemahan dari Letter to Smynaeans 6, 2; Jurgens, p.25, #64, �Perhatikanlah mereka yang memegang pendapat yang bermacam-macam tentang rahmat Yesus Kristus yang diberikan kepada kita, dan lihatlah bagaimana pendapat mereka bertentangan dengan pikiran Tuhan� Mereka menolak Ekaristi dan doa, karena mereka tidak mengakui bahwa Ekaristi adalah sungguh Tubuh Yesus Kristus Penebus kita. Tubuh yang sudah menderita demi dosa-dosa kita, dan yang telah dibangkitkan oleh Allah Bapa dengan kebaikan-Nya.� [?]
6. Terjemahan dari Letter to the Romans 7,3, Jurgens, p.22, # 54a., �Aku tidak menginginkan makanan sementara maupun kesenangan untuk hidup ini. Aku menginginkan Roti dari Tuhan, yaitu Tubuh (Flesh) Yesus Kristus, yang adalah keturunan Daud, dan untuk minum, aku menginginkan Darah-Nya, yang adalah kasih yang abadi.� [?]
7. Terjemahan dari First Apology 66, 20; Jurgens, p. 55, # 128, �Kami menamakan makanan ini Ekaristi; dan tidak ada seorangpun yang diizinkan untuk mengambil bagian di dalamnya, kecuali bagi yang percaya bahwa pengajaran kami adalah benar � Sebab bukan sebagai roti biasa atau minuman biasa kami mempercayai ini; tetapi karena Yesus Kristus telah dilahirkan melalui Sabda Tuhan dan memiliki tubuh dan darah untuk keselamatan kita, demikian pula, seperti kami diajarkan, makanan yang telah dijadikan sebagai Ekaristi dengan doa Ekaristi sebagaimana diajarkan oleh-Nya, dan dengan perubahannya yang menguatkan tubuh dan darah kami, adalah Tubuh dan Darah dari Yesus, Sabda yang menjadi manusia.� [?]
8. Terjemahan dari Against Heresies 5,2,2; Jurgens, p.99, #249, �Ia(Yesus) telah menyatakan piala itu, sebagai bagian dari ciptaan, sebagai Darah-Nya sendiri, daripadanya Ia menyebabkan darah kita mengalir; dan roti itu, sebagai bagian dari ciptaan, Dia telah menjadikannya sebagai Tubuh-Nya sendiri, daripadanya Ia memberikan pertumbuhan pada tubuh kita.� [?]
9. Terjemahan dari Catechetical Lectures: 22 (Mystagogic 4),1; Jurgens, p. 360, #843, �Dia (Yesus), dengan demikian, menyatakan dan mengatakan tentang Roti itu, �Ini adalah Tubuh-Ku,� siapa yang akan berani untuk terus meragukan? Dan ketika Ia sendiri mengatakan, �Ini adalah Darah-Ku,� siapa yang dapat ragu dan mengatakan bahwa itu bukan Darah-Nya?� Terjemahan dari Catechetical Lectures: 22 (Mystagogic 6),1; Jurgens, p. 361, #846, �Karena itu, jangan menganggap bahwa roti dan anggur itu hanya semata-mata roti dan anggur, sebab mereka adalah, menurut perkataan Tuhan kita, Tubuh dan Darah Kristus. Walaupun perasaan mengatakan kepadamu sesuatu yang lain, biarlah iman membuat kamu teguh percaya. Jangan melihat berdasarkan rasa, tetapi percayalah penuh dengan iman, jangan meragukan, bahwa kamu telah dianggap layak untuk menerima Tubuh dan Darah Kristus.� [?]
10. Terjemahan dari On the Trinity, Bk 8, Ch 14: dikutip oleh John Willis, S.J., dalam The Teachings of the Church Fathers, (Ignatius Press, San Francisco, 2002), p. 405, � Dia (Yesus) sendiri berkata: �Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku tinggal dalam Aku dan Aku di dalam Dia� (Yoh 6:55,56). Kita tidak boleh meragukan rupa tubuh dan darah itu, sebab sesuai dengan pernyataan dari Tuhan sendiri, dan sesuai dengan iman kita, ini adalah daging dan darah (Kristus). Dan kedua rupa ini yang kita terima menjadikan kita tinggal di dalam Kristus dan Kristus di dalam kita�.� [?]

Ditulis oleh: Ingrid Listiati
Ingrid Listiati telah menyelesaikan program studi S2 di bidang teologi di Universitas Ave Maria - Institute for Pastoral Theology, Amerika Serikat.
http://katolisitas.org/169

Sunday, August 22, 2010

Apa itu "Misteri Ekaristi"?

APA ITU MISTERI EKARISTI?

Yesus hadir di dunia sekarang ini dengan berbagai cara, tetapi Ekaristi adalah saat di mana Yesus hadir secara paling istimewa. Saat Misa, imam mengucapkan doa khusus yang merupakan pengulangan kata-kata Yesus pada Perjamuan Malam Terakhir bersama dengan para murid-Nya, "Inilah Tubuh-Ku. Inilah Darah-Ku."

Dengan kuasa Allah, Yesus hadir dalam Ekaristi saat imam mengucapkan kata-kata tersebut. Meskipun yang kita lihat hanyalah sepotong hosti putih yang kecil, yang bentuknya seperti roti dan rasanya juga seperti roti, namun demikian sejak saat konsekrasi (saat imam mengucapkan doa tersebut) hosti bukan lagi roti, melainkan Tubuh dan Darah Yesus yang hadir dalam Ekaristi. Yah, memang sulit untuk memahaminya - malahan, rasanya tidak mungkin membayangkannya.

Namun, itulah kebenaran yang disampaikan Yesus kepada kita, dan kita percaya pada-Nya. Banyak orang yang mempunyai pengalaman yang menakjubkan mengenai kehadiran Yesus saat mereka menerima Ekaristi dalam Komuni Kudus. Yesus mengasihi kita dan menyerahkan nyawa-Nya bagi kita. Ia ingin senantiasa bersama-sama kita sampai akhir jaman.

Sebaliknya, Ia pun berharap kita mau membalas kasih-Nya. Yesus menantikan balasan cinta kita kepada-Nya dalam Ekaristi. Kita dapat mengatakan pada-Nya bahwa kita mencitai-Nya ketika kita menerima Komuni Kudus dan ketika kita berdoa kepada-Nya kapan pun juga.

sumber : My Friend; St. Thomas Corner;
www.daughtersofstpaul.com/myfriend

Monday, July 19, 2010

Menggali Makna Perayaan Iman

oleh: P. Ferry Indrianto, SS.CC *
Taburkanlah ya Tuhan Sabda Kehidupan
Tanamkanlah Sabda-Mu di hati kami

Agar kami mengenal-Mu
Agar kami hidup dalam-Mu
Agar kami tak sesat jalan
Agar kami bersatu

Siapa yang akan menyanyikan syair di atas dengan mantap kalau bukan mereka yang merasa diri orang beriman? Mungkinkah orang berseru �Terpujilah Kristus� dengan segenap hati kalau tidak memiliki iman?

IMAN: RAHMAT YANG MEMBANGGAKAN

Iman kita perlu dihidupi, agar tak layu dan kering. Artinya iman itu perlu dipelihara dan ditumbuhkembangkan. Iman kita akan Kristus yang bangkit perlu dijaga agar tidak pudar. Iman adalah rahmat, ibarat benih yang siap bertumbuh dan menjadi besar. Tetapi bila benih itu tidak terawat, ia tidak akan mampu bertahan, apalagi bertumbuh, melainkan menjadi layu dan kering. Kalau tidak tumbuh, bagaimana akan berbuah?

Karena iman adalah rahmat, maka perlu kita menerima dan memeliharanya dengan bangga. Seorang beriman tentu akan bangga dengan imannya. Masih ingat ajakan imam setelah konsekrasi dalam Ekaristi Kudus? �Agungkanlah iman kita!� Lalu umat menjawab secara aklamasi, �Tuhan, Engkau sudah wafat, Tuhan, Engkau kini hidup, Engkau Sang Juru Selamat: datanglah, ya Yesus Tuhan.� Kebanggaan umat Katolik akan imannya tampak jelas dalam ungkapan itu. Kita mengimani misteri Allah yang agung, karena itu iman kita pun agung, dan sudah sepantasnya kita agungkan dalam pikiran, dengan perkataan, dan perbuatan.

Sejak awal Gereja rupanya sudah disadari pentingnya pemeliharaan iman umat. Oleh karena itu, berbagai macam usaha dilakukan. Segala usaha baik yang pernah dilakukan itu juga tetap dijaga, dan menjadi tradisi iman. Tradisi itu bukan sekedar kebiasaan yang digemari, tetapi tradisi itu bernilai bagi umat beriman karena menghantar orang kepada Tuhan. Dari situlah Gereja masa kini menemukan dirinya begitu kaya dengan tradisi, yakni segala usaha luhur untuk menyelami misteri penyelamatan Ilahi sekaligus merayakannya dengan bangga. Kebanggaan Gereja akan imannya terekam amat indah dalam syair Pujian Malam Paskah: �Bersoraklah! Nyanyikan lagu gembira bagi Kristus yang menebus kita, bersyukurlah kepada Allah, kita bangkit bersama Kristus ��

MENGUNGKAPKAN DAN MERAYAKAN IMAN

Kita tidak bisa melihat iman atau kedalaman iman seseorang. Yang bisa kita lihat hanyalah tanda-tanda seseorang itu beriman, misalnya ia berkumpul dan berdoa bersama dengan rekannya seiman. Sulit untuk dimengerti bila orang yang mengaku beriman, tetapi tidak pernah tampak berkumpul dan berdoa bersama dengan saudaranya seiman. Dalam kebersamaan itulah setiap pribadi beriman saling memperkaya dan meneguhkan satu sama lain. Doa menjadi salah satu ungkapan iman yang memadai untuk memelihara dan menumbuhkan semangat kebersamaan umat yang bersekutu karena iman yang sama. Dalam doa itu pula persatuan umat dengan Allah menemukan maknanya.

Tetapi sulit dimengerti juga apabila seseorang mengaku beriman tetapi tutur kata dan tindakan-tindakannya tidak mencerminkan apa yang diimaninya. Bisa jadi ada umat yang rajin untuk mengikuti ibadat-ibadat, tetapi dalam keseharian, ia membuat orang lain gusar. Orang lain gusar bukan karena ia mengatakan atau melakukan kebenaran sebagaimana diajarkan oleh Yesus, tetapi karena kata-kata dan tindakannya justru bertentangan dengan yang semestinya dilakukan oleh orang beriman. Bila ini terjadi tampaknya ada yang hilang dalam diri orang tersebut. Ia kehilangan makna ibadat-ibadat yang dilakukannya. Jangan-jangan sesungguhnya ia tidak menyadari makna perayaan iman yang dilakukannya?

Umumnya ungkapan iman Gereja berupa doa, pengakuan, permohonan, gerak-gerik, dan lain-lain, dirumuskan dan ditata dengan cermat, tidak sembarangan. Itu dimaksudkan agar siapapun yang mengikuti perayaan / ibadat bersama itu memperoleh inspirasi dan berkembang secara rohani dalam iman yang benar. Oleh karena itu, kalau setiap pribadi memperhatikan dan terlibat secara aktif dalam seluruh perayaan itu dengan segenap hati, akal budi dan kekuatannya, sebetulnya ia memperoleh banyak sekali hal yang penting bagi perkembangan hidupnya.

Perayaan iman adalah perayaan pertemuan antara umat manusia dengan Sang Khalik. Perjumpaan itu menjadi nyata bila ada keterbukaan hati manusia untuk menyambut kehadiran-Nya dalam perayaan itu. Bila perjumpaan itu terjadi, peristiwa itu akan menjadi kerinduan hati setiap pribadi untuk kembali merayakannya. Umat merayakan iman bukan karena kewajiban, tetapi karena kerinduan hati yang mendalam untuk berjumpa dengan Allah yang mengasihinya.

Perayaan ditata sedemikian rupa, sehingga mencerminkan kecintaan dan hormat umat kepada Allah. Seluruh bagian upacara disiapkan dan ditata sebaik mungkin. Tak heran bila kini kita menjumpai Gereja sangat kaya dengan karya-karya gemilang yang mewarnai perayaan imannya: lagu-lagu, musik, tarian, arsitektur, gerak-gerik, dan lain-lain. Semuanya itu diadakan dan dilakukan oleh umat agar perayaan perjumpaan dengan Allah itu agung, anggun, khidmat, berkenan kepada Allah serta mendatangkan rahmat bagi Gereja-Nya. Semakin dekat umat dengan Tuhan, sewajarnya ia semakin rindu untuk berjumpa dengan Dia dalam perayaan itu. Semakin sering umat merayakan perjumpaan dengan Tuhan semakin besar kasih Allah dalam dirinya. Semakin besarnya kasih Allah dalam dirinya membuatnya semakin bersukacita. Semakin besar sukacita dalam umat, semakin besar pula kerinduan hati untuk berbagi sukacita itu dengan saudara-saudara lainnya.


MERAYAKAN SEMANGAT PERAYAAN KE HIDUP HARIAN


Yakobus mengatakan: �Jika iman itu tidak disertai pebuatan, maka iman itu pada hakikatnya adalah mati� [Yak 2:17]. Bila perayaan iman hanya sekadar perayaan tanpa ada tindak lanjutnya, maka perayaan itu tidak akan pernah mengubah apapun, mati. Semangat yang terkandung dalam rumusan iman, homili, doa-doa, seruan-seruan menuntun kita untuk bertindak atas dasar Kasih. Simbol-simbol yang kita pakai mengingatkan kita bahwa Allah yang kita imani sesungguhnya hadir secara nyata dalan hidup harian kita. Allah tidak jauh dari hidup kita, hanya sejauh doa. Perayaan iman kita akan menjadi lengkap bila spirit perayaan itu menjiwai dan mendorong kita untuk mewujudkannya dalam hidup harian.

Perayaan iman yang sarat dengan makna tidak pertama-tama ditujukan demi perayaan itu semata. Tetapi perayaan iman juga diharapkan akan membawa perubahan bagi manusia dan dunianya. Ke dalam perayaan, umat membawa segala usaha dan karya, keluh kesah dan permohonan, tetapi sekaligus juga kerinduan untuk memperoleh peneguhan dan semangat baru untuk menapaki hidup yang penuh liku. Oleh karena itu, cakupan perayaan iman itu sangatlah luas, membentang tak terbatas. Segala aspek hidup manusia yang hadir maupun yang dihadirkan dalam doa menyatu dalam perayaan itu. Dengan demikian, perayaan iman tidak pernah dapat dipisahkan dari hidup harian umat. Tak pernah ada perayaan kalau tidak ada hidup harian. Demikian pula hidup harian tidak memiliki makna tanpa adanya perayaan. Perayaan menegaskan arti hidup bagi kita.

Selesai perayaan, umat kembali ke hidup sehari-hari, bergaul kembali dengan keluarga, komunitas, masyarakat, dan segala rutinitas serta permasalahannya. Nilai-nilai indah yang ditaburkan dalam perayaan kini tertanam di hati umat dan dibawa ke hidup harian. Perlu perjuangan dan kesetiaan untuk menjaganya. Dalam pengalaman umat, nilai-nilai itu sendiri tidak saja perlu dijaga, malah sebaliknya memberi daya yang memampukan setiap pribadi menghadapi tantangan hidupnya. Umat menjadi lebih tabah, sabar, bersemangat, jujur, murah hati, dan setia. Kepedulian dan semangat pelayanan umat kepada mereka yang membutuhkan juga meningkat dan berdaya tahan.

Iman membentuk kita menjadi lebih arif, terbuka, rendah hati, dan tidak mudah tersinggung. Umat pun menjadi siap untuk melakukan pelayanan kepada siapapun ketika Sabda Yesus bergema dalam hatinya: �Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudaraku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku� [Mat 25:40]. Inilah spirit yang diperoleh umat dari perayaan imannya. Mungkin tidak kita sadari, tetapi kekuatan itu ada dan menggerakkan kita. Semakin terbuka hati kita, semakin kekuatan Roh Allah itu menampakkan pesonanya dalam hidup kita. Roh itu mengubah kita dari hari ke hari.

Semangat perayaan iman yang tertanam di hati harus juga berdampak di medan bakti. Allah yang kita imani tidak hanya ada dalam gedung gereja. Ia juga meresapi seluruh kehidupan kita. Roh Allah tidak hanya berkarya dalam perayaan umat-Nya saja, tetapi juga dalam bentangan peristiwa hidup harian kita. Gema kuasa-Nya yang sama kita rasakan dalam perayaan, juga bekerja secara mengagumkan di tempat dan situasi lain.

Tuhan yang kita muliakan dalam perayaan, adalah Tuhan yang sama dengan Tuhan yang menyertai dan memelihara kita. Ia jugalah Tuhan yang memberi kita kekuatan untuk bekerja. Ia menyelami segala gerak-gerik dan isi hati kita. Kita tak mungkin menipu Dia. Mungkin yang paling sering: kita menipu diri kita sendiri dengan dusta, ketidakjujuran, penindasan dan ketidakadilan terhadap sesama kita. Saat kita melakukannya Ia ada. Kalau Ia ada kenapa diam saja? Karena Ia menghormati pilihan kita. Kini, kalau kita tahu bahwa Ia menghormati kita, bagaimana seharusnya kita menghormati Dia? Apakah dengan tanpa malu melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap hukum Kasih-Nya? Ataukah pura-pura menjadi orang baik di hadapan-Nya? Bila demikian mari kita simak nasihat Gereja: ��sebab orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian kemari oleh angin. Orang yang demikian janganlah mengira, bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan. Sebab orang yang mendua hati tidak akan tenang dalam hidupnya� [Yak 1:6b-8]. Selanjutnya kita juga diingatkan: �Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri� [Yak1:22]. Pendeknya, kita diajak untuk membangun integritas [keutuhan pribadi] dan kredibilitas [dapat dipercaya] berdasarkan iman kita. Kedua hal itu menjadi modal penting bagi kita untuk menjadi saksi Kristus di tengah masyarakat kita.

Dalam perayaan iman kita, Allah memberikan Roh-Nya. Dan secara khusus dalam perayaan Ekaristi, Yesus memberikan Tubuh dan Darah-Nya sendiri dalam rupa roti dan anggur. Itu Ia lakukan sebagai tanda cinta-Nya kepada kita. Tubuh-Nya yang kita santap menyatu dengan seluruh diri kita. Ia ada dalam kita, dan kita ada dalam Dia. Itu berarti kita menjadi bagian dari Dia yang kudus, penuh kasih, taat kepada Bapa, peduli, siap untuk melayani�, yah, kita harus juga berpikir, bersikap, dan bertindak seperti Yesus sendiri. �Ku mau seperti Kau Yesus, disempurnakan slalu �� Itu berarti kita harus menjaga kekudusan diri kita baik dalam pikiran, perkataan, maupun perbuatan. Kalau Yesus sendiri telah memberikan seluruh diri-Nya bagi kita, apa yang bisa kita berikan kepada-Nya? Ketika kita berbagi kasih dengan sesama kita, disitulah kita mewujudkan semangat Ekaristi kita.

PEMBARUAN TAK KUNJUNG PUTUS

Tak perlu diragukan lagi, iman kita akan Kristus mendorong kita untuk menciptakan suasana yang baik bagi setiap orang untuk bertumbuh sebagai manusia utuh. Yesus tidak pernah mengajar kita menjadi umat yang egois. Kita bisa perhatikan bagaimana rumusan doa yang Ia wariskan kepada kita: �Bapa kami yang ada di surga, � Berilah kami rezeki �, dan ampunilah kesalahan kami �� Yesus mengajari kita berdoa sebagai komunitas. Ia menunjukkan bahwa Allah adalah Bapa bagi semua manusia. Ia mendorong kita untuk membawa orang lain juga dalam doa-doa kita, bukan berdoa bagi diri sendiri melulu. Mengampuni orang lain, itu bukan tindakan yang mudah. Tetapi pengampunan adalah bagian penting dari martabat kemanusiaan kita. Pengampunan adalah usaha kita untuk menjaga kekudusan martabat kita sebagai citra Allah. Pengampunan memungkinkan adanya pendamaian. Tanpa pengampunan tidak ada perdamaian. Demikian halnya bila Allah tidak mengampuni kita, maka kita tidak mungkin bisa berdamai dengan Allah. Oleh karena itu, Yesus mengajar kita untuk membuka hati dan mengampuni sesama yang bersalah. Di saat yang sama ketika kita mengampuni, kita juga terbuka terhadap pengampunan Allah kepada kita. ��, dan di mana dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia berlimpah-limpah, �� [Rom 5:20a], itulah rahmat pengampunan.

Dalam Kisah mengenai orang Samaria yang baik hati [lihat Luk 10:25-37], Yesus mengajarkan kepada kita untuk menjadi umat yang peduli. Merayakan iman, berdoa, itu baik, tetapi harus juga dibarengi dengan tindakan nyata. Kalau Allah saja sangat peduli dengan orang-orang yang lemah, miskin, dan tertindas, sudah seharusnya umat-Nya juga demikian.

Merayakan iman mungkin mudah, kalau sekadar mengikuti, apalagi kalau hanya pasif: datang, duduk, diam, setelah selesai pulang. Tetapi tak semudah memaknai dan mewujudkannya dalam hidup. Memelihara iman lebih tidak mudah. Diam saja atau sekadar mengikuti rutinitas bukanlah cara memelihara iman yang baik. Iman adalah talenta yang perlu digandakan dengan tindakan aktif. Ibarat pisau, semakin sering diasah, semakin tajam. Jadi bagaimana cara memelihara iman yang baik? Jawabannya berlimpah-limpah dapat kita temukan dalam Kitab Suci, Tradisi, dan Ajaran Gereja kita.

Merayakan iman berarti bersedia untuk memperbarui hidup terus menerus, tak pernah berhenti. Mengapa demikian? Karena kita sadar bahwa kita adalah orang-orang berdosa yang hanya bergantung pada belaskasih Allah. Kalau kita sudah merasa diri kudus, tidak punya dosa lagi, kita tak perlu lagi merayakan iman. Tapi benarkah kita tak berdosa lagi? Bagaimana kita akan mendapatkan belas kasih Allah kalau kita tidak mau mengakui dosa kita? Bagaimana Allah akan memberikan rahmat-Nya kalau kita tidak membuka hati dan menerima-Nya? Kristus datang ke dunia untuk memanggil orang-orang yang berdosa. ***

* P. Ferry Indrianto, SS.CC adalah Pastor Paroki St. Gabriel, Bandung
dikutip dari http://www.indocell.net/yesaya/

Tuesday, June 8, 2010

Kehadiran Nyata Yesus Kristus dalam Sakramen Ekaristi

Editor: P. Gregorius Kaha, SVD

Pengantar
Tuhan Yesus, pada malam sebelum sengsara-Nya disalib, mengadakan perjamuan terakhir bersama para murid-Nya. Dalam perjamuan itu, Penyelamat kita menetapkan sakramen Tubuh dan Darah-Nya. Ia melakukannya untuk mengabadikan Kurban Salib untuk selamanya serta mempercayakan kepada Gereja, Mempelai-Nya, kenangan akan wafat dan kebangkitan-Nya. Seperti yang dinyatakan dalam Injil Matius:

Dan ketika mereka sedang makan, Yesus mengambil roti, mengucap berkat, memecah-mecahkannya lalu memberikannya kepada murid-murid-Nya dan berkata: �Ambillah, makanlah, inilah tubuh-Ku.� Sesudah itu Ia mengambil cawan, mengucap syukur lalu memberikannya kepada mereka dan berkata: �Minumlah, kamu semua, dari cawan ini. Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa.� (Mat 26:26-28; bdk Mrk 14:22-24, Luk 22:17-20, 1 Kor 11:23-25)

Berpegang pada perkataan Yesus itu, Gereja Katolik mengakui bahwa dalam perayaan Ekaristi, roti dan anggur diubah menjadi Tubuh dan Darah Yesus Kristus melalui kuasa Roh Kudus dan dengan pelayanan imam. Yesus mengatakan: �Akulah roti hidup yang telah turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia � Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman.� (Yoh 6:51-55). Kehadiran secara utuh: Tubuh dan Darah, Jiwa dan Ke-Allahan-Nya, dalam rupa roti dan anggur - Kristus yang mulia, yang bangkit dari antara orang mati setelah wafat untuk menebus dosa-dosa kita. Inilah yang dimaksudkan Gereja dengan �Kehadiran Nyata� Kristus dalam Ekaristi. Kehadiran Kristus dalam Ekaristi disebut �nyata�, bukan berarti kehadiran-Nya dalam cara-cara lain seakan-akan dianggap tidak nyata (bdk Katekismus no. 1374). Kristus yang bangkit hadir dalam Gereja-Nya dengan berbagai macam cara, tetapi secara paling khas melalui Tubuh dan Darah-Nya dalam Perayaan Ekaristi.

Apakah artinya Yesus Kristus hadir dalam Ekaristi dalam rupa anggur dan roti? Bagaimana hal itu dapat terjadi? Kehadiran Kristus yang bangkit dalam Ekaristi merupakan misteri yang tak terjangkau yang tak akan pernah dapat dijelaskan secara sempurna dengan kata-kata oleh Gereja. Kita patut ingat bahwa Allah Tritunggal adalah pencipta dari segala yang ada dan memiliki kuasa untuk melakukan lebih dari apa yang dapat kita bayangkan. Seperti dikatakan oleh St. Ambrosius: �Bukankah Kristus, yang dapat menciptakan yang belum ada dari ketidakadaan, dapat mengubah yang ada ke dalam sesuatu, yang sebelumnya tidak ada?� (De Sacramentis, IV, 5-16). Tuhan menciptakan dunia dengan tujuan untuk membagi kehidupan-Nya dengan manusia yang bukanlah Tuhan. Rencana agung karya keselamatan ini mengungkapkan suatu kebijaksanaan yang melampaui pengertian kita. Tetapi kita tidak dibiarkan dalam ketidaktahuan: oleh karena kasih-Nya kepada kita, Tuhan mengungkapkan kebenaran-Nya kepada kita dengan cara-cara yang dapat kita mengerti melalui karunia iman dan rahmat Roh Kudus yang tinggal dalam kita. Dengan demikian, kita dijadikan mampu untuk memahami, setidak-tidaknya dalam batas-batas tertentu hal-hal yang jika tak dinyatakan-Nya tak terpahami oleh kita, sekalipun kita tidak akan pernah dapat memahami sepenuhnya misteri Allah.

Sebagai penerus para Rasul dan gembala Gereja, para uskup mempunyai tanggung jawab untuk mewariskan apa yang telah dinyatakan Tuhan kepada kita serta menyemangati segenap anggota Gereja untuk memperdalam pemahaman mereka akan misteri dan karunia Ekaristi. Guna membantu memperdalam iman itulah, maka kami mempersiapkan tulisan ini untuk menjawab kelima belas pertanyaan yang biasa diajukan sehubungan dengan Kehadiran Nyata Kristus dalam Ekaristi. Kami menawarkan tulisan ini kepada para pastor dan para pengajar agama guna membantu mereka dalam tugas dan tanggung jawab mereka dalam mengajar. Kami menyadari bahwa sebagian dari pertanyaan-pertanyaan berikut ini menyangkut pemahaman teologi yang agak rumit. Namun demikian, harapan kami agar pembahasan serta diskusi dari tulisan ini akan membantu banyak umat Katolik di negeri kita dalam memperkaya pemahaman mereka akan misteri iman.

1. Mengapa Yesus memberikan Diri-Nya Sendiri kepada kita sebagai makanan dan minuman?

Yesus memberikan Diri-Nya Sendiri kepada kita dalam Ekaristi sebagai santapan rohani oleh karena Ia mengasihi kita. Seluruh rencana Tuhan bagi keselamatan kita ditujukan pada keikutsertaan kita dalam kehidupan Tritunggal, yaitu Bapa, Putra dan Roh Kudus. Awal keikutsertaan kita dalam kehidupan Ilahi dimulai sejak kita menerima Sakramen Baptis, yaitu ketika dengan kuasa Roh Kudus kita dipersatukan dengan Kristus, dan dengan demikian kita diangkat menjadi anak-anak Allah. Kemudian, keikutsertaan itu dikuatkan serta diperteguh dengan Sakramen Penguatan. Selanjutnya dipelihara serta diperdalam melalui keikutsertaan kita dalam Sakramen Ekaristi. Dengan menyantap Tubuh dan meminum Darah Kristus dalam Ekaristi, kita dipersatukan dengan pribadi Kristus melalui kemanusiaan-Nya. �Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia.� (Yoh 6:56). Dengan dipersatukan dengan kemanusiaan Kristus, pada saat yang sama kita juga dipersatukan dengan ke-Allahan-Nya. Tubuh kita yang fana serta dapat rusak diubah dengan dipersatukan pada sumber kehidupan. �Sama seperti Bapa yang hidup mengutus Aku dan Aku hidup oleh Bapa, demikian juga barangsiapa yang memakan Aku, akan hidup oleh Aku.� (Yoh 6:56).

Dengan dipersatukan dengan Kristus melalui kuasa Roh Kudus yang tinggal dalam kita, kita ditarik pada hubungan cinta abadi antara Bapa, Putera dan Roh Kudus. Seperti Yesus adalah Putera Allah yang kekal, demikian juga kita diangkat menjadi anak-anak Allah melalui Sakramen Baptis. Melalui Sakraman Baptis dan Penguatan (Krisma), kita menjadi Bait Allah Roh Kudus, yang tinggal dalam kita. Dengan Roh Kudus tinggal dalam kita, kita dijadikan kudus oleh karunia rahmat pengudusan. Janji Injil yang utama adalah bahwa kita akan ikut ambil bagian dalam kehidupan Allah Tritunggal. Para Bapa Gereja menyebut keikutsertaan dalam kehidupan Ilahi ini sebagai �pengilahian� (theosis). Dengan demikian kita melihat bahwa Tuhan tidak hanya menganugerahkan hal-hal baik bagi kita dari tempat-Nya yang tinggi; malahan, kita diangkat masuk ke dalam inti kehidupan Tuhan, yaitu persekutuan Bapa, Putera dan Roh Kudus. Dalam perayaan Ekaristi (yang berarti �ucapan syukur�) kita memuji serta memuliakan Tuhan oleh karena anugerahnya yang luar biasa agung ini.

2. Mengapa Ekaristi bukan hanya perjamuan, melainkan juga kurban?

Sementara dosa-dosa kita menyebabkan tidak mungkin bagi kita untuk ikut serta dalam kehidupan Ilahi, Yesus Kristus diutus untuk menghancurkan penghalang ini. Wafat-Nya adalah kurban silih bagi dosa-dosa kita. Kristus adalah �Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia� (Yoh 1:29). Lewat wafat dan kebangkitan-Nya, Ia mengalahkan dosa dan maut serta memulihkan hubungan kita dengan Tuhan. Ekaristi merupakan kenangan akan kurban ini. Gereja berkumpul untuk mengenang serta menghadirkan kembali kurban Kristus yang kita rayakan lewat pelayanan imam dan kuasa Roh Kudus. Melalui perayaan Ekaristi, kita dipersatukan dengan kurban Kristus dan menerima rahmat berlimpah yang tak habis-habisnya.

Seperti dijelaskan dalam Surat kepada umat Ibrani, Yesus adalah Imam Besar yang senantiasa hidup untuk menjadi Pengantara bagi umat-Nya kepada Bapa. Dengan demikian, Ia jauh melebihi para imam besar lainnya yang selama berabad-abad biasa mempersembahkan kurban penebus dosa di Bait Allah di Yerusalem. Imam Besar Yesus Kristus mempersembahkan kurban yang sempurna yang adalah Diri-Nya Sendiri, bukan yang lain. �Ia telah masuk satu kali untuk selama-lamanya ke dalam tempat yang kudus bukan dengan membawa darah domba jantan dan darah anak lembu, tetapi dengan membawa darah-Nya sendiri. Dan dengan itu Ia telah mendapat kelepasan yang kekal.� (Ibr 9:12).

Apa yang telah dilakukan Yesus merupakan sejarah bagi umat manusia, oleh karena Ia sungguh manusia dan telah masuk dalam sejarah kehidupan manusia. Tetapi, pada saat yang sama, Yesus Kristus adalah Pribadi Kedua dari Allah Tritunggal; Ia adalah Putera Allah yang kekal, yang tidak terikat waktu atau pun sejarah. Apa yang dilakukan-Nya melampaui waktu, yang adalah bagian dari ciptaan. �Ia telah melintasi kemah yang lebih besar dan yang lebih sempurna, yang bukan dibuat oleh tangan manusia, --artinya yang tidak termasuk ciptaan ini, --� (Ibr 9:11). Yesus, Putera Allah yang kekal melaksanakan kurban-Nya di hadapan Bapa-Nya, yang hidup dalam keabadian. Oleh karenanya, kurban Yesus yang satu dan sempurna itu hadir abadi di hadapan Bapa, yang menerimanya secara abadi pula. Artinya, bahwa dalam Ekaristi, Yesus tidak mengurbankan Diri-Nya berulang-ulang kali. Melainkan, dengan kuasa Roh Kudus, kurban-Nya yang satu dan abadi itu dihadirkan kembali, bukan diulang kembali, agar kita dapat ikut ambil bagian di dalamnya.

Kristus tidak harus meninggalkan kediaman-Nya di surga agar dapat bersama kita. Melainkan, kita ambil bagian dalam liturgi surgawi di mana Kristus secara abadi menjadi Pengantara bagi kita dan mempersembahkan kurban-Nya kepada Bapa, dan di mana para malaikat dan para kudus tak henti-hentinya memuliakan Allah serta mengucap syukur atas segala rahmat-Nya: �Bagi Dia yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba, adalah puji-pujian dan hormat dan kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya!� (Why 5:13). Seperti dinyatakan dalam Katekismus Gereja Katolik, �Oleh perayaan Ekaristi kita sudah menyatukan diri sekarang ini dengan liturgi surgawi dan mengenyam lebih dahulu kehidupan abadi, di mana Allah akan menjadi semua untuk semua.� (Katekismus no. 1326). Seruan Sanctus, �Kudus, kudus, kuduslah TUHAN �.,� adalah nyanyian para malaikat yang berada di hadirat Allah (Yes 6:3). Ketika dalam perayaan Ekaristi kita menyerukan Kudus, kita menggemakan di bumi nyanyian para malaikat sementara mereka memuji Tuhan di surga. Dalam Perayaan Ekaristi, kita tidak hanya sekedar mengenang suatu peristiwa yang pernah terjadi dalam sejarah. Melainkan, melalui kekuatan misterius Roh Kudus dalam perayaan Ekaristi, Misteri Paskah Kristus dihadirkan kembali secara serentak kepada Gereja, Mempelai-Nya.

Terlebih lagi, dalam Ekaristi dalam menghadirkan kembali kurban Kristus yang abadi di hadapan Bapa, kita bukan sekedar menjadi penonton. Imam dan himpunan umat yang bersembah sujud, dengan cara yang berbeda ikut ambil bagian secara aktif dalam kurban Ekaristi. Imam yang telah ditahbiskan berdiri di altar sebagai wakil Kristus yang adalah Kepala Gereja. Semua umat beriman yang telah dibaptis, adalah anggota Tubuh Kristus, yang ambil bagian dalam imamat-Nya, sebagai imam sekaligus kurban. Ekaristi adalah juga kurban Gereja. Gereja, yang adalah Tubuh dan Mempelai Kristus, ambil bagian dalam mempersembahan kurban Kepala dan Mempelai-nya. Dalam Ekaristi, kurban Kristus juga menjadi kurban anggota-anggota Tubuh-Nya yang dipersatukan dengan Kristus sehingga mendapat satu nilai baru (bdk Katekismus no. 1368). Sementara kurban Kristus dihadirkan kembali secara sakramental, bersatu dalam Kristus, kita mempersembahkan diri kita sebagai suatu kurban kepada Bapa. �Seluruh Gereja menjalankan peran sebagai imam dan kurban bersama dengan Kristus, mempersembahkan Kurban Misa dan dirinya sendiri sepenuhnya yang dipersembahkan di dalamnya.� (Mysterium Fidei, no. 31; bdk Lumen Gentium, no. 11).

3. Ketika roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus, mengapa roti dan anggur tersebut masih mempunyai rupa dan rasa seperti roti dan anggur?

Dalam perayaan Ekaristi, Kristus yang mulia hadir dalam rupa roti dan anggur dengan suatu cara yang unik, suatu cara yang secara unik cocok bagi Ekaristi. Dalam bahasa teologi tradisional Gereja, pada saat konsekrasi dalam Ekaristi, �substansi� roti dan anggur diubah oleh kuasa Roh Kudus menjadi �substansi� Tubuh dan Darah Yesus Kristus. Pada saat yang sama, �wujud� atau rupa roti dan anggur tetap sama. �Substansi� dan �wujud� di sini digunakan sebagai istilah filsafat yang telah disesuaikan oleh para ahli teologi besar abad pertengahan seperti St. Thomas Aquinas dalam upaya mereka untuk memahami serta menjelaskan iman. Istilah tersebut digunakan untuk menyampaikan kenyataan bahwa apa yang tampak sebagai roti dan anggur dalam segala hal (pada tingkat �wujud� atau tampilan fisik - yaitu: apa yang dapat dilihat, diraba, dirasa atau pun ditimbang) sesungguhnya sekarang telah menjadi Tubuh dan Darah Kristus (pada tingkat �substansi� atau kenyataan yang sesungguhnya). Perubahan pada tingkat substansi dari roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus disebut sebagai �transsubstansiasi� (perubahan hakiki). Menurut iman Katolik, kita dapat menyebutnya sebagai Kehadiran Nyata Kristus dalam Ekaristi oleh karena transsubstansiasi telah terjadi (bdk Katekismus no. 1376).

Inilah misteri terbesar iman kita - kita hanya dapat mengetahuinya melalui ajaran Kristus yang disampaikan kepada kita dalam Kitab Suci dan dalam Tradisi Gereja. Setiap perubahan lain yang terjadi di dunia mengakibatkan terjadinya perubahan wujud atau karakteristik. Kadang kala, wujud berubah sementara substansinya tetap sama. Sebagai contoh, ketika seorang anak menjadi dewasa, karakteristik manusianya berubah dalam banyak hal, namun demikian manusia dewasa itu tetap manusia yang sama - substansi yang sama. Pada perubahan lain, kedua-duanya, baik substansi maupun wujudnya berubah. Sebagai contoh, ketika seorang makan sebuah apel, apel yang masuk ke dalam tubuh orang itu diubah menjadi tubuh orang itu. Ketika perubahan substansi itu terjadi, wujud atau karakteristik apel tidak ada lagi. Sementara apel diubah menjadi tubuh orang itu, yang ada sekarang hanyalah wujud atau karakteristik tubuh orang tersebut. Kehadiran Kristus dalam Ekaristi adalah unik dalam hal, meskipun roti dan anggur yang telah dikonsekrir adalah sungguh substansi Tubuh dan Darah Kristus, roti dan anggur tersebut tidak memiliki sedikitpun wujud atau karakteristik tubuh manusia, melainkan tetap wujud dan karakteristik roti dan anggur.

4. Apakah roti sudah bukan lagi roti dan anggur sudah bukan lagi anggur?

Ya. Agar keseluruhan Kristus dihadirkan - tubuh, darah, jiwa dan ke-Allahan-Nya - roti dan anggur tidak lagi dapat tetap tinggal, melainkan harus dilepaskan agar Tubuh dan Darah-Nya yang mulia dapat hadir. Dengan demikian, dalam Ekaristi substansi roti sudah bukan lagi roti melainkan Tubuh Kristus, sementara substansi anggur sudah bukan lagi anggur melainkan Darah Kristus. Seperti dicermati oleh St. Thomas Aquinas bahwa Kristus tidak mengatakan, �Roti ini adalah Tubuh-Ku,� melainkan �Inilah Tubuh-Ku� (Summa Theologiae, III q. 78, a. 5).

5. Apakah pantas bahwa Tubuh dan Darah Kristus dihadirkan dalam Ekaristi dalam rupa roti dan anggur?

Ya, sebab kehadiran-Nya dengan cara demikian cocok secara sempurna dengan perayaan sakramental Ekaristi. Yesus Kristus memberikan Diri-Nya Sendiri kepada kita dalam bentuk yang menggunakan lambang-lambang yang lazim dalam hal makan roti dan minum anggur. Lagipula, dengan hadir dalam rupa roti dan anggur, Kristus memberikan Diri-Nya kepada kita dalam bentuk yang sesuai bagi manusia dalam hal makan dan minum. Juga, kehadiran-Nya dalam bentuk demikian sesuai dengan nilai iman, sebab kehadiran Tubuh dan Darah Kristus tidak dapat dilihat atau pun ditangkap dengan cara lain selain dari iman. Oleh sebab itu, St. Bonaventura menegaskan: �Tidak ada masalah mengenai kehadiran Kristus dalam sakramen dalam suatu lambang; masalah terbesarnya adalah kenyataan bahwa Ia sungguh hadir dalam sakramen, sama seperti Ia sungguh hadir di surga. Dan karenanya, mempercayai kebenaran ini patut dipuji secara istimewa� (In IV Sent., dist. X, P. I, art. un., qu. I). Dalam kuasa Tuhan yang menyatakan Diri-Nya kepada kita, dengan iman kita mempercayai apa yang tidak dapat ditangkap oleh indera manusia (bdk Katekismus no. 1381).

6. Apakah roti dan anggur yang telah dikonsekrir �hanyalah sekedar lambang�?

Dalam bahasa sehari-hari, kita menyebut �lambang� sebagai sesuatu yang menunjuk sesuatu yang lain yang lebih tinggi, seringkali menunjuk beberapa fakta sekaligus. Roti dan anggur yang telah dikonsekrir menjadi Tubuh dan Darah Kristus bukan sekedar lambang belaka, karena roti dan anggur sungguh telah menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Seperti yang ditulis oleh St. Yohanes dari Damaskus: �Roti dan anggur bukan melambangkan Tubuh dan Darah Kristus - Sama sekali tidak! - melainkan sungguh Tubuh Kristus yang Kudus, oleh sebab Kristus Sendiri mengatakan: 'Inilah Tubuh-Ku'; dan bukannya 'Ini melambangkan Tubuh-Ku' melainkan 'Tubuh-Ku,' dan bukan 'melambangkan Darah-Ku' melainkan 'Darah-Ku'� (The Orthodox Faith, IV [PG 94, 1148-49]).

Namun demikian, pada saat yang sama, amatlah penting untuk memahami bahwa Tubuh dan Darah Kristus ada di tengah kita dalam Ekaristi secara sakramental. Dengan kata lain, Kristus hadir dalam rupa roti dan anggur, bukan dalam wujud-Nya yang sebenarnya. Kita tidak dapat mengandaikan dapat memahami segala alasan dibalik karya Allah. Tetapi, Tuhan mempergunakan lambang-lambang yang sesuai dengan makan roti dan minum anggur pada tingkat yang lazim untuk menerangkan arti akan apa yang telah dipenuhi dalam Ekaristi melalui Yesus Kristus.

Ada berbagai macam cara di mana lambang makan roti dan minum anggur mengungkapkan makna Ekaristi. Sebagai contoh, seperti makanan jasmani memberikan makanan bagi tubuh, demikian juga makanan ekaristi memberikan makanan rohani. Di samping itu, hal makan bersama membangkitkan rasa kebersamaan di antara orang-orang yang ambil bagian di dalamnya; dalam Ekaristi, Anak-anak Allah makan bersama dalam perjamuan yang menghantar mereka ke dalam persekutuan, bukan hanya di antara sesama mereka, tetapi juga dengan Bapa, Putera dan Roh Kudus. Demikianlah, seperti dikatakan St. Paulus, roti yang satu, yang dibagikan di antara banyak orang dalam perjamuan Ekaristi, merupakan tanda persekutuan di antara mereka yang telah dipanggil oleh Roh Kudus sebagai satu tubuh, yaitu Tubuh Kristus (1Kor 10:17). Contoh lain, biji-biji gandum dan buah-buah anggur harus dipanen dan melalui suatu proses penggilingan atau pemerasan sebelum mereka dilebur menjadi satu dalam roti dan anggur. Oleh sebab itu, roti dan anggur menunjukkan, baik persekutuan di antara mereka yang ikut ambil bagian dalam Tubuh Kristus maupun penderitaan yang dialami Kristus, penderitaan yang harus pula dipikul oleh para pengikut-Nya. Masih banyak lagi yang dapat dikatakan tentang bermacam cara bagaimana makan roti dan minum anggur melambangkan apa yang Tuhan lakukan bagi kita melalui Kristus, sebab lambang-lambang mengandung banyak arti dan konotasi.

7. Apakah roti dan anggur yang telah dikonsekrasikan sudah bukan lagi Tubuh dan Darah Kristus ketika perayaan Misa berakhir?

Tidak. Selama Perayaan Ekaristi, roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus, dan akan tetap demikian. Tubuh dan Darah tidak akan kembali menjadi roti dan anggur, sebab mereka memang sudah bukan lagi roti dan anggur. Sebab itu, tidak ada alasan untuk kembali pada keadaan �normal� mereka setelah perayaan Misa berakhir. Sekali substansi telah sungguh berubah, kehadiran Tubuh dan Darah Kristus terus �berlangsung selama rupa Ekaristi ada� (Katekismus no. 1377). Terhadap mereka yang bersikukuh bahwa roti yang telah dikonsekrir dalam Ekaristi tidak lagi memiliki kuasa pengudusan apabila disisakan hingga hari berikutnya, St. Sirilus dari Alexandria menjawab, �Kristus tidak berubah, demikian juga Tubuh-Nya yang kudus tidak berubah, kuasa konsekrasi dan rahmat-Nya yang memberi hidup tetap abadi di dalamnya.� (Surat 83, kepada Calosyrius, Uskup Arsinoe [PG 76, 1076]). Gereja mengajarkan bahwa Kristus tetap hadir dalam rupa roti dan anggur selama rupa roti dan anggur tetap (Katekismus no. 1377).

8. Mengapa sebagian hosti yang telah dikonsekrir disimpan setelah perayaan Misa berakhir?

Meskipun mungkin untuk menyantap semua roti yang telah dikonsekrir dalam perayaan Misa, sebagian biasanya disimpan dalam tabernakel. Tubuh Kristus dalam rupa roti yang disimpan atau �dicadangkan� setelah perayaan Misa berkahir, biasanya disebut sebagai �Sakramen Mahakudus.� Ada beberapa alasan pastoral mengenai penyimpanan Sakramen Mahakudus. Pertama-tama, Sakramen Mahakudus digunakan untuk pelayanan kepada mereka yang menghadapi ajal (Viaticum), sakit, dan mereka yang, oleh karena alasan tertentu yang dapat diterima Gereja, tidak dapat hadir dalam Perayaan Ekaristi. Kedua, Tubuh Kristus dalam rupa roti disembah pada saat ditahtakan, seperti dalam Adorasi Sakramen Mahakudus, yaitu ketika Sakramen Mahakudus diarak dalam suatu prosesi Ekaristi, atau ketika ditempatkan dalam tabernakel, di mana umat dapat berdoa secara pribadi. Devosi-devosi seperti di atas berdasarkan pada kenyataan bahwa Kristus Sendiri hadir dalam rupa roti. Banyak orang kudus terkenal dalam Gereja Katolik, seperti St. Yohanes Neumann, St. Elizabeth Ann Seton, St. Katharina Drexel, dan Beato Damianus dari Molokai, mempraktekkan devosi pribadi yang mendalam kepada Kristus yang hadir dalam Sakramen Mahakudus.

9. Bagaimanakah sikap hormat yang layak bagi Tubuh dan Darah Kristus?

Tubuh dan Darah Kristus yang hadir dalam rupa roti dan anggur diperlakukan dengan sangat hormat, baik selama maupun sesudah Perayaan Ekaristi (bdk. Mysterium Fidei, no. 56-61). Sebagai contoh, �Tabernakel, di mana disimpan Ekaristi mahakudus, hendaknya terletak pada suatu bagian gereja atau ruang ibadat yang utama, tampak, dihias pantas, layak untuk doa� (Kitab Hukum Kanonik, Kan. 938 - �2). Menurut tradisi Gereja Latin, umat harus genuflect (berlutut dengan satu kaki) di depan tabernakel di mana disimpan Sakramen Mahakudus. Di Gereja-gereja Katolik Timur, menurut tradisi, umat membuat tanda salib dan membungkuk dengan hormat. Gerakan-gerakan liturgi dari kedua tradisi, baik Gereja Timur maupun Barat, mengungkapkan sikap hormat serta sembah sujud. Sudah sepantasnya bagi umat untuk saling bertegur sapa di halaman gereja, tetapi tidaklah pantas berbicara keras atau ribut dalam Gereja oleh karena kehadiran Kristus dalam tabernakel. Juga, Gereja mewajibkan semua orang untuk berpuasa sebelum menerima Tubuh dan Darah Kristus sebagai ungkapan rasa hormat dan permenungan (kecuali jika tidak diperbolehkan karena menderita suatu penyakit tertentu). Dalam Gereja Latin, umat wajib berpuasa sekurang-kurangnya satu jam; jemaat Gereja-gereja Katolik Timur juga harus mematuhi ketentuan yang telah ditetapkan gereja mereka.

10. Jika seseorang tanpa mengimani makan dan minum roti dan anggur yang telah dikonsekrir, apakah ia juga menerima Tubuh dan darah Kristus?

Jika �menerima� diartikan �menyantap�, maka jawabannya adalah ya, sebab yang disantapnya adalah Tubuh dan Darah Kristus. Jika �menerima� diartikan �menerima Tubuh dan Darah Kristus dengan sadar dan rela, guna memperoleh manfaat rohani,� maka jawabannya adalah tidak. Kurangnya iman dari pihak orang yang menyantap dan meminum Tubuh dan Darah Kristus tidak dapat mengubah kenyataan bahwa roti dan anggur itu adalah Tubuh dan Darah Kristus, namun demikian kurangnya iman menghalangi yang bersangkutan menerima manfaat rohani, yaitu persatuan dengan Kristus. Menerima Tubuh dan Darah Kristus secara demikian adalah sia-sia, jika dilakukan dengan tahu dan sadar, akan mengakibatkan dosa sakrilegi (1Kor 11:29). Menerima Sakramen Mahakudus bukanlah obat otomatis. Jika kita tidak menghendaki persatuan dengan Kristus, Tuhan tidak hendak memaksakannya kepada kita. Kita harus dengan iman menerima tawaran Tuhan untuk bersatu dengan Kristus dan dengan Roh Kudus, serta bekerja sama dengan rahmat Tuhan agar hati serta pikiran kita diubah dan iman serta cinta kita kepada Tuhan ditambah.

11. Jika seorang beriman tahu dan sadar bahwa ia telah melakukan dosa berat, tetapi tetap makan dan minum roti dan anggur yang telah dikonsekrir, apakah ia tetap menerima Tubuh dan Darah Kristus?

Ya. Tingkah laku atau karakter orang tersebut tidak dapat mengubah kenyataan akan roti dan anggur yang telah dikonsekrir sebagai Tubuh dan Darah Kristus. Dengan demikian, pertanyaan di atas terutama bukan tentang Kehadiran Nyata, tetapi tentang bagaimana dosa mempengaruhi hubungan seseorang dengan Tuhan. Sebelum maju untuk menerima Tubuh dan Darah Kristus dalam Komuni Kudus, kita harus mempunyai hubungan yang baik dengan Tuhan dan dengan Tubuh Mistik-Nya, Gereja - yaitu, dalam keadaan rahmat, bebas dari segala dosa berat. Sementara dosa merusak, dan bahkan dapat memutuskan hubungan tersebut, Sakramen Tobat dapat memulihkan hubungan itu kembali. St. Paulus mengatakan kepada kita bahwa �barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan. Karena itu hendaklah tiap-tiap orang menguji dirinya sendiri dan baru sesudah itu ia makan roti dan minum dari cawan itu.� (1Kor 11:27-28). Siapa saja yang sadar telah melakukan suatu dosa berat, harus terlebih dahulu memulihkan hubungannya dengan Tuhan melalui Sakramen Tobat sebelum menerima Tubuh dan Darah Kristus, kecuali jika ada suatu alasan yang sangat kuat untuk melakukannya sementara tidak ada kesempatan untuk mengaku dosa. Dalam hal demikian, yang bersangkutan harus sadar akan kewajiban untuk melakukan tobat sempurna, yaitu penyesalan yang �berasal dari cinta kepada Allah, yang dicintai di atas segala sesuatu� (Katekismus no. 1452). Tobat sempurna harus disertai niat yang teguh untuk sesegera mungkin melakukan pengakuan sakramental.

12. Apakah kita menerima seluruh Kristus apabila kita menerima Komuni Kudus dalam satu rupa saja?

Apakah kita menerima seluruh Kristus apabila kita menerima Komuni Kudus dalam satu rupa saja? Ya. Kristus Yesus, Tuhan dan Juruselamat kita, hadir seluruhnya dalam rupa baik roti maupun anggur dalam Ekaristi. Lagipula, Kristus hadir seluruhnya dalam serpihan terkecil Hosti yang telah dikonsekrir ataupun dalam tetesan terkecil Darah-Nya yang Mahamulia. Namun demikian, adalah lebih sempurna jika menerima Kristus dalam dua rupa dalam perayaan Ekaristi. Menerima Komuni Kudus dengan cara demikian menjadikan Ekaristi tampak lebih sempurna sebagai suatu perjamuan, suatu perjamuan yang adalah mencicipi perjamuan yang kelak akan dirayakan bersama Kristus pada akhir jaman yaitu ketika Kerajaan Allah telah dinyatakan dalam kepenuhannya (bdk Eucharisticum Mysterium, no. 32).

13. Apakah Kristus hadir selama Perayaan Ekaristi dengan cara-cara yang lain di samping kehadiran-Nya yang nyata dalam Sakramen Mahakudus?

Ya. Kristus hadir selama Perayaan Ekaristi dalam berbagai macam cara. Ia hadir dalam diri imam yang mempersembahkan kurban Misa. Menurut Konstitusi tentang Liturgi Kudus dalam Konsili Vatikan II, Kristus hadir dalam Sabda-Nya �sebab Ia Sendiri-lah yang berbicara ketika Kitab Suci dibacakan di Gereja.� Kristus juga hadir dalam persekutuan umat sementara mereka berdoa dan mengidungkan pujian, �oleh sebab Ia telah berjanji 'di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka.' (Mat 18:20)� (Sacrosanctum Concilium, no. 7). Lagipula, Kristus juga hadir dalam sakramen-sakramen lainnya; misalnya, �ketika seseorang membaptis, sungguh Kristus Sendiri-lah yang membaptis� (ibid.).

Kita membicarakan kehadiran Kristus dalam rupa roti dan anggur sebagai �nyata� guna mempertegas sifat khas kehadiran-Nya. Apa yang tampak sebagai roti dan anggur dalam substansi yang sesungguhnya adalah Tubuh dan Darah Kristus. Seluruh Kristus hadir, Tuhan dan manusia, Tubuh dan Darah, Jiwa dan Ke-Allah-an. Sementara kehadiran Kristus dalam berbagai cara lain selama perayaan Ekaristi tidaklah nyata, kehadiran-Nya dalam Ekaristi melebihi kehadiran-Nya dalam cara-cara yang lain itu. �Kehadiran-Nya ini disebut 'nyata' bukan berarti bahwa kehadiran-Nya dalam bentuk lain tidak 'nyata', melainkan secara komparatif ia diutamakan, karena ia bersifat substansial; karena di dalamnya hadirlah Kristus yang utuh, Allah dan manusia." (Mysterium Fidei, no. 39).

14. Mengapa kita mengatakan �Tubuh Kristus� memiliki lebih dari satu arti?

Pertama, Tubuh Kristus menunjuk pada tubuh manusiawi Yesus Kristus, yang adalah Sabda Allah yang menjadi manusia. Dalam Perayaan Ekaristi, roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Sebagai manusia, Yesus Kristus memiliki tubuh manusiawi, tubuh yang bangkit dan dimuliakan, yang dalam Ekaristi ditawarkan kepada kita dalam rupa roti dan anggur.

Kedua, seperti yang diajarkan St. Paulus dalam surat-suratnya, dengan menggunakan analogi tubuh manusia, Gereja adalah Tubuh Kristus, di mana para anggotanya dipersatukan dengan Kristus sebagai Kepala (1 Kor 10:16-17, 12:12-31; Rom 12:4-8). Kenyataan ini seringkali disebut sebagai Tubuh Mistik Kristus. Mereka semua yang dipersatukan dengan Kristus, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal, dipersatukan sebagai satu Tubuh dalam Kristus. Persekutuan ini bukanlah persekutuan yang dapat dilihat dengan mata manusia, oleh sebab persekututan mistik ini merupakan karya kuasa Roh Kudus.

Tubuh Mistik Kristus dan Tubuh Kristus dalam Ekaristi tak dapat dipisahkan. Dengan Sakramen Baptis kita masuk dalam Tubuh Mistik Kristus, yaitu Gereja, dan dengan menerima Tubuh Kristus dalam Ekaristi, kita diperkokoh dan dibangun dalam Tubuh Mistik Kristus. Pusat kehidupan Gereja adalah Perayaan Ekaristi; umat beriman sebagai pribadi ditopang sebagai anggota Gereja, anggota Tubuh Mistik Kristus, dengan menerima Tubuh Kristus dalam Ekaristi. Bermain kata dengan kedua arti �Tubuh Kristus� ini, St. Agustinus mengatakan kepada mereka yang hendak menerima Tubuh Kristus dalam Ekaristi: �Jadilah apa yang kamu lihat, dan terimalah dirimu" (Khotbah 272). Dalam khotbahnya yang lain ia mengatakan, �Jika kamu menerima dengan pantas, kamu adalah apa yang kamu terima.� (Khotbah 227).

Karya Roh Kudus dalam Perayaan Ekaristi adalah dua kali lipat dalam hubungannya dengan arti ganda �Tubuh Kristus.� Di satu pihak, melalui kuasa Roh Kudus-lah Kristus yang bangkit dan persembahan kurban-Nya dihadirkan. Dalam Doa Syukur Agung, imam memohon kepada Bapa untuk mengutus Roh Kudus turun atas persembahan roti dan anggur agar mengubahnya menjadi Tubuh dan Darah Kristus (doa yang dikenal sebagai epiklese). Di lain pihak, pada saat yang sama, imam juga memohon kepada Bapa untuk mengutus Roh Kudus turun atas seluruh umat sehingga �mereka yang ambil bagian dalam Ekaristi menjadi satu tubuh dan satu roh� (Katekismus no. 1353). Melalui Roh Kudus-lah rahmat Tubuh Kristus Ekaristi dicurahkan atas kita dan melalui Roh Kudus pula kita dipersatukan dengan Kristus dan dipersatukan satu sama lainnya sebagai Tubuh Mistik Kristus.

Dengan demikian kita dapat melihat bahwa Perayaan Ekaristi tidak saja mempersatukan kita dengan Tuhan sebagai pribadi-pribadi yang terpisah satu sama lainnya. Melainkan, kita dipersatukan dengan Kristus dan dengan segenap anggota Tubuh Mistik-Nya. Dengan demikian, Perayaan Ekaristi haruslah menambah cinta kita kepada sesama serta mengingatkan kita akan tanggung jawab kita satu sama lain. Terlebih lagi, sebagai anggota Tubuh Mistik-Nya, kita mempunyai kewajiban untuk menghadirkan Kristus dan membawa Kristus ke dalam dunia. Kita mempunyai tanggung jawab untuk membagikan Kabar Gembira Kristus, tidak hanya melalui kata-kata kita, melainkan juga melalui penghayatan iman kita dalam hidup sehari-hari. Kita juga mempunyai tanggung jawab untuk melawan segala kekuatan dunia yang menentang Injil, termasuk segala bentuk ketidakadilan. Katekismus Gereja Katolik mengajarkan kepada kita: �Ekaristi mewajibkan kita terhadap kaum miskin. Supaya dengan ketulusan hati menerima tubuh dan darah Kristus yang diserahkan untuk kita, kita juga harus mengakui Kristus di dalam orang-orang termiskin, saudara-saudara-Nya.� (no. 1397).

15. Mengapa kita menyebut kehadiran Kristus dalam Ekaristi sebagai suatu �misteri�?

Kata �misteri� pada umumnya digunakan untuk menunjuk pada sesuatu yang melampaui pengertian akal budi manusia. Namun demikian, dalam Kitab Suci, �misteri� memiliki arti yang lebih mendalam dan lebih istimewa, oleh sebab kata tersebut menunjuk pada aspek rencana karya keselamatan Tuhan bagi manusia, yang telah dimulai tetapi hanya akan berakhir pada akhir jaman. Dalam jaman Israel kuno, melalui Roh Kudus, Tuhan menyingkapkan kepada para nabi sebagian dari rahasia atas apa yang akan Ia lakukan bagi keselamatan umat-Nya. Demikian juga, melalui pewartaan dan ajaran Yesus, misteri �Kerajaan Allah� disingkapkan kepada para murid-Nya (Mrk 4:11-12). St. Paulus menjelaskan bahwa misteri Allah melampaui pengertian manusiawi kita atau bahkan tampak sebagai kebodohan, tetapi artinya akan dinyatakan kepada Umat Allah melalui Yesus Kristus dan Roh Kudus (bdk 1 Kor 1:18-25, 2:6-10; Rom 16:25-27; Why 10:7).

Ekaristi merupakan suatu misteri karena Ekaristi ambil bagian dalam misteri Yesus Kristus dan karya keselamatan Allah bagi manusia melalui Kristus. Kita tidak perlu heran apabila ada bagian-bagian Ekaristi yang tidak mudah dipahami, sebab rencana Tuhan bagi dunia telah berulang kali melampaui dugaan serta pengertian manusia (bdk Yoh 6:60-66). Sebagai contoh, bahkan para murid pada mulanya tidak mengerti mengapa Mesias harus dijatuhi hukuman mati dan kemudian bangkit dari antara orang mati (bdk Mrk 8:31-33, 9:31-32, 10:32-34; Mat 16:21-23, 17:22-23, 20:17-19; Luk 9:22, 9:43-45, 18:31-34). Lagipula, setiap kali kita berbicara tentang Tuhan, kita perlu ingat bahwa konsep-konsep manusiawi kita tidak akan pernah mampu memahami Tuhan sepenuhnya. Kita tidak boleh membatasi Tuhan sebatas pengertian kita, melainkan membiarkan pengertian kita yang diperluas di luar batas-batas normalnya oleh pernyataan Tuhan.

Kesimpulan

Dengan Kehadiran Nyata-Nya dalam Ekaristi, Kristus memenuhi janji-Nya untuk �menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.� (Mat 28:20). Seperti ditulis St. Thomas Aquinas, �Adalah hukum persahabatan bahwa seorang sahabat harus hidup berdampingan � Kristus tidak meninggalkan kita sendiri tanpa kehadiran jasmaninya dalam ziarah kita ini, tetapi Ia mempersatukan kita ke dalam Diri-Nya Sendiri dalam sakramen ini dalam rupa Tubuh dan Darah-Nya� (Summa Theologiae, III q. 75, a. 1). Dengan rahmat kehadiran Kristus di antara kita, Gereja sungguh terberkati. Seperti yang dikatakan Yesus kepada para murid-Nya, perihal kehadiran-Nya di antara mereka, �Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya banyak nabi dan orang benar ingin melihat apa yang kamu lihat, tetapi tidak melihatnya, dan ingin mendengar apa yang kamu dengar, tetapi tidak mendengarnya.� (Mat 13:17). Dalam Ekaristi, Gereja sekaligus menerima karunia Yesus Kristus dan mengucap syukur kepada Tuhan atas rahmat yang luar biasa itu. Ucapan syukur ini adalah satu-satunya tanggapan yang layak, oleh sebab melalui karunia Diri-Nya Sendiri dalam Perayaan Ekaristi dalam rupa anggur dan roti, Kristus menganugerahkan kepada kita karunia kehidupan kekal.

�Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman. Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman.... Sama seperti Bapa yang hidup mengutus Aku dan Aku hidup oleh Bapa, demikian juga barangsiapa yang memakan Aku, akan hidup oleh Aku.� (Yoh 6:53-57)

Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: �dikutip dari YESAYA: www.indocell.net/yesaya�

Naskah ini dikutip dari YESAYA: www.indocell.net/yesaya