Adorasi Sakramen MahaKudus adalah tindakan penyembahan Tuhan yang hadir dalam rupa Ekaristi yang telah dikonsekrir, dimana hosti telah diubah menjadi Tubuh Kristus & anggur menjadi Darah Yesus.
Berdasarkan sejarahnya, Adorasi tanpa henti dilakukan pada abad 6 di katedral Lugo, Spanyol. Lalu pada abad ke-12, St. Thomas Becket berdoa bagi Raja Henry II di hadapan Sakramen MahaKudus sampai akhirnya di abad ke-16 mulailah dikenal devosi 40 jam di hadapan Sakramen Maha Kudus. Pada ke-19 di Perancis, adorasi tanpa henti dilakukan di dalam komunitas para biarawati kontemplatif, sampai akhirnya devosi ini tersebar ke seluruh dunia hingga kini.
Urutan upacara dalam Adorasi Sakramen MahaKudus secara garis besar diawali dengan Imam atau diakon memindahkan hosti yang telah dikonsekrir ke dalam mostrans dan mentahtakannya di atas altar. Saat Tubuh Kristus diletakkan di dalam mostrans itulah dikatakan sebagai PENTAHTAAN SAKRAMEN MAHA KUDUS.
Beato Paus Yohanes Paulus II dalam surat ensikliknya, "The Church and the Eucharist", mengajarkan kepada kita :
�� pandangan Gereja selalu terus terarah kepada Tuhannya, yang hadir dalam Sakramen di Altar, yang di dalamnya Gereja menemukan pernyataan sempurna akan kasih Tuhan yang tak terbatas.� (The Church and the Eucharist, 1)
Adorasi Sakramen Maha Kudus adalah praktek sehari-hari yang penting dan menjadi sumber kekudusan yang tidak pernah habis. Adalah menyenangkan untuk menghabiskan waktu dengan Kristus, untuk bersandar pada-Nya seperti yang dilakukan oleh murid yang dikasihi-Nya, dan untuk merasakan kasih yang tak terbatas yang ada di dalam hati-Nya.� (The Church and the Eucharist)"
YANG HARUS KITA LAKUKAN SAAT ADORASI
Beberapa hal penting yang bisa kita jadikan pedoman tentang apa yang sebaiknya kita lakukan saat adorasi
* Berdolah secara pribadi sebelum Adorasi
* Berdoa dari kitab Mazmur atau membaca doa Ibadat Harian. Kita bisa pilih Mazmur yang berisi pujian, ucapan syukur, pertobatan atau permohonan agar didengarkan Tuhan. Selain itu juga kita dapat pula berdoa Ibadat Harian.
* Mengulangi doa, �Tuhan Yesus, kasihanilah aku, yang berdosa ini.� Ulangilah terus, sampai hati dan pikiran anda tenang dan masuk dalam doa kontemplasi.
* Lectio Divina (pernah kita bahas di sini).
* Berdoalah bersama dengan santo/santa, terutama mereka yang mempunyai devosi kepada Ekaristi, seperti St. Teresa dari Lisieux (kanak- kanak Yesus), Karatina dari Siena, Fransiskus Asisi, Thomas Aquinas, dan Ibu Teresa dari Kalkuta dll.
* Curahkanlah isi hati kita kepada-Nya, menyadari bahwa kita berada di dalam hadirat-Nya. (berdoa seperti St. Fransiskus Asisi, �Aku meyembah-Mu, O Kristus, yang hadir di sini dan di semua gereja di seluruh dunia, sebab dengan salib suci-Mu Engkau telah menebus dunia.�)
* Berdoalah pula untuk mereka yang pernah menyakiti hati kita dan memohon rahmat Tuhan bagi mereka, serta mohon agar Tuhan mengampuni kita yang juga telah menyakiti sesama/ kurang memperhatikan mereka.
* Berdoalah rosario, seperti ajakan Beato Paus Johanes Paulus II dan memohon agar bersama Bunda Maria kita dapat memandang Kristus di dalam Ekaristi.
* Duduk Tenang sambil merasakan hadirat Tuhan, seperti halnya kita sedang mengunjungi seorang sahabat.
* Tutup/akhiri Adorasi dengan doa pribadi.
ADORASI BERBEDA DENGAN DEVOSI
Adorasi artinya penyembahan. Ini jelas berbeda sekali dengan devosi. Perbedaan mendasar antara keduanya yaitu : Adorasi hanya diberikan kepada Kristus, sedangkan devosi merupakan praktek religius berupa penyembahan bukan saja kepada Kristus sambil memberi penghormatan kepada para malaikat atau figur dalam Gereja Katolik lainnya, yang sudah disahkan menjadi orang2 Kudus oleh Gereja Katolik. Meditasi (perenungan tentang Kristus, mulai dari sabda-Nya hingga segala peristiwa yg terjadi dalam hidup-Nya) dapat menjadi bagian dari Adorasi, meskipun pada dasarnya Adorasi bisa dilakukan dgn beberapa cara lain dan tidak selamanya harus meditasi.
Adorasi menghasilkan pertumbuhan rohani bagi mereka yang melaksanakannya, di mana semua itu diperoleh atas rahmat dari Kristus sendiri.
Semoga Bermanfaat
Sumber : http://belajarliturgi.blogspot.com/
Showing posts with label Sakramen Mahakudus. Show all posts
Showing posts with label Sakramen Mahakudus. Show all posts
Sunday, June 24, 2012
Friday, March 4, 2011
Tata Cara Tuguran
Umat Katolik yang datang ke misa Kamis Putih yang paling malam hampir pasti mendapati bahwa ritus penutup dengan berkat dalam misa itu ditiadakan. Sebagai gantinya ada ritus pemindahan Sakramen Mahakudus, dari altar utama ke altar (atau tabernakel) lain. Di altar (atau tabernakel) lain itulah kemudian dilakukan pentakhtaan Sakramen Mahakudus (dalam sibori, bukan monstrans). Nah, biasanya lalu Sakramen Mahakudus itu dijaga oleh umat dalam suatu ritus yang disebut tuguran. Pertanyaan berikutnya, apa yang dilakukan selama tuguran itu? Jawabnya sederhana sekali, diam dan hanya diam.
Beberapa tahun terakhir ini saya mengamati adanya trend untuk mengisi kegiatan tuguran dengan berbagai doa-doa bersama, bahkan sahut menyahut. Saya kurang jelas siapa yang memulai eksperimen ini. Saya pribadi lebih menyarankan agar umat mengikuti dan melestarikan tradisi katolik universal yang dipraktikkan di seluruh dunia dan sudah berlangsung berabad-abad lamanya. Sekali lagi, diam dan hanya diam.
Nah, tentu belum afdol kalau saya tidak berbagi aturannya. Berikut ini saya kutipkan dari Caeremoniale Episcoporum (Ceremonial of Bishops atau Tata Upacara Para Uskup) keluaran Vatikan, pasal 308-311. "Saat dinyanyikan Tantum ergo (PS 502 ayat 5-6, atau bahasa Indonesianya di PS 501 ayat 5-6 Sakramen yang sungguh agung) ..., uskup (atau imam selebran), berlutut, mendupai Sakramen Mahakudus. ... Setelah adorasi dalam keheningan selama beberapa saat, semuanya berdiri, berlutut dengan satu kaki kanan ditekuk, dan kembali ke sakristi. ... Umat beriman hendaknya didorong untuk melanjutkan adorasi (dalam keheningan) di depan Sakramen Mahakudus selama beberapa waktu di malam hari itu, sesuai kondisi setempat, namun jangan ada lagi adorasi agung setelah tengah malam."
Uskup Peter Elliott, pakar liturgi yang lama berdinas di Vatikan, dalam bukunya Ceremonies of the Modern Roman Rite membahas lebih jauh tentang berbagai kegiatan adorasi Sakramen Mahakudus. Yang Mulia menulis, "Silence is maintained always. (Keheningan dijaga, selalu.)" (Hal. 251) Hal menghentikan adorasi saat tengah malam, Yang Mulia menjelaskan dalam bukunya yang lain Ceremonies of the Liturgical Year, bahwa, "Pada tengah malam lilin-lilin dan lampu-lampu dipadamkan dan bunga-bunga disingkirkan, tetapi satu lampu (lampu Allah, penanda adanya Sakramen Mahakudus) harus tetap bernyala. Adorasi yang lebih sederhana boleh, dan seyogyanya, dilanjutkan sampai pagi, bahkan bila perlu sampai sebelum upacara-upacara Jumat Suci, bila hal ini memungkinkan." (Hal. 108-109)
Ada satu aturan lagi dari Vatikan, Sirkuler Kongregasi Ibadat Ilahi tentang Persiapan dan Perayaan Pesta Paskah (Feb 1988), yang menyebut bahwa, " ... bila diinginkan dapat dibacakan bagian-bagian Injil Yohanes 13-17." (SPPP 56) Kata kuncinya adalah "bila diinginkan", jadi bukan keharusan. Lalu, kalaupun diinginkan, bentuknya adalah komunikasi searah, Injil dibacakan (dengan khidmat) dan umat mendengarkan. Intinya adalah bahwa umat tetap meneruskan adorasi dalam keheningan. Doa-doa bersama, apalagi sahut menyahut, dapat memindahkan perhatian umat dari Sakramen Mahakudus dan melemahkan makna adorasi. Ingat, adorasi artinya mengagumi, memuja, menyembah.
Sumber : http://tradisikatolik.blogspot.com/
Beberapa tahun terakhir ini saya mengamati adanya trend untuk mengisi kegiatan tuguran dengan berbagai doa-doa bersama, bahkan sahut menyahut. Saya kurang jelas siapa yang memulai eksperimen ini. Saya pribadi lebih menyarankan agar umat mengikuti dan melestarikan tradisi katolik universal yang dipraktikkan di seluruh dunia dan sudah berlangsung berabad-abad lamanya. Sekali lagi, diam dan hanya diam.
Nah, tentu belum afdol kalau saya tidak berbagi aturannya. Berikut ini saya kutipkan dari Caeremoniale Episcoporum (Ceremonial of Bishops atau Tata Upacara Para Uskup) keluaran Vatikan, pasal 308-311. "Saat dinyanyikan Tantum ergo (PS 502 ayat 5-6, atau bahasa Indonesianya di PS 501 ayat 5-6 Sakramen yang sungguh agung) ..., uskup (atau imam selebran), berlutut, mendupai Sakramen Mahakudus. ... Setelah adorasi dalam keheningan selama beberapa saat, semuanya berdiri, berlutut dengan satu kaki kanan ditekuk, dan kembali ke sakristi. ... Umat beriman hendaknya didorong untuk melanjutkan adorasi (dalam keheningan) di depan Sakramen Mahakudus selama beberapa waktu di malam hari itu, sesuai kondisi setempat, namun jangan ada lagi adorasi agung setelah tengah malam."
Uskup Peter Elliott, pakar liturgi yang lama berdinas di Vatikan, dalam bukunya Ceremonies of the Modern Roman Rite membahas lebih jauh tentang berbagai kegiatan adorasi Sakramen Mahakudus. Yang Mulia menulis, "Silence is maintained always. (Keheningan dijaga, selalu.)" (Hal. 251) Hal menghentikan adorasi saat tengah malam, Yang Mulia menjelaskan dalam bukunya yang lain Ceremonies of the Liturgical Year, bahwa, "Pada tengah malam lilin-lilin dan lampu-lampu dipadamkan dan bunga-bunga disingkirkan, tetapi satu lampu (lampu Allah, penanda adanya Sakramen Mahakudus) harus tetap bernyala. Adorasi yang lebih sederhana boleh, dan seyogyanya, dilanjutkan sampai pagi, bahkan bila perlu sampai sebelum upacara-upacara Jumat Suci, bila hal ini memungkinkan." (Hal. 108-109)
Ada satu aturan lagi dari Vatikan, Sirkuler Kongregasi Ibadat Ilahi tentang Persiapan dan Perayaan Pesta Paskah (Feb 1988), yang menyebut bahwa, " ... bila diinginkan dapat dibacakan bagian-bagian Injil Yohanes 13-17." (SPPP 56) Kata kuncinya adalah "bila diinginkan", jadi bukan keharusan. Lalu, kalaupun diinginkan, bentuknya adalah komunikasi searah, Injil dibacakan (dengan khidmat) dan umat mendengarkan. Intinya adalah bahwa umat tetap meneruskan adorasi dalam keheningan. Doa-doa bersama, apalagi sahut menyahut, dapat memindahkan perhatian umat dari Sakramen Mahakudus dan melemahkan makna adorasi. Ingat, adorasi artinya mengagumi, memuja, menyembah.
Sumber : http://tradisikatolik.blogspot.com/