Kebenaran, Pemakluman dan Kesejatian Hidup di Jaman Digital
Saudara dan Saudari Terkasih,
Pada kesempatan Hari Komunikasi Sosial Sedunia yang ke-45, saya ingin berbagi beberapa refleksi yang dimotivasi oleh suatu ciri khas yang menggejala jaman kita: munculnya internet sebagai jejaring komunikasi. Ada pendapat yang semakin umum bahwa, sebagaimana Revolusi Industri yang pada masanya menghasilkan suatu transformasi besar dalam masyarakat melalui perubahan-perubahan yang terjadi ke dalam lingkaran produksi dan kehidupan para pekerja, demikian juga berbagai perubahan mendasar yang terjadi di dalam komunikasi di jaman sekarang ini sedang memandu perkembangan-perkembangan budaya dan sosial yang signifikan. Teknologi baru tidak hanya mengubah cara kita berkomunikasi melainkan juga memengaruhi komunikasi itu sendiri sedemikian rupa sehingga orang menegaskan bahwa kita sementara hidup dalam suatu periode transformasi budaya yang besar. Sarana penyebaran informasi dan pengetahuan ini melahirkan suatu cara baru belajar dan berpikir dengan peluang-peluang yang belum pernah terjadi guna menegakkan antar hubungan dan membangun persekutuan .
Kini, cakrawala baru yang tak terbayangkan sebelumnya telah terbuka. Cakrawala-cakrawala tersebut membangkitkan kekaguman karena kemungkinan-kemungkinan yang disodorkan oleh media baru itu, dan pada saat yang sama amat menuntut suatu permenungan yang serius tentang makna komunikasi di jaman digital. Hal ini secara khusus menjadi jelas ketika kita menghadapi kemampuan luar biasa internet dan kerumitan pemakaiannya. Sebagaimana halnya dengan setiap hasil kecakapan manusia, teknologi komunikasi baru harus diperuntukkan bagi pelayanan kebaikan perorangan dan umat manusia secara utuh. Jika dipergunakan dengan bijaksana, teknologi komunikasi baru dapat memberikan sumbangsih bagi pemenuhan kerinduan akan makna, kebenaran dan kesatuan yang tetap menjadi cita-cita terdalam setiap manusia.
Dalam dunia digital, menyampaikan informasi kian dipahami dalam suatu jejaring sosial dimana pengetahuan terbagi dalam konteks pertukaran pribadi. Perbedaan yang jelas antara penyedia informasi dan pengenyam informasi menjadi relatif; dan komunikasi tidak hanya nampak sebagai pertukaran data tetapi juga sebagai suatu bentuk berbagi. Dinamika ini menyumbangkan bagi suatu penilaian baru tentang komunikasi itu sendiri, yang terutama dipandang sebagai dialog, pertukaran, solidaritas dan penciptaan hubungan-hubungan yang positif. Pada sisi lain, hal ini diperhadapkan dengan keterbatasan-keterbatasan yang khas dari komunikasi digital: interaksi sepihak, kecenderungan mengkomunikasikan hanya sebagian dari dunia batin seseorang, resiko pencitraan palsu seseorang yang dapat menjadi suatu bentuk kepuasan diri sendiri.
Secara khusus, kaum muda sedang mengalami perubahan ini dalam komunikasi dengan semua kecemasan, tantangan dan daya cipta, yang khas bagi orang yang terbuka dengan antusiasme dan rasa ingin tahu akan pengalaman-pengalaman baru dalam hidup. Keterlibatan mereka yang semakin besar dalam forum digital publik yang tercipta oleh jejaring-jejaring sosial membantu melahirkan bentuk-bentuk baru dari hubungan-hubungan antar pribadi memengaruhi kesadaran diri sendiri dan oleh karena itu tak pelak lagi mempertanyakan bukan saja bagaimana seharusnya bertindak tetapi juga tentang kesejatian jati dirinya. Masuk ke dalam ruang maya dapat menjadi tanda pencarian yang otentik akan perjumpaan pribadi dengan orang lain, asalkan tetap tanggap terhadap bahaya seperti menyertakan diri dalam sejenis eksistensi ganda atau menampilkan diri secara berlebihan di dalam dunia maya. Dalam upaya berbagi dan mencari "teman", terdapat tantangan untuk menjadi otentik dan setia dan tidak menyerah kepada ilusi untuk mencitrakan tampang publik yang palsu bagi diri sendiri.
Teknologi baru memungkinkan untuk saling bertemu di luar batas-batas ruang dan budaya mereka sendiri, dengan menciptakan sebuah dunia yang sama sekali baru dari persahabatan-persahabatan potensial. Ini merupakan suatu peluang besar tetapi juga menuntut perhatian yang lebih besar dan kesadaran akan resiko yang mungkin. Siapakah "tetangga" saya di dalam dunia baru ini? Entahkah ada bahaya bahwa kita mungkin kurang hadir bagi mereka yang kita jumpai dalama hidup harian kita? Apakah ada risiko menjadi lebih terganggu karena perhatian kita terbagi-bagi dan terserap di suatu "dunia lain" daripada dimana kita hidup? Apakah kita mempunyai waktu untuk merenungi pilihan kita secara kritis dan memajukan hubungan yang sungguh mendalam dan berdaya tahan? Pentinglah untuk selalu mengingat bahwa kontak virtual tidak dapat dan tidak boleh mengganti kontak manusiawi langsung dengan orang-orang di setiap tingkat kehidupan kita.
Dalam era digital juga, setiap orang dihadapkan dengan kebutuhan akan otentisitas dan refleksi. Selain itu, dinamika yang melekat di dalam jejaring sosial menunjukkan bahwa seseorang senantiasa terlibat dalam apa yang ia komunikasikan. Tatkala orang saling menukar informasi, mereka sudah mensyeringkan diri mereka, pandangannya tentang dunia, harapan dan cita-cita mereka. Lantas, cara hadir yang khas kristiani di dunia digital adalah bentuk komunikasi yang jujur dan terbuka, bertanggungjawab dan hormat akan orang lain. Memaklumkan Injil melalaui media baru berarti tidak sekadar memasukkan isi religius secara terbuka ke dalam berbagai pentas media, tetapi menjadi saksi setia di dunia digital itu sendiri dan cara seseorang mengkomunikasikan pilihan-pilihan, apa yang utama, serta keputusan-keputusan yang sepenuhnya selaras dengan Injil bahkan ketika hal itu tidak terungkap secara khusus. Selanjutnya, benar juga bahwa di dalam dunia digital pesan tak dapat disampaikan tanpa disertai dengan kesaksian yang konsisten dari pihak yang meyampaikannya. Dalam situasi baru itu dan dengan bentuk pengungkapan baru, orang Kristen sekali lagi dipanggil untuk memberikan jawaban kepada siapa saja yang meminta pertanggungjawaban terhadap pengharapan yang ada dalam diri mereka (bdk. 1 Petrus 3:15)
Tugas memberikan kesaksian tentang Injil di era digital menuntut setiap orang untuk secara istimewa memiliki kepekaan terhadap aspek pesan yang dapat menantang cara berpikir khas internet. Pertama-tama, kita harus menyadari bahwa kebenaran yang ingin kita bagikan bukan bukan berasal dari nilai "popularitas"nya atau jumlah perhatian yang diterima. Kita harus berusaha memperkenalkannya secara utuh, bukan sekadar supaya dapat diterima atau sebaliknya malah melemahkannya. Ia harus menjadi makanan harian dan bukannya daya tarik sesaat. Kebenaran Injil bukanlah sesuatu yang memberikan rasa puas atau digunakan secara dangkal, melainkan pemberian yang menuntut jawaban bebas. Bahkan apabila diwartakan dalam dunia internet, Injil harus terjelma dalam dunia nyata dan berkaitan dengan wajah riil saudara dan saudari kita, mereka yang dengannya kita berbagi keseharian hidup kita. Hubungan manusiwi yang langsung tetap menjadi fundamental bagi pemakluman iman.
Oleh karena itu, saya ingin mengajak orang-orang kristiani dengan percaya diri, dan dengan kreatifitas yang terbina dan bertanggungjawab bergabung dalam jejaring hubungan yang dimungkinkan oleh jaman digital. Hal ini bukan saja untuk memuaskan keinginan untuk hadir, tetapi karena jejaring ini merupakan bagian utuh dari hidup manusia. Internet memberikan sumbangsih bagi perkembangan cakrawala intelektual dan spiritual yang lebih kompleks, bentuk-bentuk baru kesadaran berbagi. Di dalam wilayah ini juga kita dipanggil untuk memaklumkan iman kita bahwa Kirstus adalah Allah, Penyelamat umat manusia dan Penyelamat sejarah, yang di dalam-Nya segala sesuatu memperoleh kepenuhannya (Bdk. Ef. 1:10). Pewartaan Injil menuntut sebuah komunikasi yang sekaligus penuh hormat dan peka, yang menggugah hati dan menggerakkan kesadaran; cerminan suri teladan Yesus yang bangkit tatkala Ia bergabung bersama para murid-Nya dalam perjalanan ke Emaus (bdk. Lk. 24:13-35). Dengan cara pendekatan-Nya, dialog-Nya bersama mereka, cara-Nya yang lembut menggerakkan hati, mereka perlahan-lahan dituntun kepada suatu pemahaman akan misteri.
Dalam analisis terakhir, kebenaran Kristus merupakan jawaban yang utuh dan otentik bagi kerinduan manusia akan hidup relasi, persekutuan dan makna yang tercermin dalam popularitas jejaring sosial yang meluas. Orang beriman yang memberikan kesaksian iman yang sungguh mendalam tentu memberikan bantuan yang berharga bagi internet agar tidak menjadi sarana yang memerosotkan kepribadian manusia, memanipulasi secara emosional, dan yang memberikan kemungkinan kepada berkuasa untuk memonopoli pendapat orang lain. Sebaliknya, orang beriman mendorong setiap orang untuk terus menghidupkan pertanyaan manusiawi yang abadi sebagai ungkapan kerinduan akan sesuatu yang yang trasenden dan dambaan akan bentuk-bentuk yang otentik dari kehidupan yang patut untuk dihayati. Justru hasrat rohani yang unik manusiawi inilah yang mengilhami upaya kita untuk mencari kebenaran dan persekutuan dan mendesak kita untuk berkomunikasi dengan keutuhan dan kejujuran.
Saya mengundang terutama kaum muda untuk sungguh-sungguh hadir secara berdaya guna di dunia digital. Saya mengulangi lagi undanganku bagi mereka untuk Hari Kaum Muda sedunia di Madrid, dimana teknologi baru sedang memberikan sumbangannya yang besar bagi persiapannya. Dengan pengantaraan pelindungnya St. Fransiskus de Sales, saya berdoa agar Allah menganugerahi para pekerja di bidang komunikasi kemampuan untuk melaksanakan karya mereka dengan sadar dan profesional. Kepada kalian semua, saya memberikan berkat apostolik saya.
Vatikan 24 Januari 2011
Pesta St, Fransiskus de Sales
Benedictus PP XVI
Showing posts with label Surat Gembala Paus. Show all posts
Showing posts with label Surat Gembala Paus. Show all posts
Sunday, May 29, 2011
Saturday, March 5, 2011
Surat Gembala Prapaskah Kepausan 2011
�Kamu dikuburkan bersama Dia di dalam baptisan, di situ pula kamu dibangkitkan bersama Dia� (bdk Kol 2:12)
Saudara-saudari terkasih,
Masa Prapaskah, yang menuntun kita ke Perayaan Paskah, bagi Gereja senantiasa merupakan masa liturgis yang sangat berharga dan penting. Dalam rangka itu saya suka menyampaikan pesan khusus ini, agar masa prapaska itu dapat dihayati dengan layak dan sepantasnya. Sambil menantikan perjumpaannya yang definitif dengan Sang Mempelai dalam Paska Surgawi nanti, Gereja, sebagai komunitas yang rajin berdoa dan beramal, mengintensifkan perjalanan batin penyucian dirinya, agar supaya dapat menimba dengan lebih berlimpah dari Misteri Penebusan itu kehidupan baru di dalam Kristus Tuhannya (bdk Prefasi 1 Masa Prapaska).
1. Hidup itulah yang sudah dicurahkan kepada kita pada saat kita dibaptis, ketika kita �mengambil bagian di dalam wafat dan Kebangkitan Krisus�. Di situlah dimulainya bagi kita �pengalaman yang menggembirakan dan mengasyikkan dari para murid� (Khotbah pada Hari Pesta Pembaptisan Tuhan, 10 Januari 2010). Dalam surat-suratnya, berulang-ulang St. Paulus menekankan persekutuan khusus dengan Sang Putera Allah yang menjadi buah dari Baptisan itu. Fakta, bahwa pada umumnya Baptisan diterima orang ketika masih bayi, dengan jelas menunjukkan bahwa hidup kekal itu adalah sungguh-sungguh anugerah dari Allah, dan bukan apa yang diperoleh orang karena usahanya sendiri. Kerahiman Allah, yang menghapus dosa-dosa dan, pada saat yang sama, membuat kita bisa mengalami juga di dalam hidup kita �perasan-perasaan Kristus� (Flp. 2:5), sungguh-sungguh dianugerahkan secara cuma-cuma kepada semua orang, baik pria maupun wanita.
Dalam suratnya kepada Jemaat di Filipi, Rasul St. Paulus mengungkapkan arti-makna perubahan mendasar yang terjadi dengan turut mengambil bagian di dalam wafat dan kebangkitan Kristus itu. Sambil menunjuk kepada tujuannya ia mengatakan, bahwa �yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya, supaya aku akhirnya beroleh kebangkitan dari antara orang mati� (Flp. 3:10-11). Dengan demikian maka Baptisan bukanlah hanya sekedar upacara ritual yang sudah lampau, melainkan adalah perjumpaan dengan Kristus, yang membentuk seluruh keberadaan si terbaptis dengan pencurahan hidup ilahi serta dengan memanggilnya kepada pertobatan yang sejati. Diinisiasikan dan didukung dengan rakhmat. maka orang yang dibaptis mulai dimampukan untuk mencapai taraf kedewasaan Kristus.
Ada kaitan khusus yang menghubungkan Baptisan dengan masa Prapaska, sebagai masa yang tepat untuk mengalami rakhmat yang menyelamatkan itu. Bapa-bapa Konsili Vatikan Kedua menghimbau para Gembala Umat Gereja untuk semakin memanfaatkan �unsur-unsur liturgi masa Prapaskah yang berkenaan dengan baptisan� (Sacrosanctum Concilium, Konstusi tentang Liturgi, no 109). Pada kenyataannya Gereja senantiasa mengaitkan Malam Paskah dengan upacara Baptisan, karena Sakramen ini mengungkapkan misteri agung manusia yang, setelah dibebaskan dari dosa, menjadi pengambil-bagian dalam kehidupan baru dari Kristus-Yang-Bangkit dan menerima Roh Allah yang sama yang telah membangkitkan Yesus dari alam maut (bdk. Rom. 8:11). Anugerah cuma-cuma ini haruslah senantiasa dikobarkan kembali di dalam diri kita masing-masing dan masa Prapaskah justru memberi kita jalan seperti yang ada pada masa Katekumenat, yang bagi umat beriman dari Gereja Perdana dahulu, seperti juga halnya bagi para calon baptis jaman sekarang, adalah sekolah yang tak-tergantikan bagi iman dan kehidupan kristiani. Sungguh, mereka itu menghayati Baptisan mereka sebagai yang membentuk seluruh keberadaan mereka.
2. Untuk dapat menempuh perjalanan kita menuju Paskah itu secara lebih serius dan mempersiapkan diri merayakan Kebangkitan Tuhan, -ini adalah hari raya yang paling menggembirakan dan paling mulia dalam seluruh tahun liturgi,- kiranya tidak ada jalan yang lebih tepat selain membiarkan diri kita dibimbing oleh Sabda Allah sendiri. Untuk itulah, Gereja, melalui bacaan-bacaan Injil pada hari Minggu sepanjang masa Prapaskah, menuntun kita untuk bisa sampai pada perjumpaan khusus yang mesra dengan Tuhan, dengan mengajak kita napak-tilas lagkah-langkah insiasi Kristiani kita: bagi para calon baptis, untuk mempersiapkan penerimaan sakramen kelahiran kembali itu; dan bagi yang sudah dibaptis, untuk memantapkan diri dalam langkah baru dan definitif yang telah diambil untuk menjadi pengikut Kristus dan semakin berserah diri kepada-Nya.
Hari Minggu Pertama Masa Prapaskah mengungkapkan keberadaan kita sebagai manusia yang hidup di bumi ini. Kemenangan dari perjuangan melawan penggodaan yang menjadi titik awal perutusan Yesus, haruslah menjadi ajakan bagi kita untuk menyadari kerapuhan kita dalam menerima Rakhmat yang membebaskan kita dari dosa dan membcri pencurahan kekuatan baru di dalam Kristus, �jalan, kebenaran dan hidup� (bdk. Tatacara Inisiasi Kristiani bagi Orang Dewasa, no. 25). Hal itu harus menjadi peringatan yang keras bagi kita, bahwa iman kepercayaan Kristiani, sesuai dengan teladan dari dan dalam kesatuan dengan Kristus, mencakup juga perjuangan �melawan kuasa-kuasa kegelapan di dunia ini� (bdk. Ef. 6:12). Di sana si Setan, tanpa mengenal lelah senantiasa bekerja, juga sekarang ini, untuk menggoda siapa saja yang mau hidup dekat dengan Tuhan. Kristus yang akhirnya jaya terhadap godaan itu, membuka hati kita pada harapan baru dan membimbing kita juga untuk dapat mengalahkan bujukan-bujukan iblis itu.
Hari Minggu Kedua, dengan bacaan injil tentang Transfigurasi Tuhan, menampilkan di depan mata kita kemuliaan Kristus yang mengantisipasi kebangkitan-Nya dan mewartakan pengangkatan manusia kepada martabat ilahi. Persekutuan umat kristiani menjadi sadar, bahwa Tuhan Yesuslah yang membawanya, sama seperti dahulu Petrus, Yakobus dan Yohanes, �naik ke atas gunung yang tinggi� (Mat. 17:5) untuk sekali lagi di dalam Kristus menerima sebagai putera dan puteri di dalam diri Sang Putra sendiri, anugerah rakhmat Allah ini: �Inilah Putra-Ku yang terkasih, yang berkenan pada-Ku. Dengarkanlah Dia� (Mat 17:5). Hal ini harus menjadi ajakan bagi kita untuk mengambil jarak dari hiruk-pikuk hidup kita sehari-hari, agar kita dapat menceburkan diri masuk ke dalam hadirat Allah. Ia berkehendak untuk menyampaikan kepada kita, setiap hari, Sabda-Nya yang menembus lubuk hati kita, sehingga kita bisa membedakan yang baik dan yang jahat (bdk. Ibr. 4:12), dan dengan demikian memperkuat kehendak kita untuk mengikuti Tuhan.
Hari Minggu Ketiga menampilkan bagi kita di dalam liturginya Yesus yang mengajukan permintaan kepada Wanita Samaria: �Berilah Aku minum� (Yoh, 4:7). Sabda Tuhan itu mengungkapkan bela-rasa Allah terhadap manusia, baik laki-laki maupun perempuan, dan mampu membangkitkan di dalam hati kita kerinduan akan anugerah �mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal� (Yoh. 4:14). Inilah anugerah Roh Kudus yang akan mengubah orang-orang kristiani menjadi �penyembah-penyembah yang sejati�, yang mampu berdoa kepada Bapa �dalam roh dan kebenaran� (Yoh. 4:23). Hanya air inilah yang mampu memadamkan kehausan kita akan kebaikan, kebenaran dan keindahan, Hanya air inilah, yang dianugerahkan Putra kepada kita, dapat menyirami gurun kersang jiwa kita �yang tidak akan bisa tenang sebelum menemukan Allah�, sebagaimana kata-kata kesohor St Agustinus itu mengungkapkannya.
Hari Minggu Keempat, melalui kisah �orang yang buta sejak lahir� itu, menampilkan Kristus, Sang Cahaya Dunia. Injil hari ini mengkonfrontasikan masing-masing kita dengan pertanyaan ini: �Percayakah engkau kepada Anak Manusia?� �Ya, Tuhan, aku percaya� (Yoh. 9:35,39) seru orang yang buta sejak lahir itu dengan sukacita, dan dengan demikian ia menyuarakannya juga bagi semua orang beriman. Mukjijat penyembuhan ini menjadi tanda, bahwa Kristus berkehendak memberi kita, bukan saja kemampuan untuk melihat, tetapi juga membuka kemampuan kita melihat secara batin, sehingga iman kepercayaan kita juga semakin diperdalam dan kita mampu mengenali-Nya sebagai satu-satunya Juru Selamat kita. Ia menerangi apa saja yang merupakan kegelapan di dalam hidup dan membimbing semua orang laki-laki dan perempuan untuk hidup sebagai �anak-anak terang�
Pada Hari Minggu Kelima., ketika diwartakan pembangkitan Lazarus, kita diperhadapkan kepada misteri terakhir dari keberadaan kita: �Akulah kebangkitan dan kehidupan � Percayakan engkau akan hal itu?� (Yoh. 11:25-26). Bagi Komunitas Umat Beriman Kristiani inilah saatnya untuk dengan tulus-ikhlas, -bersama dengan Martha,- menaruhkan segenap harapannya kepada Yesus dari Nazaret itu: �Ya, Tuhan, saya percaya, bahwa engkaulah Kristus, Putra Allah, yang datang ke dalam dunia ini� (Yoh. 11:27). Persekutuan dengan Kristus di dalam hidup ini, mempersiapkan kita untuk dapat mengatasi batas-batas kematian, sehingga kita masuk ke dalam hidup abadi bersama dengan Dia. Iman kepercyaaan kepada kebangkitan orang mati dan harapan akan kehidupan kekal itu membuka mata kita kepada arti makna yang terdalam dari keberadaan kita: Allah menciptakan laki-laki dan perempuan untuk kebangkitan dan kehidupan, dan kebenaran ini memberikan arti yang otentik dan pasti kepada sejarah manusia, kepada kehidupan pribadi dan social laki-laki dan perempuan, kepada budaya, politik dan ekonomi. Tanpa terang iman itu, segenap jagat-raya akan berakhir, tertutup dalam liang kubur dan tidak akan ada lagi masa depannya, tidak akan ada lagi harapannya.
Seluruh perjalanan sepanjang masa Prapaskah ini akan mendapatkan kepenuhannya di dalam Tri-Hari Suci Paskah, secara istimewa dalam Malam Kudus Tirakatan Paskah. Di sana, dengan memperbarui janji-janji baptis kita, kita menegaskan kembali pengakuan iman kepercyaan kita, bahwa Kristus adalah Tuhan hidup kita, bahwa ketika �dilahirkan kembali melalui air dan Roh Kudus� itu kita mendapat anugerah hidup dari Allah, dan kita mengakui sekali lagi kesediaan kita menanggapi karya Rakhmat itu untuk menjadi murid-murid-Nya.
3. Dengan menenggelamkan diri ke dalam kematian dan kebangkitan Kristus melalui Sakramen Baptis, kita didorong setiap hari untuk membebaskan hati kita dari hal-hal material yang menjadi beban, dari keterikatan kita yang egoistis dengan �dunia� yang malah memiskinkan kita dan menghalangi kita untuk siap dan terbuka bagi Allah dan sesama kita. Di dalam Kristus Allah menyatakan diri-Nya bahwa Dia adalah Kasih (lih. 1Yoh. 4:7-10). Salib Kristus, yang adalah �Sabda Salib� itu sendiri, menyatakan kekuatan Allah yang menyelamatkan (lih. 1Kor 1:18), yang dianugerahkan untuk membangkitkan kembali manusia, baik laki-laki maupun perempuan, dan memberi mereka keselamatan: itulah pernyataan Kasih yang paling agung (bdk. Ensiklik Deus Caritas Est, no. 12). Dengan menjalankan tradisi berpuasa, bersedekah dan berdoa, yang merupakan ungkapan kesediaan kita untuk bertobat, masa Prapaskah mengajar kita bagaimana menghayati Kasih Kristus itu secara yang paling tuntas.
Berpuasa. Dengan pelbagai kemungkinan motivasi yang menjadi dasarnya, bagi orang kristiani berpuasa memiliki kepentingan religius yang sangat mendalam: dengan mengurangi apa yang kita sajikan di atas meja makan, kita belajar mengalahkan keserakahan dan memupuk hidup atas dasar anugerah dan cinta; dengan mengalami suatu bentuk berkekurangan, dan justru bukan yang berkelebihannya, kita belajar memalingkan diri dari ke-�aku�-an kita, untuk bias menemukan Seseorang yang lain yang dekat dengan kita, bahkan untuk bisa mengenal Allah melalui wajah begitu banyak saudara dan saudari kita. Bagi umat Kristiani, berpuasa, jauh dari pada menyusahkan, malah lebih dapat membuka diri kita terhadap Allah dan kebutuhan sesama, dan dengan demikian memungkinkan cinta kita kepada Allah menjadi cinta kepada sesama (bdk Mrk. 12:31).
Bersedekah. Dalam perjalanan hidup kita, seringkali kita diperhadapkan pada godaan untuk menimbun dan mencintai uang yang dapat merongrong kedaulatan Allah bagi dan dalam hidup kita. Nafsu serakah untuk memiliki ini bisa menyeret kita ke kekerasan, eksploitasi dan kematian. Untuk itulah, maka bersedekah oleh Gereja, terutama selama masa Prapaskah, dijadikan pengingat bagi kita, bahwa kita pun memiliki kemampuan untuk berbagi. Sebaliknya, pemujaan terhadap materi, bukan saja menjauhkan kita dari sesama, melainkan juga menelanjangi kita, membuat kita tidak berbahagia, menipu kita, mengelabui kita tanpa memenuhi apa yang dijanjikannya, justru karena Allah, sumber segala kehidupan, kita gantikan dengan materi. Tidak mungkin kita dapat memahami kebaikan Allah, apabila hati kita dipenuhi dengan egoisme dan kepentingan-kepentingan diri kita sendiri, sambil menipu diri kita sendiri bahwa masa depan kita terjamin. Kita selalu tergoda untuk berpikir seperti si orang kaya di dalam Injil: �Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya ��. Kita semua tahu betul apakah yang menjadi penilaian Tuhan: �Orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu � � (Luk. 12:19-20). Bersedekah mengingatkan kita kepada kedaulatan Tuhan dan mengarahkan perhatian kita kepada sesama, sehingga kita dapat menemukan kembali betapa baiknya Bapa kita itu, dan dengan demikian kita akan memperoleh belas-kasih-Nya.
Berdoa. Selama masa Prapaskah ini Gereja menawarkan kepada kita Sabda Allah dengan sungguh-sungguh secara berlimpah-ruah. Dengan merenungkan dan membatinkan Sabda itu agar kita dapat menghayatinya setiap hari, kita diberi kesempatan mempelajari suatu bentuk doa yang sangat berharga dan tak-tergantikan, yakni dengan penuh perhatian mendengarkan Allah, yang senantiasa berbicara kepada hati, kita memberi makanan yang menghidupkan perjalanan keberimanan kita yang telah dimulai pada saat kita dibaptis. Berdoa juga mengajar kita untuk mendapatkan pemahaman baru tentang waktu: yakni, bahwa pada kenyataannya tanpa perspektif keabadian dan ke-transenden-an, waktu hanyalah akan menjadi pengantar langkah-langkah kita kepada suatu cakrawala yang tak bermasa depan. Sebaliknya, apabila kita berdoa, kita menemukan waktu bagi Allah, untuk memahami bahwa �sabda-Nya tidak akan binasa� (bdk. Mrk. 13:31), untuk bersama dengan Dia masuk ke dalam persekutuan mesra �yang tidak akan dirampas orang dari padamu� (Yoh 16:22), yang akan membukakan bagi kita pengharapan yang tak-akan mengecewakan, yakni kehidupan kekal.
Sebagai kesimpulan, perjalanan kita sepanjang masa Prapaskah, ke mana kita semua diundang untuk mengkontemplasikan Misteri Salib Tuhan, dimaksudkan juga agar kita bisa �menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya� (Flp. 3:10) agar dengan demikian juga memperolehkan suatu pertobatan yang mendalam bagi hidup kita. Semoga kitapun akan diubah oleh karya Roh Kudus, sebagaimana Rasul Santo Paulus mengalaminya di jalan ke Damsyik. Semoga kita pun akan senantiasa mengkiblatkan keberadaan kita kepada kehendak Allah. Semoga kita pun akan dibebaskan dari segala bentuk egoism, dengan mengalahkan segala kecenderungan kita untuk menguasai orang lain, dan semoga kita semakin dapat membuka diri kita kepada kasih Kristus. Masa Prapaskah adalah masa yang tepat untuk mengenal kelemahan-kelemahan kita dan, dengan secara jujur memeriksa hidup kita, untuk menerima pemulihan rakhmat melalui Sakramen Tobat dan untuk dengan mantap kembali kepada Kristus.
Saudara-saudari terkasih, melalui perjumpaan pribadi kita dengan Sang Juru Selamat dan melalui puasa, sedekah serta doa, perjalanan pertobatan kita menuju Paskah akan membawa kita pada penemuan kembali Baptisan kita. Semoga dalam masa Prapaskah ini kita semua memperbarui penerimaan kita akan rakhmat yang telah dianugerahkan Allah kepada kita melalui Sakramen Baptis itu, sehingga rakhmat itu akan menerangi dan menuntun segala sepak-terjang hidup kita. Apa yang ditandakan dan dinyatakan oleh Sakramen itu adalah, bahwa kita dipanggil untuk setiap hari mengalami hal menjadi pengikut Kristus itu secara lebih setia dan tulus, Marilah kita di dalam perjalanan itu berserah diri kepada Santa Perawan Maria, yang telah melahirkan Sang Juru Selamat baik secara beriman maupun menurut daging, sehingga kita semakin dapat menenggelamkan diri, sebagaimana Bunda Maria telah melakukannya juga, di dalam wafat dan kebangkitan Puteranya Yesus, dan dengan demikian juga memperoleh hidup kekal.
Dikeluarkan di Vatikan, 4 November 2010,
Benediktus XVI, Paus.
Sumber : http://www.keuskupanbogor.org/
Saudara-saudari terkasih,
Masa Prapaskah, yang menuntun kita ke Perayaan Paskah, bagi Gereja senantiasa merupakan masa liturgis yang sangat berharga dan penting. Dalam rangka itu saya suka menyampaikan pesan khusus ini, agar masa prapaska itu dapat dihayati dengan layak dan sepantasnya. Sambil menantikan perjumpaannya yang definitif dengan Sang Mempelai dalam Paska Surgawi nanti, Gereja, sebagai komunitas yang rajin berdoa dan beramal, mengintensifkan perjalanan batin penyucian dirinya, agar supaya dapat menimba dengan lebih berlimpah dari Misteri Penebusan itu kehidupan baru di dalam Kristus Tuhannya (bdk Prefasi 1 Masa Prapaska).
1. Hidup itulah yang sudah dicurahkan kepada kita pada saat kita dibaptis, ketika kita �mengambil bagian di dalam wafat dan Kebangkitan Krisus�. Di situlah dimulainya bagi kita �pengalaman yang menggembirakan dan mengasyikkan dari para murid� (Khotbah pada Hari Pesta Pembaptisan Tuhan, 10 Januari 2010). Dalam surat-suratnya, berulang-ulang St. Paulus menekankan persekutuan khusus dengan Sang Putera Allah yang menjadi buah dari Baptisan itu. Fakta, bahwa pada umumnya Baptisan diterima orang ketika masih bayi, dengan jelas menunjukkan bahwa hidup kekal itu adalah sungguh-sungguh anugerah dari Allah, dan bukan apa yang diperoleh orang karena usahanya sendiri. Kerahiman Allah, yang menghapus dosa-dosa dan, pada saat yang sama, membuat kita bisa mengalami juga di dalam hidup kita �perasan-perasaan Kristus� (Flp. 2:5), sungguh-sungguh dianugerahkan secara cuma-cuma kepada semua orang, baik pria maupun wanita.
Dalam suratnya kepada Jemaat di Filipi, Rasul St. Paulus mengungkapkan arti-makna perubahan mendasar yang terjadi dengan turut mengambil bagian di dalam wafat dan kebangkitan Kristus itu. Sambil menunjuk kepada tujuannya ia mengatakan, bahwa �yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya, supaya aku akhirnya beroleh kebangkitan dari antara orang mati� (Flp. 3:10-11). Dengan demikian maka Baptisan bukanlah hanya sekedar upacara ritual yang sudah lampau, melainkan adalah perjumpaan dengan Kristus, yang membentuk seluruh keberadaan si terbaptis dengan pencurahan hidup ilahi serta dengan memanggilnya kepada pertobatan yang sejati. Diinisiasikan dan didukung dengan rakhmat. maka orang yang dibaptis mulai dimampukan untuk mencapai taraf kedewasaan Kristus.
Ada kaitan khusus yang menghubungkan Baptisan dengan masa Prapaska, sebagai masa yang tepat untuk mengalami rakhmat yang menyelamatkan itu. Bapa-bapa Konsili Vatikan Kedua menghimbau para Gembala Umat Gereja untuk semakin memanfaatkan �unsur-unsur liturgi masa Prapaskah yang berkenaan dengan baptisan� (Sacrosanctum Concilium, Konstusi tentang Liturgi, no 109). Pada kenyataannya Gereja senantiasa mengaitkan Malam Paskah dengan upacara Baptisan, karena Sakramen ini mengungkapkan misteri agung manusia yang, setelah dibebaskan dari dosa, menjadi pengambil-bagian dalam kehidupan baru dari Kristus-Yang-Bangkit dan menerima Roh Allah yang sama yang telah membangkitkan Yesus dari alam maut (bdk. Rom. 8:11). Anugerah cuma-cuma ini haruslah senantiasa dikobarkan kembali di dalam diri kita masing-masing dan masa Prapaskah justru memberi kita jalan seperti yang ada pada masa Katekumenat, yang bagi umat beriman dari Gereja Perdana dahulu, seperti juga halnya bagi para calon baptis jaman sekarang, adalah sekolah yang tak-tergantikan bagi iman dan kehidupan kristiani. Sungguh, mereka itu menghayati Baptisan mereka sebagai yang membentuk seluruh keberadaan mereka.
2. Untuk dapat menempuh perjalanan kita menuju Paskah itu secara lebih serius dan mempersiapkan diri merayakan Kebangkitan Tuhan, -ini adalah hari raya yang paling menggembirakan dan paling mulia dalam seluruh tahun liturgi,- kiranya tidak ada jalan yang lebih tepat selain membiarkan diri kita dibimbing oleh Sabda Allah sendiri. Untuk itulah, Gereja, melalui bacaan-bacaan Injil pada hari Minggu sepanjang masa Prapaskah, menuntun kita untuk bisa sampai pada perjumpaan khusus yang mesra dengan Tuhan, dengan mengajak kita napak-tilas lagkah-langkah insiasi Kristiani kita: bagi para calon baptis, untuk mempersiapkan penerimaan sakramen kelahiran kembali itu; dan bagi yang sudah dibaptis, untuk memantapkan diri dalam langkah baru dan definitif yang telah diambil untuk menjadi pengikut Kristus dan semakin berserah diri kepada-Nya.
Hari Minggu Pertama Masa Prapaskah mengungkapkan keberadaan kita sebagai manusia yang hidup di bumi ini. Kemenangan dari perjuangan melawan penggodaan yang menjadi titik awal perutusan Yesus, haruslah menjadi ajakan bagi kita untuk menyadari kerapuhan kita dalam menerima Rakhmat yang membebaskan kita dari dosa dan membcri pencurahan kekuatan baru di dalam Kristus, �jalan, kebenaran dan hidup� (bdk. Tatacara Inisiasi Kristiani bagi Orang Dewasa, no. 25). Hal itu harus menjadi peringatan yang keras bagi kita, bahwa iman kepercayaan Kristiani, sesuai dengan teladan dari dan dalam kesatuan dengan Kristus, mencakup juga perjuangan �melawan kuasa-kuasa kegelapan di dunia ini� (bdk. Ef. 6:12). Di sana si Setan, tanpa mengenal lelah senantiasa bekerja, juga sekarang ini, untuk menggoda siapa saja yang mau hidup dekat dengan Tuhan. Kristus yang akhirnya jaya terhadap godaan itu, membuka hati kita pada harapan baru dan membimbing kita juga untuk dapat mengalahkan bujukan-bujukan iblis itu.
Hari Minggu Kedua, dengan bacaan injil tentang Transfigurasi Tuhan, menampilkan di depan mata kita kemuliaan Kristus yang mengantisipasi kebangkitan-Nya dan mewartakan pengangkatan manusia kepada martabat ilahi. Persekutuan umat kristiani menjadi sadar, bahwa Tuhan Yesuslah yang membawanya, sama seperti dahulu Petrus, Yakobus dan Yohanes, �naik ke atas gunung yang tinggi� (Mat. 17:5) untuk sekali lagi di dalam Kristus menerima sebagai putera dan puteri di dalam diri Sang Putra sendiri, anugerah rakhmat Allah ini: �Inilah Putra-Ku yang terkasih, yang berkenan pada-Ku. Dengarkanlah Dia� (Mat 17:5). Hal ini harus menjadi ajakan bagi kita untuk mengambil jarak dari hiruk-pikuk hidup kita sehari-hari, agar kita dapat menceburkan diri masuk ke dalam hadirat Allah. Ia berkehendak untuk menyampaikan kepada kita, setiap hari, Sabda-Nya yang menembus lubuk hati kita, sehingga kita bisa membedakan yang baik dan yang jahat (bdk. Ibr. 4:12), dan dengan demikian memperkuat kehendak kita untuk mengikuti Tuhan.
Hari Minggu Ketiga menampilkan bagi kita di dalam liturginya Yesus yang mengajukan permintaan kepada Wanita Samaria: �Berilah Aku minum� (Yoh, 4:7). Sabda Tuhan itu mengungkapkan bela-rasa Allah terhadap manusia, baik laki-laki maupun perempuan, dan mampu membangkitkan di dalam hati kita kerinduan akan anugerah �mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal� (Yoh. 4:14). Inilah anugerah Roh Kudus yang akan mengubah orang-orang kristiani menjadi �penyembah-penyembah yang sejati�, yang mampu berdoa kepada Bapa �dalam roh dan kebenaran� (Yoh. 4:23). Hanya air inilah yang mampu memadamkan kehausan kita akan kebaikan, kebenaran dan keindahan, Hanya air inilah, yang dianugerahkan Putra kepada kita, dapat menyirami gurun kersang jiwa kita �yang tidak akan bisa tenang sebelum menemukan Allah�, sebagaimana kata-kata kesohor St Agustinus itu mengungkapkannya.
Hari Minggu Keempat, melalui kisah �orang yang buta sejak lahir� itu, menampilkan Kristus, Sang Cahaya Dunia. Injil hari ini mengkonfrontasikan masing-masing kita dengan pertanyaan ini: �Percayakah engkau kepada Anak Manusia?� �Ya, Tuhan, aku percaya� (Yoh. 9:35,39) seru orang yang buta sejak lahir itu dengan sukacita, dan dengan demikian ia menyuarakannya juga bagi semua orang beriman. Mukjijat penyembuhan ini menjadi tanda, bahwa Kristus berkehendak memberi kita, bukan saja kemampuan untuk melihat, tetapi juga membuka kemampuan kita melihat secara batin, sehingga iman kepercayaan kita juga semakin diperdalam dan kita mampu mengenali-Nya sebagai satu-satunya Juru Selamat kita. Ia menerangi apa saja yang merupakan kegelapan di dalam hidup dan membimbing semua orang laki-laki dan perempuan untuk hidup sebagai �anak-anak terang�
Pada Hari Minggu Kelima., ketika diwartakan pembangkitan Lazarus, kita diperhadapkan kepada misteri terakhir dari keberadaan kita: �Akulah kebangkitan dan kehidupan � Percayakan engkau akan hal itu?� (Yoh. 11:25-26). Bagi Komunitas Umat Beriman Kristiani inilah saatnya untuk dengan tulus-ikhlas, -bersama dengan Martha,- menaruhkan segenap harapannya kepada Yesus dari Nazaret itu: �Ya, Tuhan, saya percaya, bahwa engkaulah Kristus, Putra Allah, yang datang ke dalam dunia ini� (Yoh. 11:27). Persekutuan dengan Kristus di dalam hidup ini, mempersiapkan kita untuk dapat mengatasi batas-batas kematian, sehingga kita masuk ke dalam hidup abadi bersama dengan Dia. Iman kepercyaaan kepada kebangkitan orang mati dan harapan akan kehidupan kekal itu membuka mata kita kepada arti makna yang terdalam dari keberadaan kita: Allah menciptakan laki-laki dan perempuan untuk kebangkitan dan kehidupan, dan kebenaran ini memberikan arti yang otentik dan pasti kepada sejarah manusia, kepada kehidupan pribadi dan social laki-laki dan perempuan, kepada budaya, politik dan ekonomi. Tanpa terang iman itu, segenap jagat-raya akan berakhir, tertutup dalam liang kubur dan tidak akan ada lagi masa depannya, tidak akan ada lagi harapannya.
Seluruh perjalanan sepanjang masa Prapaskah ini akan mendapatkan kepenuhannya di dalam Tri-Hari Suci Paskah, secara istimewa dalam Malam Kudus Tirakatan Paskah. Di sana, dengan memperbarui janji-janji baptis kita, kita menegaskan kembali pengakuan iman kepercyaan kita, bahwa Kristus adalah Tuhan hidup kita, bahwa ketika �dilahirkan kembali melalui air dan Roh Kudus� itu kita mendapat anugerah hidup dari Allah, dan kita mengakui sekali lagi kesediaan kita menanggapi karya Rakhmat itu untuk menjadi murid-murid-Nya.
3. Dengan menenggelamkan diri ke dalam kematian dan kebangkitan Kristus melalui Sakramen Baptis, kita didorong setiap hari untuk membebaskan hati kita dari hal-hal material yang menjadi beban, dari keterikatan kita yang egoistis dengan �dunia� yang malah memiskinkan kita dan menghalangi kita untuk siap dan terbuka bagi Allah dan sesama kita. Di dalam Kristus Allah menyatakan diri-Nya bahwa Dia adalah Kasih (lih. 1Yoh. 4:7-10). Salib Kristus, yang adalah �Sabda Salib� itu sendiri, menyatakan kekuatan Allah yang menyelamatkan (lih. 1Kor 1:18), yang dianugerahkan untuk membangkitkan kembali manusia, baik laki-laki maupun perempuan, dan memberi mereka keselamatan: itulah pernyataan Kasih yang paling agung (bdk. Ensiklik Deus Caritas Est, no. 12). Dengan menjalankan tradisi berpuasa, bersedekah dan berdoa, yang merupakan ungkapan kesediaan kita untuk bertobat, masa Prapaskah mengajar kita bagaimana menghayati Kasih Kristus itu secara yang paling tuntas.
Berpuasa. Dengan pelbagai kemungkinan motivasi yang menjadi dasarnya, bagi orang kristiani berpuasa memiliki kepentingan religius yang sangat mendalam: dengan mengurangi apa yang kita sajikan di atas meja makan, kita belajar mengalahkan keserakahan dan memupuk hidup atas dasar anugerah dan cinta; dengan mengalami suatu bentuk berkekurangan, dan justru bukan yang berkelebihannya, kita belajar memalingkan diri dari ke-�aku�-an kita, untuk bias menemukan Seseorang yang lain yang dekat dengan kita, bahkan untuk bisa mengenal Allah melalui wajah begitu banyak saudara dan saudari kita. Bagi umat Kristiani, berpuasa, jauh dari pada menyusahkan, malah lebih dapat membuka diri kita terhadap Allah dan kebutuhan sesama, dan dengan demikian memungkinkan cinta kita kepada Allah menjadi cinta kepada sesama (bdk Mrk. 12:31).
Bersedekah. Dalam perjalanan hidup kita, seringkali kita diperhadapkan pada godaan untuk menimbun dan mencintai uang yang dapat merongrong kedaulatan Allah bagi dan dalam hidup kita. Nafsu serakah untuk memiliki ini bisa menyeret kita ke kekerasan, eksploitasi dan kematian. Untuk itulah, maka bersedekah oleh Gereja, terutama selama masa Prapaskah, dijadikan pengingat bagi kita, bahwa kita pun memiliki kemampuan untuk berbagi. Sebaliknya, pemujaan terhadap materi, bukan saja menjauhkan kita dari sesama, melainkan juga menelanjangi kita, membuat kita tidak berbahagia, menipu kita, mengelabui kita tanpa memenuhi apa yang dijanjikannya, justru karena Allah, sumber segala kehidupan, kita gantikan dengan materi. Tidak mungkin kita dapat memahami kebaikan Allah, apabila hati kita dipenuhi dengan egoisme dan kepentingan-kepentingan diri kita sendiri, sambil menipu diri kita sendiri bahwa masa depan kita terjamin. Kita selalu tergoda untuk berpikir seperti si orang kaya di dalam Injil: �Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya ��. Kita semua tahu betul apakah yang menjadi penilaian Tuhan: �Orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu � � (Luk. 12:19-20). Bersedekah mengingatkan kita kepada kedaulatan Tuhan dan mengarahkan perhatian kita kepada sesama, sehingga kita dapat menemukan kembali betapa baiknya Bapa kita itu, dan dengan demikian kita akan memperoleh belas-kasih-Nya.
Berdoa. Selama masa Prapaskah ini Gereja menawarkan kepada kita Sabda Allah dengan sungguh-sungguh secara berlimpah-ruah. Dengan merenungkan dan membatinkan Sabda itu agar kita dapat menghayatinya setiap hari, kita diberi kesempatan mempelajari suatu bentuk doa yang sangat berharga dan tak-tergantikan, yakni dengan penuh perhatian mendengarkan Allah, yang senantiasa berbicara kepada hati, kita memberi makanan yang menghidupkan perjalanan keberimanan kita yang telah dimulai pada saat kita dibaptis. Berdoa juga mengajar kita untuk mendapatkan pemahaman baru tentang waktu: yakni, bahwa pada kenyataannya tanpa perspektif keabadian dan ke-transenden-an, waktu hanyalah akan menjadi pengantar langkah-langkah kita kepada suatu cakrawala yang tak bermasa depan. Sebaliknya, apabila kita berdoa, kita menemukan waktu bagi Allah, untuk memahami bahwa �sabda-Nya tidak akan binasa� (bdk. Mrk. 13:31), untuk bersama dengan Dia masuk ke dalam persekutuan mesra �yang tidak akan dirampas orang dari padamu� (Yoh 16:22), yang akan membukakan bagi kita pengharapan yang tak-akan mengecewakan, yakni kehidupan kekal.
Sebagai kesimpulan, perjalanan kita sepanjang masa Prapaskah, ke mana kita semua diundang untuk mengkontemplasikan Misteri Salib Tuhan, dimaksudkan juga agar kita bisa �menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya� (Flp. 3:10) agar dengan demikian juga memperolehkan suatu pertobatan yang mendalam bagi hidup kita. Semoga kitapun akan diubah oleh karya Roh Kudus, sebagaimana Rasul Santo Paulus mengalaminya di jalan ke Damsyik. Semoga kita pun akan senantiasa mengkiblatkan keberadaan kita kepada kehendak Allah. Semoga kita pun akan dibebaskan dari segala bentuk egoism, dengan mengalahkan segala kecenderungan kita untuk menguasai orang lain, dan semoga kita semakin dapat membuka diri kita kepada kasih Kristus. Masa Prapaskah adalah masa yang tepat untuk mengenal kelemahan-kelemahan kita dan, dengan secara jujur memeriksa hidup kita, untuk menerima pemulihan rakhmat melalui Sakramen Tobat dan untuk dengan mantap kembali kepada Kristus.
Saudara-saudari terkasih, melalui perjumpaan pribadi kita dengan Sang Juru Selamat dan melalui puasa, sedekah serta doa, perjalanan pertobatan kita menuju Paskah akan membawa kita pada penemuan kembali Baptisan kita. Semoga dalam masa Prapaskah ini kita semua memperbarui penerimaan kita akan rakhmat yang telah dianugerahkan Allah kepada kita melalui Sakramen Baptis itu, sehingga rakhmat itu akan menerangi dan menuntun segala sepak-terjang hidup kita. Apa yang ditandakan dan dinyatakan oleh Sakramen itu adalah, bahwa kita dipanggil untuk setiap hari mengalami hal menjadi pengikut Kristus itu secara lebih setia dan tulus, Marilah kita di dalam perjalanan itu berserah diri kepada Santa Perawan Maria, yang telah melahirkan Sang Juru Selamat baik secara beriman maupun menurut daging, sehingga kita semakin dapat menenggelamkan diri, sebagaimana Bunda Maria telah melakukannya juga, di dalam wafat dan kebangkitan Puteranya Yesus, dan dengan demikian juga memperoleh hidup kekal.
Dikeluarkan di Vatikan, 4 November 2010,
Benediktus XVI, Paus.
Sumber : http://www.keuskupanbogor.org/
Tuesday, December 7, 2010
Seluruh Hidup Kita Hendaknya Menjadi Suatu "ADVEN"
Amanat Paus Yohanes Paulus II
Audiensi Umum, Rabu 18 Desember 2002
Saudara dan Saudari terkasih,
1. Dalam Masa Adven ini, seruan Nabi Yesaya menyertai kita, �Katakanlah kepada orang-orang yang tawar hati: `Kuatkanlah hati, janganlah takut! Lihatlah, Allahmu �. Ia sendiri datang menyelamatkan kamu!'� (Yesaya 35:4). Seruan ini menjadi terlebih mendesak lagi sementara Natal menjelang, disertai dengan dorongan untuk mempersiapkan hati kita dalam menyambut Mesias. Ia yang dinanti-nantikan, pasti akan datang dan keselamatan-Nya adalah bagi semua orang.
Pada Malam yang Kudus, kita akan mengenangkan kembali kelahiran-Nya di Betlehem, dalam arti tertentu, kita akan menghidupkan kembali perasaan-perasaan para gembala, sukacita dan rasa takjub mereka. Bersama Maria dan Yosef, kita akan merenungkan kemulian Sabda yang menjadi manusia demi penebusan kita. Kita akan berdoa agar segenap umat manusia dapat menerima kehidupan baru yang didatangkan Putra Manusia ke dalam dunia dengan mengenakan kodrat manusiawi kita.
2. Liturgi Adven, yang penuh dengan seruan terus-menerus akan sukacita pengharapan datangnya Mesias, membantu kita memahami kepenuhan nilai dan makna misteri Natal. Natal bukan hanya sekedar mengenangkan peristiwa bersejarah yang terjadi lebih dari 2000 tahun yang lalu di suatu kota kecil di Yudea. Melainkan, haruslah kita pahami bahwa seluruh hidup kita hendaknya menjadi suatu �Adven�, dalam pengharapan yang siaga akan kedatangan Kristus yang terakhir. Untuk mempersiapkan hati kita menyambut Tuhan yang, seperti kita maklumkan dalam Syahadat, akan datang suatu hari kelak untuk mengadili orang yang hidup dan yang mati; kita wajib belajar mengenali kehadiran-Nya dalam peristiwa-peristiwa hidup sehari-hari. Jadi, Adven adalah suatu masa pelatihan intensif yang mengarahkan kita secara pasti kepada Dia yang telah datang, yang akan datang dan yang senantiasa datang.
3. Dengan penghayatan-penghayatan ini, Gereja bersiap untuk mengkontemplasikan dalam ekstasi, misteri Inkarnasi. Injil mengisahkan perkandungan dan kelahiran Yesus, dan menceritakan banyak peristiwa-peristiwa penyelenggaraan ilahi yang mendahului maupun yang menyertai peristiwa yang begitu ajaib itu: kabar sukacita malaikat kepada Maria, kelahiran Yohanes Pembaptis, paduan suara para malaikat di Betlehem, kedatangan para Majus dari Timur, mimpi St Yosef. Semuanya ini adalah tanda-tanda dan kesaksian-kesaksian yang menggarisbawahi keilahian Kanak-kanak ini. Di Betlehem telah lahir Imanuel, Allah beserta kita.
Dalam liturgi pada hari-hari ini, Gereja menghadirkan di hadapan kita tiga �pembimbing� luar biasa yang akan menunjukkan kepada kita sikap yang pantas dalam menyongsong �tamu� ilahi umat manusia ini.
4. Pertama-tama, Yesaya, nabi penghiburan dan pengharapan. Ia memaklumkan Injil yang benar dan tepat bagi bangsa Israel yang diperbudak di Babel, dan mendesak mereka untuk tetap siaga dalam doa, untuk mengenali �tanda-tanda� kedatangan Mesias.
Kemudian ada Yohanes Pembaptis, bentara sang Mesias, yang dihadirkan sebagai �suara yang berseru-seru di padang gurun�, memaklumkan �pertobatan dan pembaptisn demi pengampunan dosa� (bdk Markus 1:3). Itulah satu-satunya prasyarat untuk dapat mengenali Mesias yang telah hadir di dunia.
Yang terakhir, Maria, yang dalam novena persiapan Natal ini, membimbing kita menuju Betlehem. Maria adalah Perempuan yang menjawab �ya� yang, berlawanan dengan Hawa, menjadikan rencana Allah sebagai rencananya sendiri dengan tanpa syarat. Dengan demikian, Maria menjadi suatu cahaya yang terang bagi langkah-langkah kita dan teladan tertinggi bagi inspirasi kita.
Saudara dan saudari terkasih, kiranya kita mengijinkan Santa Perawan menemani kita di jalan kita menuju Tuhan yang datang, dengan tinggal �siaga dalam doa dan sukacita dalam pujian.�
Saya berharap agar masing-masing kita melewatkan persiapan yang pantas demi menyambut perayaan Natal.
sumber : �General Audience of John Paul II, Wednesday 18 December 2002�; The Holy See; www.vatican.va
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: �diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya�
Audiensi Umum, Rabu 18 Desember 2002
Saudara dan Saudari terkasih,
1. Dalam Masa Adven ini, seruan Nabi Yesaya menyertai kita, �Katakanlah kepada orang-orang yang tawar hati: `Kuatkanlah hati, janganlah takut! Lihatlah, Allahmu �. Ia sendiri datang menyelamatkan kamu!'� (Yesaya 35:4). Seruan ini menjadi terlebih mendesak lagi sementara Natal menjelang, disertai dengan dorongan untuk mempersiapkan hati kita dalam menyambut Mesias. Ia yang dinanti-nantikan, pasti akan datang dan keselamatan-Nya adalah bagi semua orang.
Pada Malam yang Kudus, kita akan mengenangkan kembali kelahiran-Nya di Betlehem, dalam arti tertentu, kita akan menghidupkan kembali perasaan-perasaan para gembala, sukacita dan rasa takjub mereka. Bersama Maria dan Yosef, kita akan merenungkan kemulian Sabda yang menjadi manusia demi penebusan kita. Kita akan berdoa agar segenap umat manusia dapat menerima kehidupan baru yang didatangkan Putra Manusia ke dalam dunia dengan mengenakan kodrat manusiawi kita.
2. Liturgi Adven, yang penuh dengan seruan terus-menerus akan sukacita pengharapan datangnya Mesias, membantu kita memahami kepenuhan nilai dan makna misteri Natal. Natal bukan hanya sekedar mengenangkan peristiwa bersejarah yang terjadi lebih dari 2000 tahun yang lalu di suatu kota kecil di Yudea. Melainkan, haruslah kita pahami bahwa seluruh hidup kita hendaknya menjadi suatu �Adven�, dalam pengharapan yang siaga akan kedatangan Kristus yang terakhir. Untuk mempersiapkan hati kita menyambut Tuhan yang, seperti kita maklumkan dalam Syahadat, akan datang suatu hari kelak untuk mengadili orang yang hidup dan yang mati; kita wajib belajar mengenali kehadiran-Nya dalam peristiwa-peristiwa hidup sehari-hari. Jadi, Adven adalah suatu masa pelatihan intensif yang mengarahkan kita secara pasti kepada Dia yang telah datang, yang akan datang dan yang senantiasa datang.
3. Dengan penghayatan-penghayatan ini, Gereja bersiap untuk mengkontemplasikan dalam ekstasi, misteri Inkarnasi. Injil mengisahkan perkandungan dan kelahiran Yesus, dan menceritakan banyak peristiwa-peristiwa penyelenggaraan ilahi yang mendahului maupun yang menyertai peristiwa yang begitu ajaib itu: kabar sukacita malaikat kepada Maria, kelahiran Yohanes Pembaptis, paduan suara para malaikat di Betlehem, kedatangan para Majus dari Timur, mimpi St Yosef. Semuanya ini adalah tanda-tanda dan kesaksian-kesaksian yang menggarisbawahi keilahian Kanak-kanak ini. Di Betlehem telah lahir Imanuel, Allah beserta kita.
Dalam liturgi pada hari-hari ini, Gereja menghadirkan di hadapan kita tiga �pembimbing� luar biasa yang akan menunjukkan kepada kita sikap yang pantas dalam menyongsong �tamu� ilahi umat manusia ini.
4. Pertama-tama, Yesaya, nabi penghiburan dan pengharapan. Ia memaklumkan Injil yang benar dan tepat bagi bangsa Israel yang diperbudak di Babel, dan mendesak mereka untuk tetap siaga dalam doa, untuk mengenali �tanda-tanda� kedatangan Mesias.
Kemudian ada Yohanes Pembaptis, bentara sang Mesias, yang dihadirkan sebagai �suara yang berseru-seru di padang gurun�, memaklumkan �pertobatan dan pembaptisn demi pengampunan dosa� (bdk Markus 1:3). Itulah satu-satunya prasyarat untuk dapat mengenali Mesias yang telah hadir di dunia.
Yang terakhir, Maria, yang dalam novena persiapan Natal ini, membimbing kita menuju Betlehem. Maria adalah Perempuan yang menjawab �ya� yang, berlawanan dengan Hawa, menjadikan rencana Allah sebagai rencananya sendiri dengan tanpa syarat. Dengan demikian, Maria menjadi suatu cahaya yang terang bagi langkah-langkah kita dan teladan tertinggi bagi inspirasi kita.
Saudara dan saudari terkasih, kiranya kita mengijinkan Santa Perawan menemani kita di jalan kita menuju Tuhan yang datang, dengan tinggal �siaga dalam doa dan sukacita dalam pujian.�
Saya berharap agar masing-masing kita melewatkan persiapan yang pantas demi menyambut perayaan Natal.
sumber : �General Audience of John Paul II, Wednesday 18 December 2002�; The Holy See; www.vatican.va
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: �diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya�
Monday, May 24, 2010
Pesan Bapa Suci Benediktus XVI Pada Hari Komunikasi Sedunia ke-44 16 Mei 2010
Imam dan Pelayanan Pastoral di Dunia Digital:
Media Baru demi Pelayanan Sabda
Saudara dan Saudariku Terkasih,
1. Tema Hari Komunikasi Sedunia tahun ini - Imam dan Pelayanan Pastoral di Dunia Digital: Media Baru demi Pelayanan Sabda- disampaikan bertepatan dengan perayaan Gereja tentang Tahun Imam. Tema ini memusatkan perhatian pada komunikasi digital, suatu bidang pastoral yang peka dan penting, yang memberikan kemungkinan baru bagi para imam dalam menunaikan pelayanan kegembalaannya demi dan untuk Sabda. Berbagai komunitas Gereja sebenarnya telah menggunakan media modern untuk mengembangkan komunikasi, melibatkan diri dalam masyarakat serta mendorong dialog pada tingkat yang lebih luas. Akan tetapi penyebarannya yang tak terbendung serta dampak sosial yang besar pada jaman kini, media itu semakin menjadi penting bagi pelayanan imam yang berhasilguna.
2. Tugas utama semua imam adalah mewartakan Yesus Kristus, Sabda Allah yang inkarnasi dan mengkomunikasi rahmat penyelamatan- Nya melalui sakramen-sakramen. Dihimpun dan dipanggil oleh Sabda, Gereja menjadi tanda dan sarana persekutuan Allah dengan semua orang. Setiap imam dipanggil untuk membangun persekutuan dalam Kristus dan bersama Kristus. Disinilah terletak martabat yang luhur dan indah perutusan seorang imam yang secara istimewa menjawabi tantangan yang ditampilkan oleh Rasul Paulus: 'Barangsiapa yang percaya kepada Dia, tidak akan dipermalukan. '... Sebab barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan. Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepada-Nya jika mereka tidak percaya kepada Dia? Dan bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia jika mereka tidak mendengarkan tentang Dia? Bagaimana mereka mendengarkan tentang Dia jika tidak ada yang memberitakan- Nya? Dan bagaimana mereka dapat memberitakan- Nya jika mereka tidak diutus? (Rom 10:11, 13-15).
3. Menggunakan teknologi komunikasi baru merupakan hal yang perlu dalam menjawab secara tepat tantangan-tantangan yang dirasakan kaum muda di tengah pergeseran budaya masa kini. Dunia komunikasi digital dengan daya ekspresi yang nyaris tak terbatas mendorong kita untuk mengakui apa yang disampaikan oleh St.Paulus:'celakala h aku jika aku tidak mewartakan Injil (1Kor 9:16). Kemudahan mendapatkan teknologi baru yang kian berkembang menuntut tanggungjawab yang lebih besar dari orang-orang terpanggil untuk mewartakan Injil serta termotivasi, terarah dan efisien menunaikan usaha-usaha mereka. Para imam berada di ambang 'era baru': karena semakin intensifnya relasi lintas batas yang dibentuk oleh pengaruh media komunikasi, demikian pula para imam dipanggil untuk memberikan jawaban pastoral dengan menempatkan media secara berdaya guna demi pelayanan Sabda.
4. Penyebaran komunikasi multimedia dengan ragam 'menu pilihan' tidak dimaksudkan untuk sekadar menghadirkan para imam di internet atau sekadar menjadikan internet ruang untuk diisi. Para imam diharapkan menjadi saksi setia terhadap Injil di dalam dunia komunikasi digital dengan menunaikan perannya sebagai pemimpin-pemimpin komunitas yang terus menerus mengungkapkan dirinya dengan 'suara yang berbeda' yang dihadirkan oleh pasaraya digital. Dengan demikian, para imam ditantang untuk mewartakan Injil dengan menggunakan generasi teknologi audiovisual yang paling mutakhir (gambar, video, fitur animasi,blog dan website) yang seiiring dengan media tradisional dapat membuka wawasan baru dan luas demi dialog, evangelisasi dan katekese.
5. Dengan menggunakan teknologi komunikasi baru, para imam dapat memperkenalkan kehidupan menggereja kepada umat dan membantu orang-orang jaman sekarang menemukan wajah Kristus. Hal ini akan dicapai dengan baik apabila mereka belajar -sejak dari masa pembinaan mereka- bagaimana memanfaatkan teknologi komunikasi secara kompeten dan selaras dengan pemahaman teologis yang mendalam dan spiritualitas imam yang kokoh, berakar pada dialog terus menerus dengan Tuhan. Dalam dunia komunikasi digital, para imam -lebih dari sekadar sebagai ahli media- seharusnya mengungkapkan kedekatannya dengan Kristus untuk memberikan 'jiwa' baik bagi pelayanan pastoralnya maupun bagi aliran komunikasi internet yang tak terbendung.
6. Kasih Allah kepada semua orang dalam Kristus mesti diungkapkan dalam dunia digital bukan sekadar sebagai benda kadaluwarsa atau teori orang terpelajar tetapi sebagai sesuatu yang sungguh nyata, hadir dan melibatkan diri. Oleh karena itu, kehadiran pastoral kita di dalam dunia seperti itu harus bermanfaat untuk memperkenalkan orang-orang jaman sekarang teristimewa mereka yang mengalami ketidakpastian dan kebingungan, 'bahwa Allah itu dekat, bahwa di dalam Kristus kita semua saling memiliki' (Benediktus XVI, Untuk Curia Romana,21 Desember 2009)
7. Siapakah yang lebih baik dari seorang imam, yang sebagai abdi Allah dan melalui kemampuan�nya di bidang teknologi digital dapat mengembangkan dan menunaikan pelayanan pastoralnya, menghadirkan Allah secara nyata di dunia jaman sekarang dan menampakkan kebijaksanaan rohani masa lampau sebagai harta yang mengilhami usaha kita untuk hidup layak dimasa kini sambil membangun masa depan yang lebih baik? Kaum laki-laki dan perempuan religius yang bekerja di bidang media komunikasi memiliki tangggjawab istimewa untuk membuka pintu bagi berbagai pendekatan baru, mempertahankan mutu interaksi manusia, menunjukkan perhatiannya bagi individu serta kebutuhan rohaninya yang sejati. Dengan demikian, mereka dapat menolong kaum laki-laki dan perempuan di jaman digital ini merasakan kehadiran Tuhan, menum�buhkan kerinduan dan harapan serta mendekatkan diri pada Sabda Allah yang menganu�gerahkan keselamatan dan membangun manusia secara utuh. Dengan demikian, Sabda Allah dapat berjalan melintasi berbagai persimpangan yang tercipta oleh simpangsiurnya aneka ragam 'jalan tol' yang membentuk 'ruang maya' dan menunjukkan bahwa Allah memiliki tempat-Nya yang tepat pada setiap jaman, termasuk di jaman kita ini. Berkat media komunikasi baru, Tuhan dapat menapaki jalan-jalan perkotaan kita sambil berhenti di depan ambang rumah dan hati kita dan mengatakan lagi: "Lihatlah, Aku berdiri de depan pintu dan mengetuk, Jika ada yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk ke dalam rumahnya dan makan bersama dia dan dia bersama Aku" (Why.3:20)
8. Dalam Pesan tahun lalu, saya telah mendorong para pemimpin di dunia komunikasi untuk memajukan budaya menghormati demi nilai dan martabat manusia. Ini merupakan salah satu cara dimana Gereja dipanggil untuk menunaikan 'palayanan terhadap budaya-budaya' di 'benua digital' jaman sekarang. Dengan Injil di tangan dan di hati, kita mesti menegaskan lagi tentang perlunya mempersiapkan cara mengantar orang kepada Sabda Allah sambil memberikan perhatian kepada mereka untuk terus mencari bahkan kita harus mendorong pencarian mereka sebagai langkah awal evangelisasi. Kehadiran pastoral di dunia komunikasi digital justru mengantar kita untuk berkontak dengan penganut agama lain, dengan orang-orang tak beriman dan orang-orang dari berbagai budaya, menuntut kepekaan terhadap orang yang tidak percaya, putus asa dan yang memiliki kerinduan mendalam dan tak terungkapkan akan kebenaran abadi dan mutlak, Demikianlah seperti yang diramalkan oleh Nabi Yesaya tentang sebuah rumah doa bagi segala bangsa (bdk Yes 56:7), dapatkah kita tidak melihat internet sebagai ruang yang diberikan kepada kita - semacam 'pelataran bagi orang-orang bukan Yahudi' di Bait Allah Yerusalem- yakni mereka yang belum mengenal Allah?
9. Perkembangan dunia digital dan teknologi baru merupakan sumber daya yang besar bagi manusia secara keseluruhan dan setiap individu sebagai daya dorong untuk perjumpaan dan dialog. Perkembangan ini juga memberikan peluang besar bagi orang beriman. Tidak ada pintu yang dapat dan harus ditutup bagi setiap orang yang atas nama Kristus yang bangkit, memiliki komitmen untuk semakin mendekatkan diri kepada orang lain. Secara khusus bagi para imam, media baru ini memberikan kemungkinan pastoral yang baru dan kaya, mendorong mereka untuk melibatkan diri ke dalam universalitas perutusan Gereja, membangun persahabatan yang luas dan konkrit serta memberikan kesaksian di dunia jaman kini tentang hidup baru yang berasal dari mendengar Injil Yesus, Putra Abadi yang datang demi keselamatan kita. Seiring dengan itu, para imam mestinya mengingat bahwa keberhasilan utama dari pelayanan mereka datang dari Kristus sendiri, yang ditemukan dan didengar dalam doa, diwartakan dalam kotbah, dihidupi lewat kesaksian; dan diketahui, dicinta dan dirayakan dalam sakramen-sakramen, khususnya sakramen ekaristi dan rekonsiliasi.
Untuk para imamku yang terkasih, sekali lagi saya mendorong anda untuk memanfaatkan kesempatan-kesempat an unik yang disumbangkan oleh komunikasi modern. Semoga Tuhan menjadikan kalian bentara-bentara Injil yang bersemangat di 'ruang publik' baru media dewasa ini.
Dengan penuh keyakinan, saya memohonkan perlindungan Bunda Maria dan Santo Yohanes Maria Vianey (Pastor dari Ars, Pelindung para imam) dan dengan penuh kasih saya memberikan kepada anda sekalian berkat apostolikku.
Vatikan, 24 Januari 2010, Pesta Santo Fransiskus de Sales.
Paus Benediktus XVI
dikutip dari
http://www.mirifica .net/artDetail. php?aid=6090
Media Baru demi Pelayanan Sabda
Saudara dan Saudariku Terkasih,
1. Tema Hari Komunikasi Sedunia tahun ini - Imam dan Pelayanan Pastoral di Dunia Digital: Media Baru demi Pelayanan Sabda- disampaikan bertepatan dengan perayaan Gereja tentang Tahun Imam. Tema ini memusatkan perhatian pada komunikasi digital, suatu bidang pastoral yang peka dan penting, yang memberikan kemungkinan baru bagi para imam dalam menunaikan pelayanan kegembalaannya demi dan untuk Sabda. Berbagai komunitas Gereja sebenarnya telah menggunakan media modern untuk mengembangkan komunikasi, melibatkan diri dalam masyarakat serta mendorong dialog pada tingkat yang lebih luas. Akan tetapi penyebarannya yang tak terbendung serta dampak sosial yang besar pada jaman kini, media itu semakin menjadi penting bagi pelayanan imam yang berhasilguna.
2. Tugas utama semua imam adalah mewartakan Yesus Kristus, Sabda Allah yang inkarnasi dan mengkomunikasi rahmat penyelamatan- Nya melalui sakramen-sakramen. Dihimpun dan dipanggil oleh Sabda, Gereja menjadi tanda dan sarana persekutuan Allah dengan semua orang. Setiap imam dipanggil untuk membangun persekutuan dalam Kristus dan bersama Kristus. Disinilah terletak martabat yang luhur dan indah perutusan seorang imam yang secara istimewa menjawabi tantangan yang ditampilkan oleh Rasul Paulus: 'Barangsiapa yang percaya kepada Dia, tidak akan dipermalukan. '... Sebab barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan. Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepada-Nya jika mereka tidak percaya kepada Dia? Dan bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia jika mereka tidak mendengarkan tentang Dia? Bagaimana mereka mendengarkan tentang Dia jika tidak ada yang memberitakan- Nya? Dan bagaimana mereka dapat memberitakan- Nya jika mereka tidak diutus? (Rom 10:11, 13-15).
3. Menggunakan teknologi komunikasi baru merupakan hal yang perlu dalam menjawab secara tepat tantangan-tantangan yang dirasakan kaum muda di tengah pergeseran budaya masa kini. Dunia komunikasi digital dengan daya ekspresi yang nyaris tak terbatas mendorong kita untuk mengakui apa yang disampaikan oleh St.Paulus:'celakala h aku jika aku tidak mewartakan Injil (1Kor 9:16). Kemudahan mendapatkan teknologi baru yang kian berkembang menuntut tanggungjawab yang lebih besar dari orang-orang terpanggil untuk mewartakan Injil serta termotivasi, terarah dan efisien menunaikan usaha-usaha mereka. Para imam berada di ambang 'era baru': karena semakin intensifnya relasi lintas batas yang dibentuk oleh pengaruh media komunikasi, demikian pula para imam dipanggil untuk memberikan jawaban pastoral dengan menempatkan media secara berdaya guna demi pelayanan Sabda.
4. Penyebaran komunikasi multimedia dengan ragam 'menu pilihan' tidak dimaksudkan untuk sekadar menghadirkan para imam di internet atau sekadar menjadikan internet ruang untuk diisi. Para imam diharapkan menjadi saksi setia terhadap Injil di dalam dunia komunikasi digital dengan menunaikan perannya sebagai pemimpin-pemimpin komunitas yang terus menerus mengungkapkan dirinya dengan 'suara yang berbeda' yang dihadirkan oleh pasaraya digital. Dengan demikian, para imam ditantang untuk mewartakan Injil dengan menggunakan generasi teknologi audiovisual yang paling mutakhir (gambar, video, fitur animasi,blog dan website) yang seiiring dengan media tradisional dapat membuka wawasan baru dan luas demi dialog, evangelisasi dan katekese.
5. Dengan menggunakan teknologi komunikasi baru, para imam dapat memperkenalkan kehidupan menggereja kepada umat dan membantu orang-orang jaman sekarang menemukan wajah Kristus. Hal ini akan dicapai dengan baik apabila mereka belajar -sejak dari masa pembinaan mereka- bagaimana memanfaatkan teknologi komunikasi secara kompeten dan selaras dengan pemahaman teologis yang mendalam dan spiritualitas imam yang kokoh, berakar pada dialog terus menerus dengan Tuhan. Dalam dunia komunikasi digital, para imam -lebih dari sekadar sebagai ahli media- seharusnya mengungkapkan kedekatannya dengan Kristus untuk memberikan 'jiwa' baik bagi pelayanan pastoralnya maupun bagi aliran komunikasi internet yang tak terbendung.
6. Kasih Allah kepada semua orang dalam Kristus mesti diungkapkan dalam dunia digital bukan sekadar sebagai benda kadaluwarsa atau teori orang terpelajar tetapi sebagai sesuatu yang sungguh nyata, hadir dan melibatkan diri. Oleh karena itu, kehadiran pastoral kita di dalam dunia seperti itu harus bermanfaat untuk memperkenalkan orang-orang jaman sekarang teristimewa mereka yang mengalami ketidakpastian dan kebingungan, 'bahwa Allah itu dekat, bahwa di dalam Kristus kita semua saling memiliki' (Benediktus XVI, Untuk Curia Romana,21 Desember 2009)
7. Siapakah yang lebih baik dari seorang imam, yang sebagai abdi Allah dan melalui kemampuan�nya di bidang teknologi digital dapat mengembangkan dan menunaikan pelayanan pastoralnya, menghadirkan Allah secara nyata di dunia jaman sekarang dan menampakkan kebijaksanaan rohani masa lampau sebagai harta yang mengilhami usaha kita untuk hidup layak dimasa kini sambil membangun masa depan yang lebih baik? Kaum laki-laki dan perempuan religius yang bekerja di bidang media komunikasi memiliki tangggjawab istimewa untuk membuka pintu bagi berbagai pendekatan baru, mempertahankan mutu interaksi manusia, menunjukkan perhatiannya bagi individu serta kebutuhan rohaninya yang sejati. Dengan demikian, mereka dapat menolong kaum laki-laki dan perempuan di jaman digital ini merasakan kehadiran Tuhan, menum�buhkan kerinduan dan harapan serta mendekatkan diri pada Sabda Allah yang menganu�gerahkan keselamatan dan membangun manusia secara utuh. Dengan demikian, Sabda Allah dapat berjalan melintasi berbagai persimpangan yang tercipta oleh simpangsiurnya aneka ragam 'jalan tol' yang membentuk 'ruang maya' dan menunjukkan bahwa Allah memiliki tempat-Nya yang tepat pada setiap jaman, termasuk di jaman kita ini. Berkat media komunikasi baru, Tuhan dapat menapaki jalan-jalan perkotaan kita sambil berhenti di depan ambang rumah dan hati kita dan mengatakan lagi: "Lihatlah, Aku berdiri de depan pintu dan mengetuk, Jika ada yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk ke dalam rumahnya dan makan bersama dia dan dia bersama Aku" (Why.3:20)
8. Dalam Pesan tahun lalu, saya telah mendorong para pemimpin di dunia komunikasi untuk memajukan budaya menghormati demi nilai dan martabat manusia. Ini merupakan salah satu cara dimana Gereja dipanggil untuk menunaikan 'palayanan terhadap budaya-budaya' di 'benua digital' jaman sekarang. Dengan Injil di tangan dan di hati, kita mesti menegaskan lagi tentang perlunya mempersiapkan cara mengantar orang kepada Sabda Allah sambil memberikan perhatian kepada mereka untuk terus mencari bahkan kita harus mendorong pencarian mereka sebagai langkah awal evangelisasi. Kehadiran pastoral di dunia komunikasi digital justru mengantar kita untuk berkontak dengan penganut agama lain, dengan orang-orang tak beriman dan orang-orang dari berbagai budaya, menuntut kepekaan terhadap orang yang tidak percaya, putus asa dan yang memiliki kerinduan mendalam dan tak terungkapkan akan kebenaran abadi dan mutlak, Demikianlah seperti yang diramalkan oleh Nabi Yesaya tentang sebuah rumah doa bagi segala bangsa (bdk Yes 56:7), dapatkah kita tidak melihat internet sebagai ruang yang diberikan kepada kita - semacam 'pelataran bagi orang-orang bukan Yahudi' di Bait Allah Yerusalem- yakni mereka yang belum mengenal Allah?
9. Perkembangan dunia digital dan teknologi baru merupakan sumber daya yang besar bagi manusia secara keseluruhan dan setiap individu sebagai daya dorong untuk perjumpaan dan dialog. Perkembangan ini juga memberikan peluang besar bagi orang beriman. Tidak ada pintu yang dapat dan harus ditutup bagi setiap orang yang atas nama Kristus yang bangkit, memiliki komitmen untuk semakin mendekatkan diri kepada orang lain. Secara khusus bagi para imam, media baru ini memberikan kemungkinan pastoral yang baru dan kaya, mendorong mereka untuk melibatkan diri ke dalam universalitas perutusan Gereja, membangun persahabatan yang luas dan konkrit serta memberikan kesaksian di dunia jaman kini tentang hidup baru yang berasal dari mendengar Injil Yesus, Putra Abadi yang datang demi keselamatan kita. Seiring dengan itu, para imam mestinya mengingat bahwa keberhasilan utama dari pelayanan mereka datang dari Kristus sendiri, yang ditemukan dan didengar dalam doa, diwartakan dalam kotbah, dihidupi lewat kesaksian; dan diketahui, dicinta dan dirayakan dalam sakramen-sakramen, khususnya sakramen ekaristi dan rekonsiliasi.
Untuk para imamku yang terkasih, sekali lagi saya mendorong anda untuk memanfaatkan kesempatan-kesempat an unik yang disumbangkan oleh komunikasi modern. Semoga Tuhan menjadikan kalian bentara-bentara Injil yang bersemangat di 'ruang publik' baru media dewasa ini.
Dengan penuh keyakinan, saya memohonkan perlindungan Bunda Maria dan Santo Yohanes Maria Vianey (Pastor dari Ars, Pelindung para imam) dan dengan penuh kasih saya memberikan kepada anda sekalian berkat apostolikku.
Vatikan, 24 Januari 2010, Pesta Santo Fransiskus de Sales.
Paus Benediktus XVI
dikutip dari
http://www.mirifica .net/artDetail. php?aid=6090