Bacaan 1 : Roma 14 : 7-9
Injil : Yohanes 6 : 37-40
�Supaya setiap orang yang melihat Anak dan percaya kepada-Nya beroleh hidup kekal, dan supaya Aku membangkitkannya di akhir zaman�.
Apa yang disampaikan oleh Yesus ini adalah berkaitan dengan peringatan arwah-arwah yang sudah meninggal. Bapa melalui Putera-Nya Yesus menghendaki agar semua orang selamat dan akan dibangkitkan pada akhir zaman.
Walau demikian, tidak semua percaya kepada-Nya, bahkan mencaci dan membunuh-Nya utusan Allah atau Allah sendiri yang hadir di tengah �tengah dunia ini. Semua orang tahu bahwa akan ada penghakiman terakhir, namun banyak yang tidak siap. Banyak yang tidak peduli atau lebih tertarik dengan tawaran dunia ini. Inilah saatnya bagi kita untuk mendoakan saudara-saudara kita yang sudah tiada, biarlah Tuhan melalui Yesus memberikan pengampunan dan kerahiman sehingga mereka diperbolehkan menikmati kehidupan bersama para kudus lainnya. Demikian renungan singkat hari ini, God bless you all.
Sejak awal mula Gereja meyakini bahwa hidup kita tidak dilenyapkan oleh kematian melainkan diubah Gereja menemani perjalanan orang beriman yang meninggal dan sedang menuju ke Allah itu melalui segala macam doa. Praktek doa Gereja bagi mereka yang meninggal dunia didasarkan, selain pada iman akan kebangkitan Kristus, juga pada communio sanctorum, persekutuan orang-orang kudus dalam Gereja. Persekutuan itu meliputi: mereka yang sudah mulia bersama Allah di surga, mereka yang masih hidup di dunia ini, dan mereka yang sudah meninggal namun belum masuk secara penuh dalam kemuliaan Allah dan masih perlu mengalami penyucian. Untuk kelompok yang terakhir inilah doa peringatan arwah diadakan. Sebagai warga Gereja, mereka semua entah yang masih hidup atau sudah mati tetap saling berhubungan dan saling dukung dalam cinta dan doa.
Keseluruhan doa peringatan arwah dijiwai oleh iman dan harapan akan kemurahan hati Allah sebagaimana terungkap dalam peristiwa wafat dan kebangkitan Kristus. Gereja sejak semula punya kebiasaan mendoakan orang yang sudah meninggal. Bahkan menjelang akhir masa PL kebiasaan itu telah ada (2 Mak 12:42-45). Bentuk-bentuk doa bagi peringatan arwah meliputi perayaan Ekaristi, doa-doa, amal dan olah kesalehan. Dalam setiap perayaan Ekaristi, mereka yang telah meninggal tak pernah lalai disebutkan dalam Doa Syukur Agung. Keseluruhan karya penyelamatan Allah dalam Kristus dijabarkan dan dirayakan dalam rentang waktu satu tahun liturgi, yang dimulai dari masa Adven dan berpuncak pada Paskah.
Betapa benar bahwa kita yang hidup di dunia ini harus selalu berjaga-jaga. Kematian tidak pernah bisa diperkirakan datangnya. Bahkan orang yang sudah sakit kritis sekalipun, tidak bisa kita tebak kapan Tuhan sungguh menginginkan dia pulang. Ada orang yang kritis berbulan-bulan dengan batuan segala obat dan alat. Tapi ada juga orang yang hanya sakit perut ringan, dalam 2 hari dipanggil �pulang�. Kalau sudah begitu, apa yang bisa kita bawa ketika menghadap Dia? Katanya, detik terakhir sebelum kematian, masih memungkinkan kita untuk bertobat. Seperti penjahat yang disalib di sebelah Yesus yang bertobat dan diampuni. Tetapi apakah harus menunggu sampai detik terakhir baru kita mau bertobat ? Karena ketika kematian sudah terjadi, semua sudah terlambat. Arwah sudah tidak bisa meminta ampun sendiri pada Allah. Maka menjadi kewajiban kita yang masih hidup di dunia ini untuk mendoakan mereka, memohonkan pengampunan dosa bagi mereka. Dan sebagai gantinya, ketika mereka sudah tiba di surga, dan bergabung bersama para kudus disana, merekalah yang akan mendoakan kita yang masih berkelana di dunia ini. Betapa hidup ini amat singkat dan tak terduga. Maka tidak ada salahnya pepatah yang mengatakan �hiduplah seperti engkau akan mati besok pagi�. Mengisi kehidupan dengan perbuatan baik, amal ibadah, rendah hati dan melayani sesama. Sehingga apabila sungguh kita mati besok pagi, tidak ada lagi yang patut disesali. Orang mungkin bertanya, �Bagaimana jika jiwa orang yang kita doakan telah dimurnikan sepenuhnya dan telah pergi ke surga?� Kita yang di dunia tidak mengetahui baik pengadilan Tuhan ataupun kerangka waktu ilahi; jadi selalu baik adanya mengenangkan saudara-saudara yang telah meninggal dunia serta mempersembahkan mereka kepada Tuhan melalui doa dan kurban. Namun demikian, jika sungguh jiwa yang kita doakan itu telah dimurnikan dan sekarang beristirahat di hadirat Tuhan di surga, maka doa-doa dan kurban yang kita persembahkan, melalui kasih dan kerahiman Tuhan, akan berguna bagi jiwa-jiwa lain di api penyucian.
Sebab itu, kita sekarang tahu bahwa bukan saja praktek ini telah dilakukan sejak masa Gereja Perdana, tetapi kita juga memahami dengan jelas pentingnya berdoa bagi jiwa-jiwa mereka yang telah meninggal dunia. Jika seseorang meninggal, bahkan jika orang tersebut bukan seorang Katolik, mohon intensi Misa bagi kedamaian kekal jiwanya dan mempersembahkan doa-doa kita jauh lebih bermanfaat serta membantu daripada segala macam kartu simpati atau karangan bunga dukacita. Yang terpenting ialah, hendaknya kita senantiasa mengenangkan mereka yang kita kasihi yang telah meninggal dunia dalam perayaan Misa Kudus dan melalui doa-doa dan kurban kita sendiri guna membantu mereka agar segera mendapatkan kedamaian kekal.
Kembali kepada pertanyaan berapa lama kita harus mendoakan para arwah, anjurannya adalah teruslah berdoa tanpa henti. Kita tidak pernah dapat mengetahui kapan seseorang boleh meninggalkan api penyucian dan masuk surga. Dan seandainya mereka tidak lagi memerlukan doa-doa kita, doa kita tetap ada gunanya. Tidak ada doa yang "sia-sia". Allah menjamin bahwa pahala doa kita akan diberikan kepada orang lain yang membutuhkannya. Kalau orang-orang yang kita cintai dan kita doakan kini sudah ada di surga, Allah akan mengizinkan mereka untuk menyalurkan pahala doa kita kepada anggota keluarga lain yang masih di bumi dan membutuhkannya. Dan, bagaimanapun, semua doa kita akan membantu menguduskan diri kita. Bantuan yang kita berikan untuk keselamatan kekal bagi yang telah meninggal adalah dengan berbuat silih. Silih itu bisa dengan mendoakan mereka, bisa pula dengan berbuat amal kasih bagi orang-orang yang membutuhkan amalan dan kasih kita demi mereka yang telah meninggal; agar mereka beristirahat dalam damai. (RIP: Requescat In Pace).
Showing posts with label Homili Ibadat Arwah. Show all posts
Showing posts with label Homili Ibadat Arwah. Show all posts
Thursday, July 18, 2013
Wednesday, December 26, 2012
Homili Ibadat Peringatan Arwah : ( 40 Hari )
(PERINGATAN 40 HARI
Bpk. Paul Ohiwutun)
Bacaan: 2 Kor 5:1-10
Injil : Mat 26: 26-29
Dalam misa arwah peringatan 7 hari, Pastor Anton meminta beberapa dari kita untuk sharing pengalaman soal kesan yang kita peroleh selagi hidup bersama pak Paul. Pada kesempatan ini, saya tidak akan minta untuk melakukan hal yang sama, tetapi saya mengajak kita untuk melihat bahwa ketika kita mengenangkan saudara saudari kita yang telah meninggal itu berarti kita menghubungkan kembali diri kita dengan dirinya. Amatlah sangat penting bahwa dalam hidup ini kita mengenangkan kembali orang-orang yang dulu pernah hidup bersama dengan kita. Kita menghubungkan hidup kita dengan hidup mereka. Seiring dengan itu, kesedihan kita pun semakin berkurang. Dan di sinilah kemampuan daya ingat memainkan peranan yang besar. Setiap kali kita mengenang kembali kehidupan orang yang telah meninggal, kita pasti akan merasa sedih.
Sedih atau bahkan sampai menangis bukanlah sesuatu yang buruk. Bahkan dikatakan, itu baik dan bahkan perlu. Kalau kita berusaha untuk menekan perasaan sedih itu maka kita pasti akan merasa sakit.
Kita semua tentu ingin dikenang. Yesus sendiri pun ingin dikenang. Dia meninggalkan bagi kita suatu cara untuk mengenang Dia yaitu melalui Ekaristi. Pada perjamuan malam terakhir Dia bahkan mengatakan : "Lakukanlah ini sebagai peringatan akan Daku."
Dan hal yang menakjubkan dalam hal ini adalah bahwa ketika kita mengenang Yesus dengan cara ini, Dia akan hadir bersama kita. Bukan suatu kehadiran fisik tetapi secara rohani: Suatu kehadiran nyata yang mengatasi ruang dan waktu. Dengan demikian kita bisa masuk dalam suatu relasi dengan dia lebih dalam daripada relasi melalui kehadiran fisik. Kita tidak hanya berkomunikasi dengan Dia tetapi kita bersatu dengan Dia.
Orang-orang yang kita cintai yang telah meninggal dunia, tidak pernah hilang, tidak pernah dipisahkan dari kita. Jika kita mengenang mereka, maka mereka pun hadir bersama dengan kita. Bukan hanya dalam kenangan tetapi sungguh hadir. Meskipun kita tidak bisa melihat, tetapi kita bisa merasakan.
Pada kesempatan ini, pertama-tama kita diajak untuk bersyukur kepada Allah atas anugerah hidup yang telah Ia berikan kepada almarhum .... juga atas anugerah hidup yang telah kita terima melalui dia.
Dari sharing-sharing yang dulu, saya mendapat kesan bahwa kita semua berbangga bahwa dalam hidup ini kita mengenal dan bahkan hidup bersama Pak Paul Saya yakin keluarga pasti sangat berbangga memiliki seorang ayah seperti ini. Namun satu hal yang ingin saya katakan bahwa betapa pun baiknya seorang ayah, cintanya yang pernah kita terima masih merupakan cinta seorang manusia yang terbatas dan tidak sempurna. Kita merindukan sebuah cinta yang sungguh dapat dipercayai, sebuah cinta yang sungguh sempurna, dimana hanya Allah sajalah yang mampu memberikannya. Hanya Allah dapat memberikan apa yang kita rindukan.
Cinta seorang ayah bagi anak-anaknya mengingatkan kita akan cinta Allah. Cinta seorang ayah merupakan refleksi atas cinta Allah. Berulang kali di dalam Injil, Yesus berbicara tentang Allah dengan membandingkan cinta seorang ayah kepada anak-anaknya. Dan ketika Yesus mati, dia mempercayakan roh-Nya kepada Bapa-Nya seperti seorang anak yang menjatuhkan dirinya ke dalam rangkulan sang ayah.
Kita adalah anak-anak Allah. Ketika Allah menciptakan kita, Ia menciptakan menurut gambar dan rupa-Nya sendiri. Ketika Allah memandang kita, Allah melihat gambaran diri-Nya di dalam kita yang membuat-Nya selalu mencintai kita.
Seringkali kita diingatkan akan cinta Allah pada peristiwa-peristiwa kematian. Ketika sanak keluarga meninggal, kita merasa tak berdaya, bahwa semuanya itu berada di luar kontrol diri kita. Kita seakan berjalan sendirian. Tetapi Allah selalu ada dalam situasi apapun. Allah tidak meninggalkan kita dalam situasi seperti ini.
Cinta Allah itu memampukan kita untuk meninggalkan dunia ini menuju suatu dunia yang baru dengan penuh harapan.
Dalam bacaan pertama tadi, rasul Paulus menegaskan kepada umat di Korintus bahwa kita hidup dalam dua dunia yakni dunia yang sekarang dan dunia yang akan datang. Dunia yang sekarang ini bersifat sementara, dunia yang penuh dengan tekanan sosial, politik, keamanan dan karena tidak kekal, hasil buatan manusia maka dunia sekarang ini bisa dibongkar.
Sebaliknya dunia yang akan datang sifatnya kekal, dunia yang penuh dengan kedamaian. Pembangunnya ialah Allah sendiri.
Allah telah memberi kita kunci untuk bisa masuk ke dalam dunia yang akan datang. Namun satu hal yang dituntut dari setiap kita yang mau masuk ke dalamnya adalah Iman, harap dan kasih. Semoga.
Oleh : Pastor Tonny Blikon, SS.CC
Sumber : http://omniaprojesupermariam.blogspot.com/2009/09/renungan-misa-arwah.html
Bpk. Paul Ohiwutun)
Bacaan: 2 Kor 5:1-10
Injil : Mat 26: 26-29
Dalam misa arwah peringatan 7 hari, Pastor Anton meminta beberapa dari kita untuk sharing pengalaman soal kesan yang kita peroleh selagi hidup bersama pak Paul. Pada kesempatan ini, saya tidak akan minta untuk melakukan hal yang sama, tetapi saya mengajak kita untuk melihat bahwa ketika kita mengenangkan saudara saudari kita yang telah meninggal itu berarti kita menghubungkan kembali diri kita dengan dirinya. Amatlah sangat penting bahwa dalam hidup ini kita mengenangkan kembali orang-orang yang dulu pernah hidup bersama dengan kita. Kita menghubungkan hidup kita dengan hidup mereka. Seiring dengan itu, kesedihan kita pun semakin berkurang. Dan di sinilah kemampuan daya ingat memainkan peranan yang besar. Setiap kali kita mengenang kembali kehidupan orang yang telah meninggal, kita pasti akan merasa sedih.
Sedih atau bahkan sampai menangis bukanlah sesuatu yang buruk. Bahkan dikatakan, itu baik dan bahkan perlu. Kalau kita berusaha untuk menekan perasaan sedih itu maka kita pasti akan merasa sakit.
Kita semua tentu ingin dikenang. Yesus sendiri pun ingin dikenang. Dia meninggalkan bagi kita suatu cara untuk mengenang Dia yaitu melalui Ekaristi. Pada perjamuan malam terakhir Dia bahkan mengatakan : "Lakukanlah ini sebagai peringatan akan Daku."
Dan hal yang menakjubkan dalam hal ini adalah bahwa ketika kita mengenang Yesus dengan cara ini, Dia akan hadir bersama kita. Bukan suatu kehadiran fisik tetapi secara rohani: Suatu kehadiran nyata yang mengatasi ruang dan waktu. Dengan demikian kita bisa masuk dalam suatu relasi dengan dia lebih dalam daripada relasi melalui kehadiran fisik. Kita tidak hanya berkomunikasi dengan Dia tetapi kita bersatu dengan Dia.
Orang-orang yang kita cintai yang telah meninggal dunia, tidak pernah hilang, tidak pernah dipisahkan dari kita. Jika kita mengenang mereka, maka mereka pun hadir bersama dengan kita. Bukan hanya dalam kenangan tetapi sungguh hadir. Meskipun kita tidak bisa melihat, tetapi kita bisa merasakan.
Pada kesempatan ini, pertama-tama kita diajak untuk bersyukur kepada Allah atas anugerah hidup yang telah Ia berikan kepada almarhum .... juga atas anugerah hidup yang telah kita terima melalui dia.
Dari sharing-sharing yang dulu, saya mendapat kesan bahwa kita semua berbangga bahwa dalam hidup ini kita mengenal dan bahkan hidup bersama Pak Paul Saya yakin keluarga pasti sangat berbangga memiliki seorang ayah seperti ini. Namun satu hal yang ingin saya katakan bahwa betapa pun baiknya seorang ayah, cintanya yang pernah kita terima masih merupakan cinta seorang manusia yang terbatas dan tidak sempurna. Kita merindukan sebuah cinta yang sungguh dapat dipercayai, sebuah cinta yang sungguh sempurna, dimana hanya Allah sajalah yang mampu memberikannya. Hanya Allah dapat memberikan apa yang kita rindukan.
Cinta seorang ayah bagi anak-anaknya mengingatkan kita akan cinta Allah. Cinta seorang ayah merupakan refleksi atas cinta Allah. Berulang kali di dalam Injil, Yesus berbicara tentang Allah dengan membandingkan cinta seorang ayah kepada anak-anaknya. Dan ketika Yesus mati, dia mempercayakan roh-Nya kepada Bapa-Nya seperti seorang anak yang menjatuhkan dirinya ke dalam rangkulan sang ayah.
Kita adalah anak-anak Allah. Ketika Allah menciptakan kita, Ia menciptakan menurut gambar dan rupa-Nya sendiri. Ketika Allah memandang kita, Allah melihat gambaran diri-Nya di dalam kita yang membuat-Nya selalu mencintai kita.
Seringkali kita diingatkan akan cinta Allah pada peristiwa-peristiwa kematian. Ketika sanak keluarga meninggal, kita merasa tak berdaya, bahwa semuanya itu berada di luar kontrol diri kita. Kita seakan berjalan sendirian. Tetapi Allah selalu ada dalam situasi apapun. Allah tidak meninggalkan kita dalam situasi seperti ini.
Cinta Allah itu memampukan kita untuk meninggalkan dunia ini menuju suatu dunia yang baru dengan penuh harapan.
Dalam bacaan pertama tadi, rasul Paulus menegaskan kepada umat di Korintus bahwa kita hidup dalam dua dunia yakni dunia yang sekarang dan dunia yang akan datang. Dunia yang sekarang ini bersifat sementara, dunia yang penuh dengan tekanan sosial, politik, keamanan dan karena tidak kekal, hasil buatan manusia maka dunia sekarang ini bisa dibongkar.
Sebaliknya dunia yang akan datang sifatnya kekal, dunia yang penuh dengan kedamaian. Pembangunnya ialah Allah sendiri.
Allah telah memberi kita kunci untuk bisa masuk ke dalam dunia yang akan datang. Namun satu hal yang dituntut dari setiap kita yang mau masuk ke dalamnya adalah Iman, harap dan kasih. Semoga.
Oleh : Pastor Tonny Blikon, SS.CC
Sumber : http://omniaprojesupermariam.blogspot.com/2009/09/renungan-misa-arwah.html