Lectio Divina adalah pembacaan Kitab Suci yang direnungkan dengan tujuan untuk berdoa dan hidup dari Sabda Allah. Allah bersabda ketika kita membaca Kitab Suci (Lectio) dan kita mendengarkan lalu berusaha memahaminya (meditatio). Lalu kita menyampaikan tanggapan dalam doa (Oratio). Sabda Allah yang sudah kita dengarkan itu selalu kita ingat (Contemplatio) dan kita jalankan dalam kehidupan (Actio).
Lectio.
Pada tahap Lectio kita membaca teks untuk memahami apa yang dikatakan oleh teks. Dalam Kelompok Kitab Suci tahap ini dapat dilakukan demikian: pemandu membacakan dan memberi penjelasan atau berdiskusi untuk memahami isi.
Meditatio.
Pada tahap meditation, kita berusaha menemukan arti teks dan menerapkannya pada diri sendiri. Dalam Kelompok Kitab Suci para peserta diajak masuk dalam suasana hening dengan mata terpejam untuk :
1. Membayangkan peristiwa yang diceritakan atau mengingat kembali isi teks.
2. Mencari: �Pesan apa yang saya pelajari dari Sabda yang baru direnungkan?�
3. Apa peran pesan itu bagi saya: mengingatkan, menegur, menguatkan, menghibur?
Kemudian para peserta diminta untuk membuka mata lalu menuliskan pesan yang baru direnungkan dan membagikan kepada peserta lain yang direnungkannya. Hal ini dilakukan dengan membacakan apa yang sudah ditulis.
Oratio.
Pada tahap ini kita menyampaikan doa yang digerakkan dan diilhami oleh Sabda. Doa ini merupakan tanggapan kita atas Sabda yang baru didengarkan, bisa berupa pujian, syukur, permohonan, dsb. Dalam kelompok kitab Suci, peserta diajak untuk mempersiapkan doa secara tertulis. Kemudian satu demi satu peserta diminta membacakan doa yang telah ditulis. Rangkaian doa ditutup dengan �Bapa Kami�.
Contemplatio.
Contemplatio merupakan sikap hidup dihadirat Allah. Kita menjalani kehidupan sambil memandang Allah dan selalu menyadari bahwa Allah selalu bersama kita. Sabda yang sudah direnungkan dan didoakan itu selalu kita ingat dalam kehidupan kita.
Actio.
Actio merupakan tindakan nyata untuk melaksanakan Sabda Allah yang telah didengarkan. Dengan demikian, kehendak Allah yang dinyatakan dalam Kitab Suci terlaksana dalam kehidupan kita.
Sumber : http://www.renunganhariankatolik.com/2012/07/lectio-divina.html
Monday, September 24, 2012
Monday, September 17, 2012
Musik Liturgi Gereja Katolik Roma
Musik liturgi adalah Musik yang digubah untuk perayaan liturgi suci di mana dari segi bentuknya memiliki suatu bobot kudus tertentu seperti contohnya Kategori: Gregorian, polifoni suci, musik liturgi untuk organ/alat musik yang sah, musik liturgi rakyat. (MS 4 )
Dari pengertian itulah, dalam SC 121 diberikan batasan tentang musik liturgi sejati yang harus memiliki ciri :
* Bisa untuk paduan suara besar atau kelompok koor kecil
Memiliki peluang untuk partisipasi aktif umat (lagu sudah dikenal umat)
Syair harus selaras dengan ajaran Katolik; ditimba dari Alkitab dan sumber-sumber liturgi.
Tujuan dan Fungsi Musik Liturgi
Tujuan utama dan fungsi dari musik dalam liturgi adalah :
�Doa diungkapkan secara lebih menarik (dekoratif) sehingga Misteri liturgi, yang sedari hakikatnya bersifat hirarkis dan jemaat, dinyatakan secara lebih jelas (diferensiatif)� (MS 5)
Kesatuan hati dapat dicapai secara lebih berkat perpaduan suara (unitatif)
Hati lebih mudah dibangkitkan ke arah hal-hal surgawi berkat keindahan upacara kudus (transendental)
Seluruh perayaan dengan lebih jelas mem�pralambangkan liturgi yang dilaksanakan di kota suci Yerusalem baru (eskatologis).
Dari situ, music dalam liturgy perlu diatur dan ditata, sebagaimana dalam disebutkan dalam MS 6 yaitu :
Pengaturan perayaan liturgis secara tepat menuntut pembagian yang tepat dan penampilan fungsi-fungsi tertentu
Bagian-bagian yang sedari hakikatnya menuntut nyanyian, hendaknya dinyanyikan dengan mempergunakan jenis serta bentuk musik yang selaras dengan corak khasnya
Kriteria Mutu untuk Musik Liturgi
MS 9 :
* Diperhitungkan kemampuan mereka yang harus menyanyikannya-Sesuai dengan jiwa perayaan liturgis itu sendiri
* Selaras dengan hakikat bagian setiap bagian dan tidak menghalangi partisipasi aktif dari umat
MS 10 :
Selayaknya bentuk perayaan dan tingkat partisipasinya bervariasi sebanyak mungkin-Sesuai dengan kemeriahan pesta dan keadaan umat yang hadir.
MS 11 :
Kemeriahan sejati liturgi :
Tidak tergantung semata-mata pada indahnya nyanyian atau bagusnya upacara, melainkan pada makna dan perayaan yang memperhitungkan keterpaduan perayaan liturgis dan pelaksanaan setiap bagian sesuai ciri-ciri khasnya. Bertentangan jika ada bagian yang dihilangkan, diubah, atau dibawakan dengan tidak semestinya
Alat Musik Liturgi
Alat musik yang dipergunakan dalam liturgi memiliki manfaat sebagai berikut (MS 62) :
Mengiringi lagu-lagu (=berfungsi sebagai rhytm section untuk mengiringi nyanyian�jadi tidak mendominasi nyanyian itu dengan suara hingar bingarnya)
Permainan instrumental tunggal (=ada saat-saat umat membutuhkan konsentrasi batin, sehingga dibutuhkan instrumental untuk membantunya dengan memainkan instrumental lagu yang sesuai dengan kondisi itu)
Perkembangan inovasi dari alat musik dirasakan begitu pesat, bahkan pada akhirnya orang sering bingung dengan suara asli alat musik tersebut sebenarnya seperti apa, karena begitu banyak sound effect yang bisa digunakan oleh para musisi. Untuk itu Gereja Katolik merasa perlu untuk memberi batasan alat musik yang layak digunakan dalam liturgi untuk memberi batasan yang tebal antara Suasana Liturgi dan Suasana Sekular
SC 120 (~ MS 62)
Orgel pipa adalah alat musik yang dianggap bisa memberikan kesan Agung dari suara yang dikeluarkannya, untuk itu Gereja menganggap orgel sebagai alat musik yang paling diharapkan digunakan oleh Gereja.
Alat musik lain dapat juga dipakai asal sesuai dan dapat disesuaikan dengan:- Fungsi kudusnya- Keanggunan gedung gereja, dan- membantu memantapkan liturgi.
Mengingat Orgel bukanlah barang murah apalagi bagi gereja di Indonesia (Lagu Gereja pada umumnya membutuhkan sedikitnya 8-12 register pipa sedangkan satu register harganya sekitar 60-70 juta coba kalo dikaliin�bangkrut lah�!!!), meskipun Rm A. Sutanta,SJ yang merupakan tokoh musik gereja di Indonesia membuat orgel pipa dengan bahan Bambu untuk pipanya untuk menekan harga dan menggunakan plastik sebagai membran dalam pipanya (orgel asli menggunakan kulit), namun tetap saja harganya jauh lebih mahal dari organ.
Gereja mengeluarkan kebijaksanaan yang memperbolehkan menggunakan Organ maupun keyboard (alternatif terakhir) dengan catatan, register suara yang dipilih sedapat mungkin mendekati suara orgel.
MS 63 :
Untuk izin penggunaan hendaklah diperhitungkan masalah-Kebudayaan dan tradisi masing-masing bangsa-Alat musik yang menurut pendapat umum hanya cocok untuk musik sekular haruslah sama sekali dilarang penggunaannya untuk perayaan liturgis dan devosi umat-Memenuhi tuntutan perayaan liturgis-Menyemarakkan liturgi Memantapkan jemaat.
MS 64 :
Pengunaan alat musik :
1. Dapat merupakan dukungan kepada para penyanyi
2. Memudahkan partisipasi umat-Menciptakan kesatuan hati yang Mendalam antar jemaat
3. Bunyinya tak menenggelamkan suara para penyanyi (kata-kata harus bisa ditangkap)
4. Tak mengiringi bagian yang dibawakan imam/petugas (~ doa)
MS 65 :
Alat musik Dimainkan secara instrumental untuk Misa pada bagian: awal, sebelum imam sampai di altar, pada persiapan persembahan, pada komuni dan akhir perayaan.
MS 66 :
Permainan secara instrumental tidak diizinkan dalam masa: Adven, Prapaskah, Trihari Suci, dan dalam Ofisi/Misa Arwah
Intinya sekali lagi Jangan kita jadikan Misa sebagai sarana Pertunjukkan yang semata-mata untuk kepuasan kita saja atau beberapa gelintir orang.
Sumber : http://belajarliturgi.blogspot.com/
Dari pengertian itulah, dalam SC 121 diberikan batasan tentang musik liturgi sejati yang harus memiliki ciri :
* Bisa untuk paduan suara besar atau kelompok koor kecil
Memiliki peluang untuk partisipasi aktif umat (lagu sudah dikenal umat)
Syair harus selaras dengan ajaran Katolik; ditimba dari Alkitab dan sumber-sumber liturgi.
Tujuan dan Fungsi Musik Liturgi
Tujuan utama dan fungsi dari musik dalam liturgi adalah :
�Doa diungkapkan secara lebih menarik (dekoratif) sehingga Misteri liturgi, yang sedari hakikatnya bersifat hirarkis dan jemaat, dinyatakan secara lebih jelas (diferensiatif)� (MS 5)
Kesatuan hati dapat dicapai secara lebih berkat perpaduan suara (unitatif)
Hati lebih mudah dibangkitkan ke arah hal-hal surgawi berkat keindahan upacara kudus (transendental)
Seluruh perayaan dengan lebih jelas mem�pralambangkan liturgi yang dilaksanakan di kota suci Yerusalem baru (eskatologis).
Dari situ, music dalam liturgy perlu diatur dan ditata, sebagaimana dalam disebutkan dalam MS 6 yaitu :
Pengaturan perayaan liturgis secara tepat menuntut pembagian yang tepat dan penampilan fungsi-fungsi tertentu
Bagian-bagian yang sedari hakikatnya menuntut nyanyian, hendaknya dinyanyikan dengan mempergunakan jenis serta bentuk musik yang selaras dengan corak khasnya
Kriteria Mutu untuk Musik Liturgi
MS 9 :
* Diperhitungkan kemampuan mereka yang harus menyanyikannya-Sesuai dengan jiwa perayaan liturgis itu sendiri
* Selaras dengan hakikat bagian setiap bagian dan tidak menghalangi partisipasi aktif dari umat
MS 10 :
Selayaknya bentuk perayaan dan tingkat partisipasinya bervariasi sebanyak mungkin-Sesuai dengan kemeriahan pesta dan keadaan umat yang hadir.
MS 11 :
Kemeriahan sejati liturgi :
Tidak tergantung semata-mata pada indahnya nyanyian atau bagusnya upacara, melainkan pada makna dan perayaan yang memperhitungkan keterpaduan perayaan liturgis dan pelaksanaan setiap bagian sesuai ciri-ciri khasnya. Bertentangan jika ada bagian yang dihilangkan, diubah, atau dibawakan dengan tidak semestinya
Alat Musik Liturgi
Alat musik yang dipergunakan dalam liturgi memiliki manfaat sebagai berikut (MS 62) :
Mengiringi lagu-lagu (=berfungsi sebagai rhytm section untuk mengiringi nyanyian�jadi tidak mendominasi nyanyian itu dengan suara hingar bingarnya)
Permainan instrumental tunggal (=ada saat-saat umat membutuhkan konsentrasi batin, sehingga dibutuhkan instrumental untuk membantunya dengan memainkan instrumental lagu yang sesuai dengan kondisi itu)
Perkembangan inovasi dari alat musik dirasakan begitu pesat, bahkan pada akhirnya orang sering bingung dengan suara asli alat musik tersebut sebenarnya seperti apa, karena begitu banyak sound effect yang bisa digunakan oleh para musisi. Untuk itu Gereja Katolik merasa perlu untuk memberi batasan alat musik yang layak digunakan dalam liturgi untuk memberi batasan yang tebal antara Suasana Liturgi dan Suasana Sekular
SC 120 (~ MS 62)
Orgel pipa adalah alat musik yang dianggap bisa memberikan kesan Agung dari suara yang dikeluarkannya, untuk itu Gereja menganggap orgel sebagai alat musik yang paling diharapkan digunakan oleh Gereja.
Alat musik lain dapat juga dipakai asal sesuai dan dapat disesuaikan dengan:- Fungsi kudusnya- Keanggunan gedung gereja, dan- membantu memantapkan liturgi.
Mengingat Orgel bukanlah barang murah apalagi bagi gereja di Indonesia (Lagu Gereja pada umumnya membutuhkan sedikitnya 8-12 register pipa sedangkan satu register harganya sekitar 60-70 juta coba kalo dikaliin�bangkrut lah�!!!), meskipun Rm A. Sutanta,SJ yang merupakan tokoh musik gereja di Indonesia membuat orgel pipa dengan bahan Bambu untuk pipanya untuk menekan harga dan menggunakan plastik sebagai membran dalam pipanya (orgel asli menggunakan kulit), namun tetap saja harganya jauh lebih mahal dari organ.
Gereja mengeluarkan kebijaksanaan yang memperbolehkan menggunakan Organ maupun keyboard (alternatif terakhir) dengan catatan, register suara yang dipilih sedapat mungkin mendekati suara orgel.
MS 63 :
Untuk izin penggunaan hendaklah diperhitungkan masalah-Kebudayaan dan tradisi masing-masing bangsa-Alat musik yang menurut pendapat umum hanya cocok untuk musik sekular haruslah sama sekali dilarang penggunaannya untuk perayaan liturgis dan devosi umat-Memenuhi tuntutan perayaan liturgis-Menyemarakkan liturgi Memantapkan jemaat.
MS 64 :
Pengunaan alat musik :
1. Dapat merupakan dukungan kepada para penyanyi
2. Memudahkan partisipasi umat-Menciptakan kesatuan hati yang Mendalam antar jemaat
3. Bunyinya tak menenggelamkan suara para penyanyi (kata-kata harus bisa ditangkap)
4. Tak mengiringi bagian yang dibawakan imam/petugas (~ doa)
MS 65 :
Alat musik Dimainkan secara instrumental untuk Misa pada bagian: awal, sebelum imam sampai di altar, pada persiapan persembahan, pada komuni dan akhir perayaan.
MS 66 :
Permainan secara instrumental tidak diizinkan dalam masa: Adven, Prapaskah, Trihari Suci, dan dalam Ofisi/Misa Arwah
Intinya sekali lagi Jangan kita jadikan Misa sebagai sarana Pertunjukkan yang semata-mata untuk kepuasan kita saja atau beberapa gelintir orang.
Sumber : http://belajarliturgi.blogspot.com/