Latest News

Showing posts with label Minggu Palma. Show all posts
Showing posts with label Minggu Palma. Show all posts

Friday, March 15, 2013

Makna Liturgis dan Akar Tradisi Minggu Palma

Makna liturgis
� Memperingati Sengsara Tuhan dan masuknya Yesus Kristus ke kota Yerusalem sebagai Mesias.
� Dua aspek liturgi sekaligus berpadu dalam satu perayaan yang merupakan karakter dasar misteri paskah; penderitaan dan kemuliaan.
-Per crucem ad lucem
-Per aspera ad astra
-Dalla stalla alla stella
-Pathei mathos
� Dimulai dengan karakter ritual yang penuh kegembiraan dan triumphalis Yesus sebagai Raja yang diungkapkan dengan prosesi meriah. Kemudian dilanjutkan dengan kisah sengsara-Nya. Jadi Minggu Palma merupakan paduan dari dua perasaan kegembiraan dan kesedihan.
� Prosesi hanya satu kali saja pada hari tersebut.
� Dalam prosesi imam mendahului umat.
� Ada dua macam prosesi: Prosesi meriah di dan dalam gereja; prosesi sederhana dilakukan dalam gereja.
� Kisah sengsara bisa dinyanyikan atau dibacakan, tetapi peran Kristus harus dipegang oleh imam saja.
� Harus ada homili.

Akar Tradisi

* Sejak abad ke-5 (menurut Egeria) sudah dipraktekan liturgi palma ini. Liturginya dilakukan siang hari di Bukit Zaitun dalam suatu liturgi sabda dan sore harinya dilakukan prosesi menuju kota Yerusalem.
* Gereja Barat mentransfer tradisi tersebut hingga masa kini.
* Pada tahun 600-an di Spanyol sudah ada tradisi penggunaan daun palma ini dalam liturgi tetapi tanpa prosesi.
* Dalam abad pertengahan prosesi tampak lebih dramtis dan teateral. Dalam prosesi peran Yesus secara simbolik dipresentasikan Kitab Suci atau salib.
* Tradisi Gereja Jerman, tokoh Yesus dalam prosesi menunggang keledai.

Daun palma memiliki kekuatan apotropaic untuk �tolak bala�, untuk melindungi dan mencegah rumah, kebun, ternak dari gangguan iblis dan roh-roh jahat.

Kepercayaan pada daun palma ini kemudian hari dikristianisasi / ditransvaluasi. Daun palma bermakna kemenangan atas maut. Suatu ungkapan penghormatan pada penebus yang mengalahkan maut.

Dalam tradisi kristen kemudian hari toh masih bermakna magis masih terasa. Alkisah bahwa kadang ada orang-orang tertentu yang memakan pucuk daun palma dengan harapan dapat menangkal gangguan dari benbagai penyakit. Kadang pohon-pohon palma ditanam dalam format tanda salib di halaman rumah atau di kebun-kebun. Dengan maksud agar tidak terjadi berbagai bencana alam seperti air bah, badai, termasuk menangkal hama dan serangan binatang buas. Bahkan untuk menangkal serangan musuh suatu desa atau daerah mesti menanam pohon palma.

Kepercayaan terhadap daun palma itu semakin diperkuat justru bagi orang katolik karena adanya ritus pemberkatan daun palma tersebut.
Pada masa kini prosesi daun palma itu dipahami sebagai ekspresi/ungkapan iman, harapan dan kasih pada Kristus. Saat mengungkapkan glorifikasi akan kemenangan Kristus.



Sumber :
http://liturgiekaristi.wordpress.com/category/b-pra-paskah-dan-pekan-suci/2-minggu-palma/

Sunday, February 24, 2013

Janur pada Minggu Palma?

Sebentar lagi, kita akan merayakan hari Minggu Palma. Menurut kebiasaan liturgis, pada hari ini disiapkan daun palma untuk diberkati dan digunakan oleh umat dalam perarakan menuju gereja untuk merayakan Ekaristi. Daun palma yang dipegang umat itu dapat dilambai-lambaikan sambil menyanyikan lagu-lagu yang mengenangkan sorak-sorai khalayak ramai menyambut kedatangan Yesus di atas seekor keledai hendak memasuki kota Yerusalem sebagai raja damai. Apakah daun palma adalah satu satunya yang dapat digunakan untuk ritus pemberkatan dan perarakan? Apakah bisa digunakan daun selain palma, misalnya janur, atau ranting-ranting pohon lain?

Sebenarnya dalam Kitab-Kitab Injil terdapat variasi cerita tentang Yesus dielu-elukan oleh para murid atau orang banyak ketika masuk kota Yerusalem. Variasi itu nampak antara lain dalam bahan yang digunakan orang banyak untuk mengelu-elukan Yesus. Coba kita perhatikan:

Mt 21:8 �Orang banyak yang sangat besar jumlahnya menghamparkan pakaiannya di jalan, ada pula yang memotong ranting-ranting dari pohon-pohon dan menyebarkannya di jalan�.

Mrk 11:8 �Banyak orang yang menghamparkan pakaiannya di jalan, ada pula yang menyebarkan ranting-ranting hijau yang mereka ambil dari ladang�.

Injil Matius dan Markus menceriterakan bahwa orang banyak itu menghamparkan pakaiannya di jalan. Tetapi Matius dan Markus tidak menceritakan bahwa orang banyak itu memegang daun palma. Yang menarik juga adalah bahwa ranting-ranting pohon itu disebarkan di jalan, bukan dipegang dan dilambaikan.

Luk 19:36 �Dan sementara Yesus mengendarai keledai itu mereka menghamparkan pakaiannya di jalan�. Lukas tidak menceriterakan bahwa para murid Yesus yang mengiringi-Nya menyebarkan ranting-ranting hijau dan memegang daun palma.

Satu-satunya Injil yang menyebut pemakaian daun palma adalah Yohanes 12:13 �Mereka (orang banyak) mengambil daun-daun palem, dan pergi menyongsong Dia sambil berseru: Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, Raja Israel!� Yohanes tidak menceritakan bahwa orang banyak itu menyebarkan ranting-ranting pohon atau menghamparkan pakaiannya di jalan.

Jadi nama Hari Minggu Palma dan tradisi upacara pemberkatan serta perarakan dengan daun palma sebenarnya berdasarkan cerita dari Injil Yohanes. Arti dari daun palma itu menjadi jelas dari konteks ceritanya, yaitu peristiwa Yesus dielu-elukan, disoraki, disalami sebagai raja, yang datang dalam nama Tuhan untuk membawa damai. Maka daun palma yang dilambai-lambaikan merupakan tanda pujian dan kemuliaan, kemenangan dan damai. Arti simbolis yang sama dari daun palma ini dapat kita temukan dalam Kitab Wahyu: �Kemudian dari pada itu aku melihat: sesungguhnya, suatu kumpulan besar orang banyak yang tidak dapat terhitung banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa, berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba, memakai jubah putih dan memegang daun-daun palem di tangan mereka. Dan dengan suara nyaring mereka berseru: Keselamatan bagi Allah kami yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba!� (Why 7:9-10).

Menurut catatan Egeria mengenai liturgi di Yerusalem sekitar abad ke-empat, sudah ada perarakan dengan ranting palma dan zaitun pada Hari Minggu Palma untuk mengenangkan peristiwa Yesus dielu-elukan ketika memasuki kota Yerusalem. Biasanya pada sore Hari Minggu itu umat berkumpul di bukit zaitun dan sekitar jam 5 sore di atas bukit itu mereka mendengarkan pemakluman Injil mengenai masuknya Yesus secara mulia ke kota Yerusalem. Setelah itu mereka berarak menuju pusat kota Yerusalem. Anak-anak juga turut serta dalam perarakan sambil membawa ranting palma dan zaitun. Kemudian cara perayaan seperti ini mulai dibuat juga di Spanyol (abad ke-lima), di Gallia (abad ke-tujuh) dan di Roma (abad ke-sebelas). Berdasarkan tradisi ini, dapatlah dimengerti mengapa sebaiknya daun palma dipakai meskipun bukanlah satu-satunya yang diberkati dan digunakan dalam perarakan. Dapat pula dipakai ranting zaitun atau ranting hijau lain (terutama kalau di wilayah bersangkutan tidak ada tumbuhan palma) dan boleh juga janur, bila ada kemiripan makna simbolisnya.

Khusus mengenai pemakaian janur, yang biasanya dibuat dari daun kelapa (sebangsa palma) menandakan pesta atau hari raya. Hiasan seperti ini digantungkan pada pintu (gerbang) dan dapat dipakai sebagai hiasan pada pagar sepanjang jalan menuju tempat pesta dan di tempat pesta itu sendiri. Dapat pula janur dipakai sebagai hiasan oleh para penari pembawa persembahan. Bahkan ada keranjang janur berupa wadah untuk bahan sesajen.

Nah, janur mana yang hendak dipakai pada perayaan Minggu Palma? Apakah digunakan oleh umat atau oleh penari? Ataukah dipakai lebih sebagai hiasan di jalan menuju tempat perayaan dan di dalam ruang ibadat itu sendiri? Sebagai hiasan di jalan mungkin serasi dengan makna penggunaan daun palma. Sebagi hiasan di jalan atau sarana yang dipegang oleh umat (dan dipakai oleh penari), janur dapat memperlihatkan kegembiraan dan sorak-sorai menyambut kedatangan Yesus sang Raja Damai ke tengah umat-Nya. Namun sebagai hiasan di dalam gereja perlu dipertimbangkan baik-baik, karena janur yang terbuat dari daun kelapa muda berwarna kuning terang (nur) dengan nuansa meriah dapat mengurangkan arti kenangan akan penderitaan Yesus yang dimaklumkan dalam Kisah Sengsara dan dirayakan dalam Ekaristi Minggu Palma. Rasanya jauh lebih cocok bila janur sebagai hiasan dalam gereja dipakai pada malam Paskah terutama sekeliling lilin Paskah sehingga memperkuat makna lilin Paskah sebagai Terang Kristus yang menghalau kegelapan dosa dan maut. Pada kesempatan istimewa ini janur menjadi simbol terang, kemuliaan, dan kemenangan.

P. Bernardus Boli Ujan, SVD

Dimuat dalam majalah LITURGI, Januari-Februari 2006.
http://katolisitas.org/10127/janur-pada-minggu-palma
Gambar : http://www.hidupkatolik.com/2012/03/30/minggu-palma

Sunday, March 25, 2012

Minggu Palma: Kemenangan dari Kerendahan Hati

Minggu Palma di banyak Gereja Kristiani melibatkan pohon palma dan peringatan masuknya Yesus ke Yerusalem, ditengah-tengah sorakan Hosanna (bhs Ibrani artinya Tuhan menyelamatkan). Tapi apa arti dari perjalanan-Nya ke Yerusalem dengan menunggangi keledai?

Minggu Palma � Ketika seorang pahlawan penakluk dari dunia kuno berkendara memasuki kota dengan kemenangan, dengan menggunakan kereta kerajaan atau menunggangi kuda jantan yang agung. Legiun tentara menemaninya didalam arak-arakan kemenangan. Membuat lengkungan kemenangan, dihiasi oleh patung yang sudah diukir, yang telah didirikan untuk mengabadikan kemenangannya yang gagah berani.

Setelah mengusir setan, menyembuhkan orang sakit, dan membangkitkan yang mati, sudah waktunya Raja dari segala Raja untuk memasuki Kota Suci. Tapi untuk melakukan itu, Ia tidak menunggangi kuda perang, tapi seekor keledai. Teman-teman-Nya menemani Dia bukan dengan mengacungkan pedang, tapi ranting pohon palma. Monument kemenangan-Nya, didirikan seminggu kemudian, bukan sebuah monumen, tapi sebuah kayu salib.

Kehidupan awal-Nya didunia sangatlah penuh dengan kesulitan serta hina. Dan akhir hidup-Nya pun tidak ada bedanya. Kayu dari palung menggambarkan terlebih dahulu kayu dari salib.

Dari awal sampai akhir, detailnya sangat memalukan. Tidak mendapatkan kamar dipenginapan. Lahir ditengah-tengah bau busuk dari kandang. Diburu oleh pengikut Herodes. Tumbuh besar di sebuah propinsi dari Kerajaan Roma yang sangat terpencil-Galilea, dimana aksen kota sangat tebal, dimana anda bisa memotongnya dengan sebuah pisau. Bagaimana pelayan perempuan dari Imam Besar bisa mengetahui Petrus adalah murid dari Yesus? aksen orang udik yang membuatnya dikenali (Mat 26:73). Murid-murid Yesus bukanlah orang berbudaya, orang terpelajar yang berbakat. Mereka ditarik dari tempat daerah terpencil yang hidup secara sederhana.

Ketika satu dari teman terdekat-Nya menawarkan untuk mengkhianati-Nya, Dia tidak membutuhkan jutaan uang. Harga Yesus dikenali tidak lebih seperti di Perjanjian Lama �book value� untuk seorang budak�tiga puluh keping perak (Kel 21:32). Ketika Dia telah diserahkan ke orang Roma, Ia tidak diberi hukuman seperti yang dijatuhkan kepada warga negara Roma. Memenggal kepala adalah cara cepat, cara bermartabat untuk mengeksekusi seseorang. Sebaliknya Yesus malah diberikan hukuman yang diperuntukkan bagi budak dan anggota pemberontak dari masyarakat yang terbuang � pencambukan dan penyaliban. Kedua hukuman ini bukan hanya tentang rasa sakit, tapi tentang penghinaan. Pada Palestina abad pertama, pria dan wanita biasanya menutupi diri mereka sendiri dari kepala sampai kaki, bahkan ditengah panas yang menghanguskan. Orang yang disalib ditanggalkan pakaiannya dan dipertontonkan kepada semua untuk dilihat.

Tapi ini bukanlah cerita utama dari kekerasan dan penghinaan. Minggu Suci ini lebih banyak bercerita tentang cinta dan kerendahan hati.

Itulah kenapa di Sabtu Paskah kita membaca perkataan yang sangat kuat dari surat Paulus dari Filipi (2:6-11). Walaupun Firman itu Allah, tinggal diatas kemuliaan surgawi, Dia dengan bebas terjun kedalam kesengsaraan manusia, menggabungkan dirinya sendiri kepada sifat lemah kita, memasuki kedalam dunia kita yang bergolak. Seolah olah jika tindakan kerendahan hati ini tidaklah cukup, Ia lebih jauh lagi merendahkan diri-Nya sendiri, menerima status sebagai seorang budak. Tindakan-Nya membungkuk untuk mencuci kaki murid-murid-Nya (Yoh 13) adalah perumpamaan dari kehadiran utuh manusia -Nya, atas tindakan ini dianggap sangat tidak bermartabat bahkan budak Israel tidak dipaksa untuk melakukannya.

Tapi bukan hanya itu. Yesus tidak dipaksa untuk melakukannya. Ia secara sukarela merendahkan diri-Nya didalam kelahiran-Nya, didalam karya pelayanan-Nya, di dalam kematian-Nya. Tidak ada seorang pun yang menggambil nyawa-Nya. Ia dengan sukarela menyerahkan nyawa-Nya sendiri (Yoh 10:18). Orang lain tidak mempunyai kesempatan untuk merendahkan diri-Nya; Ia merendahkan dirinya sendiri.

Ini harus terjadi. Adam yang kedua harus memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh yang pertama. Apa dosa orang tua kita yang pertama? Mereka tidak taat karena mereka ingin tahu apa yang Allah tahu, ingin menjadi seperti Allah, untuk memuliakan diri mereka sendiri diatas Allah (Kej 3). Mereka digigit oleh ular, dan disuntik dengan bisa yang mematikan dari rasa angkuh. Penawarnya, anti-racunnya tiada lain adalah kerendahan hati. Pencucian kaki, mengendarai keledai, Adam Baru akan mengancurkan kepala ular yang mematikan dengan cara mencintai, kerendahan hati, ketaatan.

Yang sulung lahir dari banyak saudara merendahkan diri-Nya sendiri untuk menjadi debu dari mana Adam Pertama dibuat-tentu saja kerendahan hati datang dari kata �humus� (bhs latin artinya, tanah). Tapi Allah menanggapi kerendah hati-Nya dengan mengagungkan Ia jauh diatas Caesar, raja-raja, dan bahkan bintang hollywood. Dan Ia mengundang kita untuk membagi kemuliaan-Nya bersama-sama dengan-Nya. Tapi pertama-tama kita harus berjalan dijalan-Nya menuju kemuliaan, jalan kerajaan dari salib.

Artikel Minggu Palma ini adalah refleksi dari bacaan Minggu Palma, Tahun A (Matius 21:1-11, Yesaya 50:4-7; Mazmur 22; Filipi 2:6-11; Matius 27:14-27:66)

Sumber : http://luxveritatis7.wordpress.com/2011/04/15/minggu-palma-kemenangan-dari-kerendahan-hati/

Monday, April 18, 2011

Pekan Suci, Diawali Dengan Minggu Palma

Gereja segera akan memasuki Pekan Suci, dimana kita merayakan karya penyelamatan Tuhan. Dalam Pekan ini dirayakan Upacara paling agung dan paling penting dalam kehidupan kristen.

Mengapa disebut demikian dan kapan munculnya dalam liturgi Gereja? Pekan yang mendahului Hari Raya Paska. Pekan terakhir bagi umat beriman mempersiapkan diri untuk merayakan misteri iman kristiani, yakni sengsara, wafat dan kebangkitan Yesus Kristus sebagai Tuhan. Pekan Suci diawali dengan perayaan Minggu Palma dan berakhir dengan perayaan Paska. Hal ini berarti Pekan Suci meliputi Minggu Palma, Kamis Putih, Jumat Agung dan Malam Paska atau Vigili Paska. Trihari Suci tersebut merupakan �Triduum Suci� secara massal menjelang Paska.

Selama Pekan Suci, seluruh umat Allah dalam Gereja, mengarahkan seluruh perhatiannya kepada misteri sengsara, wafat dan kebangkitan Tuhan melalui rangkaian upacara liturgis gerejani. Dalam pekan suci, terdapat �Tri Hari Suci�, yakni Kamis Putih, Jumat Agung dan Malam Paska. Dimaksudkan agar umat kristiani semakin memahami dan mendalami penghayatan imannya akan Kristus, sekaligus pula memberi daya dorong dan semangat juang untuk tetap mengikuti Kristus dengan setia dalam hidup sehari-hari.

Upacara tradisional Pekan Suci berasal dari parktek ziarah dan devosi umat beriman sejak abad ke 4 di Tanah Suci yang berpusat di Yerusalem. Para peziarah dari berbagai tempat mendatangi kota Yerusalem untuk merenungkan kembali kisah Yesus memasuki kota Yerusalem, Perjamuan Malam Terakhir dan drama Penyaliban-Nya. Peristiwa-peristiwa tersebut biasanya didramatisir dalam suasana upacara liturgis.

Dokumen lengkap tentang praktek ziarah dan devosi tersebut, ditulis oleh Egerius. Dokumen yang berisi laporan lengkap tentang �Pekan Suci�, disebut �Peziarahan Etheria� pada abad ke 4 sampai abad ke 6. Upacara liturgi PekanSuci berlangsung dari abad ke abad mengalami pelbagai perubahan dan variasi, sesuai dengan keadaan jaman dan latar belakang budaya di mana Gereja hidup dan berkembang, khususnya Gereja Barat (Romawi) dan Gereja Timur (Yunani). Keadaan tersebut sampai abad ke 20 Paus Pius XII (1939-1958 jadi Paus) mengadakan pembaruan dan penataan seluruh upacara liturgis �Pekan Suci�, melalui Dekritnya �Maxima Redemptionis Nostrae Mysteria�, yang dikeluarkan pada tanggal 16-November-1955.

Selanjutnya, Gereja menyadari betapa pentingnya kedudukan liturgi dalam Gereja. Oleh sebab itu, dokumen pertama yang dihasilkan Konsili Vatikan II (1962-1965), adalah �Konstitusi tentang Liturgi� (4-Desember-1963). Refleksi theologis-liturgis tentang hakekat liturgi bagi seluruh Umat Allah, terutama di dalamnya, termasuk pula �kedudukan pekan suci� yang harus dihayati oleh seluruh Gereja.

Pada tahun 1970, Vatikan mengeluarkan �Instruksi tentang liturgis� secara lengkap dan terpadu menurut �Missale Romanum�, antara lain tentang Perayaan Pekan Suci dan Trihari Suci yang berlaku dalam Gereja hingga kini.

MINGGU PALMA

Membuka pekan suci dengan Merayakan Sengsara Tuhan yang disambut sebagai Raja yang memberikan nyawa-Nya bagi tebusan umat manusia. Gereja pada hari Minggu ke enam dalam masa prapaska merayakan Upacara Minggu Palma ini. Kiranya kita perlu memahami misteri yang dirayakan pada Hari Minggu Palma ini. Melalui perayaan Minggu Palma Gereja merayakan sengsara Tuhan. Secara liturgis maksud ini digambarkan secara jelas dengan warna merah busana liturgi imam dan pembacaan passio atau kisah sengsara Tuhan.

Perayaan Minggu Palma memiliki dua wajah, di luar Gereja, bernuansa gembira, meriah. Bagian Upacara di luar Gereja ini, menunjukkan sisi Yesus sebagai Raja penyelamat yang hendak memberikan nyawa-Nya bagi segenap umat yang dipercayakan kepada-Nya. Ia rela menderita dan mati bagi keselamatan umat yang dicintai-Nya. Sosok Yesus sebagai raja yang bersedia memberikan nyawanya, digambarkan secara liturgis dengan imam yang disambut lambaian daun palma oleh umat yang hadir. Yesus sebagai raja yang bersedia memberikan nyawa-Nya juga digambarkan dengan imam yang berjalan di depan umat, bukan di belakang prosesi. Inilah yang membedakan prosesi Minggu Palma dengan prosesi lainnya. Sebab, pada prosesi yang lain, imam selalu berjalan di belakang, ia digambarkan sebagai pembimbing.

Sedangkan, upacara yang di laksanakan di dalam Gereja lebih menggambarkan suasana sedih, sebab, memang pada hari ini Gereja merayakan sengsara Tuhan. Saat Yesus memasuki Yerusalem menjelang akhir hidupnya, Ia bermaksud menyerahkan nyawa-Nya bagi penebusan umat manusia. Melalui perayaan Minggu Palma juga dimaksudkan sebagai cara Gereja membuka pekan suci. Disebut pekan suci, karena dalam pekan ini Gereja merayakan perayaan-perayaan paling agung dan paling istimewa diantara perayaan yang dirayakan Gereja sepanjang tahun.

Dalam pekan suci, Gereja merayakan Trihari Paska, dimana Tuhan Yesus sebagai penyelamat melaksanakan tugas mulianya. Minggu Palma sebagai perayaan yang membuka pekan suci digambarkan secara liturgis dengan Imam yang membuka pintu gereja saat mengakhiri prosesi dalam bagian pembukaan upacara ini. Jika, imam mengetuk pintu sebelum membuka pintu Gereja yang masih tertutup, tindakan liturgis imam itu dimaksudkan sebagai lambang Yesus yang mengetuk pintu hati umat, supaya dalam pekan suci ini, para murid Yesus mengarahkan hati dan jiwa-Nya kepada-Nya. Pintu hati kita diketuk agar kita membuka bagi rahmat penebusan yang ditawarkan secara berlimpah dalam pekan ini.

Adapun tata urutan prosesi Minggu Palma berbeda dengan prosesi liturgis lainnya. Pada prosesi Minggu imam bersama misdinar altar berada di depan, sedang pada prosesi yang lain imam di bagian belakang. Dalam prosesi semestinya umat tetap memperhatikan ketertiban, ketenangan dan kekhusukkan dalam menghayati upacara ini. Untuk itu, mohon diindahkan urut-urutan prosesi, yang diatur sebagai berikut :

1. Misdinar pembawa dupa sebagai pucuk prosesi disusul misdinar pembawa salib dan pembawa lilin.
2. Imam dan para misdinar atau akolit lainnya.
3. Lektor, pemazmur dan para asisten imam.
4. anggota paduan suara atau petugas koor dan petugas liturgi lainnya.
5. segenap umat beriman.

Melalui tata urutan seperti itu, maka prosesi ini selain mengungkapkan secara simbolis makna Liturgi Minggu Palma, juga tetap dengan jelas menampakkan makna simbolis Gereja yang tersusun secara herarkhis.

Sumber : http://programkatekese.blogspot.com/2011/04/pekan-suci-diawali-dengan-minggu-palma.html