Latest News

Friday, August 10, 2012

Evangeliarium

oleh : Jacobus Tarigan Pr

Santo Hieronimus (347-420), seorang rahib dan pujangga Gereja menegaskan, �Tidak mengenal Kitab Suci berarti tidak mengenal Kristus.� Penegasan ini dikutip lagi oleh Konsili Vatikan II, dalam Konstitusi Dei Verbum No 25. Selanjutnya, Hieronimus mengingatkan bahwa tempat yang paling tepat untuk membaca dan mendengarkan Sabda Allah adalah liturgi. Maka, belum cukup hanya merenungkan sendiri Kitab Suci. Tafsiran ilmiah terhadap Kitab Suci pun hanya bersifat membantu. Karena bagi Hieronimus, penafsiran Kitab Suci yang otentik selalu harus sesuai dengan iman Gereja Katolik.

Kita harus membaca Kitab Suci dalam komunio dengan Gereja yang hidup. Kalau Kitab Suci dibacakan dalam Gereja, terutama dalam Perayaan Ekaristi, maka Allah sendiri berbicara kepada umat-Nya dan Kristus hadir dalam Sabda-Nya. Liturgi Sabda sama penting dengan Liturgi Ekaristi. Hendaknya umat sungguh memahami makna pelbagai simbol dalam Liturgi Sabda. Karena bagaimanapun, liturgi berciri simbolis karena partisipasi kita dalam hidup Allah masih berlangsung �dalam cermin�. Simbol tidak hadir untuk dirinya sendiri, melainkan untuk apa yang disimbolkan.

Evangeliarium adalah buku yang memuat bacaan-bacaan Injil untuk hari Minggu dan hari raya tahun A, B, C, untuk pesta Tuhan, Hari Raya Khusus, Perayaan dan Misa ritual. Evangeliarium yang diterbitkan oleh KWI, 2011 adalah buku liturgis resmi bahasa Indonesia untuk Ritus Latin di wilayah gerejawi Indonesia. Bacaan Injil diambil dari terjemahan Alkitab Lembaga Alkitab Indonesia dan Lembaga Biblika Indonesia. Buku ini mulai diberlakukan pada awal Pekan Suci, Minggu Palma, 17 April 2011.

Dalam Misa, khususnya dalam Liturgi Sabda, kehadiran Evangeliarium itu sendiri melambangkan kehadiran Kristus di tengah umat-Nya. Buku ini diletakkan pada bagian tengah altar sebelum Misa, dalam keadaan tertutup. Ketika perarakan masuk, buku ini dibawa oleh diakon atau lektor dengan cara sedikit diangkat agar terlihat oleh umat dan diletakkan di altar. Sebelum pemakluman Injil, diakon menuju altar, membungkuk memberi hormat, dan membawa Evangeliarium ke mimbar, didahului oleh putra altar yang membawa lilin dan pendupaan.

Sebelum dibacakan, Evangeliarium didupai. Selesai membaca, buku ini dicium dan dibawa ke meja samping, bukan altar. Arakan, mencium, dan mendupai merupakan simbol penghormatan kepada Kristus yang hadir di tengah umat-Nya. Keharuman dari dupa melambangkan pewahyuan Allah dan kehadiran keselamatan. �Dengan perantaraan kami, Ia menyebarkan keharuman pengenalan akan Dia di mana-mana. Sebab, bagi Allah, kami adalah bau yang harum dari Kristus di tengah-tengah mereka yang diselamatkan dan di antara mereka yang binasa� (2 Kor. 2:14-15). Demikian pula selain lambang penghormatan, ciuman pun melambangkan keakraban dengan Kitab Suci. Membungkuk di hadapan Kitab Suci melambangkan sikap merendahkan diri di hadapan Tuhan yang Mahaagung.

Evangeliarium dicetak secara istimewa untuk mendukung simbol yang dihadirkannya. Kita menghormati Evangeliarium, BUKAN karena dicetak di surga, BUKAN DITURUNKAN dari atas surga, bukan karena memuat nasihat-nasihat moralistis murahan dan hukum-hukum yang menakutkan, TETAPI, karena Evangeliarium melambangkan kehadiran Kristus di tengah umat-Nya, yang sedang merayakan liturgi.

�Ia hadir dalam sabda-Nya, sebab Ia sendiri bersabda bila Kitab Suci dibacakan dalam Gereja� (SC 7). Dengan membaca Kitab Suci, kita mengenal Kristus, yang menampakkan wajah KASIH Allah.

Sumber : http://www.hidupkatolik.com/2011/06/06/evangeliarium

Thursday, August 9, 2012

Apa yang harus kuketahui tentang Liturgi

Pendahuluan
Saya pernah mendengar bahwa ada orang-orang yang mengatakan liturgi di Gereja Katolik itu �membosankan�. Katanya lagu-lagunya itu-itu saja, kurang bersemangat dan kurang berkesan. Apa iya, demikian halnya? Sebelum berkomentar, mari kita lihat dulu apa sebenarnya arti liturgi di dalam Gereja Katolik. Lalu, setelah itu baru kita tilik kembali komentar itu. Sebab, jangan-jangan masalahnya bukan pada liturgi-nya tetapi pada diri si penerima. Ibaratnya, �kesalahan bukan pada stasiun pemancar radio, tetapi pada antena anda.� Walaupun demikian, mari kita lihat juga apa yang perlu kita lakukan supaya kita dapat menghayati liturgi dan menjadikannya bagian dari diri kita, supaya kita tidak sampai bosan. Ini adalah bentuk �perbaikan antena� sehingga radio kita dapat menangkap sinyal dengan lebih baik.

Pengertian liturgi
Telah kita ketahui bahwa sakramen adalah penghadiran Misteri Kristus (lihat artikel: Sakramen: Apa pentingnya dalam kehidupan iman kita?). Di dalam liturgi, Gereja merayakan Misteri Paskah Kristus yaitu sengsara, wafat, kebangkitan dan kenaikan Yesus ke surga- yang membawa kita kepada Keselamatan. Dengan merayakan Misteri Kristus ini, kita memperingati dan merayakan bagaimana Allah Bapa telah memenuhi janji dan menyingkapkan rencana keselamatan-Nya dengan menyerahkan Yesus Putera-Nya oleh kuasa Roh Kudus untuk menyelamatkan dunia. Jadi sumber dan tujuan liturgi adalah Allah sendiri.

Liturgi pada awalnya berarti �karya publik�. Dalam sejarah perkembangan Gereja, liturgi diartikan sebagai keikutsertaan umat dalam karya keselamatan Allah. Di dalam liturgi, Kristus melanjutkan karya Keselamatan di dalam, dengan dan melalui Gereja-Nya. Pada jaman Gereja awal seperti dijabarkan di dalam surat rasul Paulus, para pengikut Kristus beribadah bersama di dalam liturgi (dikatakan sebagai �korban dan ibadah iman� di dalam Flp 2:17). Termasuk di sini adalah pewartaan Injil �(Rom 15:16); dan pelayanan kasih (2 Kor 9:12). Maka, dalam Perjanjian Baru, kata �liturgi� mencakup tiga hal, yaitu ibadat, pewartaan dan pelayanan kasih yang merupakan partisipasi Gereja dalam meneruskan tugas Kristus sebagai Imam, Nabi dan Raja.

Secara khusus, liturgi merupakan wujud pelaksanaan tugas Kristus sebagai Imam Agung. Dalam hal ini, liturgi merupakan penyembahan Kristus kepada Allah Bapa, namun dalam melakukan penyembahan ini, Kristus melibatkan TubuhNya, yaitu Gereja; sehingga liturgi merupakan karya bersama antara Kristus (Sang Kepala) dan Gereja (Tubuh Kristus). Konsili Vatikan II mengajarkan pengertian tentang liturgi sebagai berikut:

�Maka, benarlah bahwa liturgi dipandang sebagai pelaksanaan tugas imamat Yesus Kristus. Di dalam liturgi, dengan tanda-tanda lahiriah, pengudusan manusia dilambangkan dan dihasilkan dengan cara yang layak bagi masing-masing tanda ini; di dalam Liturgi, seluruh ibadat publik dilaksanakan oleh Tubuh Mistik Yesus Kristus, yakni Kepala beserta para anggota-Nya.

Oleh karena itu setiap perayaan liturgis sebagai karya Kristus sang Imam serta Tubuh-Nya yakni Gereja, merupakan kegiatan suci yang sangat istimewa. Tidak ada tindakan Gereja lainnya yang menandingi daya dampaknya dengan dasar yang sama serta dalam tingkatan yang sama.�


Oleh karena itu tidak ada kegiatan Gereja yang lebih tinggi nilainya daripada liturgi karena di dalam liturgi terwujudlah persatuan yang begitu erat antara Kristus dengan Gereja sebagai �Mempelai�-Nya dan Tubuh-Nya sendiri.

Paus Pius XII dalam surat ensikliknya tentang Liturgi Suci, Mediator Dei, menjabarkankan definisi liturgi sebagai berikut:

�Liturgi adalah ibadat publik yang dilakukan oleh Penebus kita sebagai Kepala Gereja kepada Allah Bapa dan juga ibadat yang dilakukan oleh komunitas umat beriman kepada Pendirinya [Kristus], dan melalui Dia kepada Bapa. Singkatnya, liturgi adalah ibadat penyembahan yang dilaksanakan oleh Tubuh Mistik Kristus secara keseluruhan, yaitu Kepala dan anggota-anggotanya.�

Atau, dengan kata lain, definisi liturgi adalah seperti yang dirumuskan oleh Rm. Emanuel Martasudjita, Pr. dalam bukunya Liturgi, yaitu: �Liturgi adalah perayaan misteri karya keselamatan Allah di dalam Kristus, yang dilaksanakan oleh Yesus Kristus, Sang Imam Agung, bersama Gereja-Nya di dalam ikatan Roh Kudus.�

Allah Bapa : Sumber dan Tujuan Liturgi

Alkitab mengatakan, �Terpujilah Allah Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga. Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya. Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya supaya terpujilah kasih karunia-Nya yang mulia, yang dikaruniakan-Nya kepada kita di dalam Dia yang dikasihi-Nya� (Ef 1:3-6). Dari sini kita mengetahui bahwa Allah Bapalah yang memberikan rahmat sorgawi kepada kita, melalui Kristus dan di dalam Kristus. Dan karena rahmat itu diberikan di dalam sakramen melalui liturgi, maka sumber liturgi adalah Allah Bapa, dan tujuan liturgi adalah kemuliaan Allah.

Kristus Bekerja di dalam Liturgi

Karena Kristus telah bangkit mengalahkan maut, maka, Ia yang telah duduk di sisi kanan Allah Bapa, pada saat yang sama dapat terus mencurahkan Roh Kudus-Nya kepada Tubuh-Nya, yaitu Gereja-Nya, melalui sakramen-sakramen. Karena Yesus sendiri yang bertindak dengan kuasa Roh Kudus-Nya, maka kita tidak perlu meragukan efeknya, karena pasti Kristus mencapai maksud-Nya.

Puncak karya Kristus adalah Misteri Paska-Nya, maka Misteri Paska inilah yang dihadirkan di dalam liturgi Gereja. Jadi Misteri Paska yang sungguh-sungguh telah terjadi di masa lampau dihadirkan kembali oleh kuasa Roh Kudus. Karena Kristus telah menang atas kuasa dosa dan maut, maka Misteri Paska-Nya tidak berlalu begitu saja ditelan waktu, namun dapat dihadirkan kembali oleh kuasa Ilahi, yang mengatasi segala tempat dan waktu. Hal ini dilakukan Allah karena besar kasih-Nya kepada kita, sehingga kita yang tidak hidup pada masa Yesus hidup di dunia dapat pula mengambil bagian di dalam kejadian Misteri Paska Kristus dan menerima buah penebusan-Nya.

Kristus selalu hadir di dalam Gereja, terutama di dalam perayaan liturgi. Pada perayaan Ekaristi / Misa kudus, Kristus tidak hanya hadir di dalam diri imam-Nya, namun juga di dalam wujud hosti kudus (lihat artikel: Sudahkah kita pahami arti Ekaristi?). Liturgi di dunia menjadi gambaran liturgi surgawi di mana Yesus duduk di sisi kanan Allah Bapa, dan kita semua sebagai anggota Gereja memuliakan Allah bersama seluruh isi surga.

Roh Kudus dan Gereja di dalam Liturgi

Jika Roh Kudus bekerja di dalam diri seseorang, maka Ia akan menggerakkan hati orang tersebut untuk bekerjasama dengan Allah. Kita dapat melihat hal ini pada teladan Bunda Maria dan para Rasul. Demikian halnya liturgi menjadi hasil kerjasama Roh Kudus dengan kita sebagai anggota Gereja. Kerjasama Roh Kudus dan Gereja ini menghadirkan Kristus dan karya keselamatan-Nya di dalam liturgi, sehingga liturgi bukan sekedar �kenangan� akan Misteri Kristus, melainkan adalah kehadiran Misteri Kristus yang satu-satunya itu.

Peran Roh Kudus dinyatakan pada saat pembacaan Sabda Allah, karena Roh Kudus menjadikan Sabda itu dapat diterima dan dilaksanakan di dalam hidup umat. Kemudian Roh Kudus memberikan pengertian rohani terhadap Sabda Tuhan itu, yang menghidupkan perkataan doa, tindakan dan tanda-tanda lahiriah yang dipergunakan dalam liturgi, dan dengan demikian Roh Kudus menghidupkan hubungan antara umat (beserta para imam) dengan Kristus. Selanjutnya peran Roh Kudus nyata saat konsekrasi, yaitu saat roti dan anggur diubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Di sinilah puncak perayaan Ekaristi terjadi, saat Kristus berkenan menghadirkan Diri di tengah Gereja-Nya.

Oleh karena itu Sang Pelaku yang utama dalam liturgi adalah Kristus, dan kita sebagai anggota Gereja mengambil bagian di dalam karya keselamatan Allah yang dilakukan oleh Kristus itu. Dengan demikian bukan kita pribadi yang dapat menentukan segala sesuatunya dalam liturgi menurut kehendak sendiri, melainkan kita sepantasnya mengikuti apa yang telah ditetapkan oleh Tuhan Yesus dalam perayaan tersebut, sebagaimana yang telah dilakukan oleh para rasul dan diteruskan dengan setia oleh para penerus mereka.

Kristus mengajak kita ikut serta mengambil bagian dalam Misteri Keselamatan-Nya

Yesus mengajak kita semua ikut mengambil bagian dalam karya keselamatan-Nya, terutama dalam Misteri Paska-Nya yang dihadirkan kembali di dalam Liturgi. Karena kuasa kasih dan kebangkitan-Nya, Kristus memberikan kita kesempatan yang sama dengan orang-orang yang hidup pada zaman Ia hidup di dunia 2000 tahun yang lalu, yaitu menyaksikan dan ikut mengambil bagian dalam peristiwa yang mendatangkan keselamatan kita, yaitu wafatNya di salib, kebangkitan-Nya dan kenaikan-Nya ke surga. Secara khusus penghadiran Misteri Paska ini nyata dalam Ekaristi, yang merupakan penghadiran kurban Kristus yang sama dan satu-satunya itu oleh kuasa Roh Kudus. Kuasa Roh Kudus yang dulu menghadirkan Yesus dalam rahim Maria, kini hadir untuk menghadirkan Yesus di altar. Kuasa Roh Kudus yang dulu hadir pada hari Pentakosta kini hadir di dalam setiap perayaan Ekaristi, untuk mengubah kita menjadi seperti para rasul, dipenuhi kasih dan semangat yang berkobar untuk ikut serta melakukan pekerjaan-pekerjaan Allah di dunia ini.

Jika kita menghayati kebenaran ini, kita seharusnya tidak bosan dan mengantuk dalam mengikuti misa. Sebab jika demikian, kita seumpama mereka yang hidup di jaman Yesus, hadir di bawah kaki salib Yesus, tetapi malah melamun dan tidak mempunyai perhatian akan apa yang sedang terjadi di hadapan mata mereka. Sungguh tragis, bukan? Memang Misteri Paska itu tidak hadir persis secara fisik seperti 2000 tahun lalu, namun secara rohani, Misteri Kristus yang sama dan satu-satunya itu hadir dan membawa efek yang sama seperti pada 2000 tahun yang lalu. Betapa dalamnya makna dari misteri ini, namun kita perlu menilik ke dalam hati kita yang terdalam untuk melihatnya dengan mata rohani dan menghayatinya dengan sikap tunduk dan kagum.

Bagaimana sikap kita di dalam liturgi

Bayangkan jika anda secara pribadi diundang pesta oleh Bapak Presiden. Tentu anda akan mempersiapkan diri sebaik-baiknya bukan? Anda akan berpakaian yang sopan, bersikap yang pantas, mempersiapkan apa yang akan anda bicarakan, dan anda akan datang tidak terlambat, jika perlu siap sebelum waktunya. Mari kita memeriksa diri, sudahkah kita bersikap demikian di dalam �pertemuan� kita dengan Tuhan di dalam liturgi. Karena Tuhan jauh lebih mulia dan lebih penting daripada Bapak Presiden, seharusnya persiapan kita jauh lebih baik daripada persiapan bertemu dengan Presiden.

Langkah #1: Mempersiapkan diri sebelum mengikuti liturgi dan mengarahkan hati sewaktu mengikuti liturgi

Untuk menyadari kedalaman arti misteri ini, kita harus mempersiapkan diri dengan sungguh-sungguh sebelum mengambil bagian di dalam liturgi. Persiapan ini dapat berbentuk: membaca dan merenungkan ayat kitab suci pada hari itu, hening di sepanjang jalan menuju ke gereja, datang di gereja lebih awal, berpuasa (1 jam sebelum menyambut Ekaristi dan terutama berpuasa sebelum menerima sakramen Pembaptisan dan Penguatan), memeriksa batin, mengaku dosa dalam sakramen Tobat sebelum menerima Ekaristi.

Lalu, sewaktu mengikuti liturgi, kitapun harus senantiasa mengarahkan sikap hati yang benar. Jika terjadi �pelanturan�, segeralah kita kembali mengarahkan hati kepada Tuhan. Kita harus mengarahkan akal budi kita untuk menerima dengan iman bahwa Yesus sendirilah yang bekerja melalui liturgi, dan bahwa Roh KudusNya menghidupkan kata-kata doa dan teks Sabda Tuhan yang diucapkan di dalam liturgi, sehingga menguduskan tanda-tanda lahiriah yang dipergunakan di dalam liturgi untuk mendatangkan rahmat Tuhan.

Sikap hati ini dapat diwujudkan pula dengan berpakaian yang sopan, tidak �ngobrol� pada saat mengikuti liturgi, dan tidak menyalakan hp/ mengangkat telpon di gereja. Sebab jika demikian dapat dipastikan bahwa hati kita tidak sepenuhnya terarah pada Tuhan.

Langkah #2: Bersikap aktif: jangan hanya menerima tetapi juga memberi kepada Tuhan

St. Thomas Aquinas mengajarkan bahwa penyembahan yang sempurna itu mencakup dua hal, yaitu menerima dan memberikan berkat-berkat ilahi. Di dalam liturgi, penyembahan kita kepada Tuhan mencapai puncaknya, saat kita kita turut memberikan / mempersembahkan diri kita kepada Tuhan dan pada saat kita menerima buah dari penebusan Kristus melalui Misteri Paska-Nya. Puncak liturgi adalah Ekaristi, di mana di dalam Misteri Paska yang dihadirkan kembali itu, Kristus menjadi Imam Agung, dan sekaligus Kurban penebus dosa.

Dalam liturgi Ekaristi, kita sebagai anggota Tubuh Kristus seharusnya tidak hanya �menonton� atau sekedar menerima, tetapi ikut mengambil bagian dalam peran Kristus sebagai Imam Agung dan Kurban tersebut. Caranya adalah dengan turut mempersembahkan diri kita, beserta segala ucapan syukur, suka duka, pergumulan, dan pengharapan, untuk kita persatukan dengan kurban Kristus. Setiap kali menghadiri misa, kita bawa segala kurban persembahan diri kita untuk diangkat ke hadirat Tuhan, terutama pada saat konsekrasi, yaitu saat kurban roti dan anggur diubah menjadi Tubuh dan Darah Yesus. Dengan demikian kurban kita akan menjadi satu dengan kurban Yesus. Oleh karena itu, liturgi menjadi penyembahan yang sempurna karena Kristus yang adalah satu-satunya Imam Agung dan Kurban yang sempurna, menyempurnakan segala penyembahan kita. Bersama Yesus di dalam liturgi kita akan sungguh dapat menyembah Allah Bapa di dalam roh dan kebenaran (Yoh 4:24), karena di dalam liturgi kuasa Roh Kudus bekerja menghadirkan Kristus yang adalah Kebenaran itu sendiri.

Hal kehadiran Yesus tidak hanya terjadi dalam Ekaristi, tetapi juga di dalam liturgi yang lain, yaitu Pembaptisan, Penguatan, Pengakuan Dosa, Perkawinan, Tahbisan suci, dan Pengurapan orang sakit. Dalam liturgi tersebut, kita harus berusaha untuk aktif berpartisipasi agar dapat sungguh menghayati maknanya. Partisipasi aktif ini bukan saja dari segi ikut menyanyi, atau membaca segala doa yang tertulis, melainkan terutama partisipasi dari segi mengangkat hati dan jiwa untuk menyembah dan memuji Tuhan, dan meresapkan segala perkataan yang diucapkan di dalam hati.

Langkah #3: Jangan memusatkan perhatian pada diri sendiri tetapi pada Kristus

Jadi, agar dapat menghayati liturgi, kita harus memusatkan perhatian kita kepada Kristus, dan pada apa yang telah dilakukanNya bagi kita, yaitu: oleh kasihNya yang tak terbatas, Kristus tidak menyayangkan nyawa-Nya dan mau wafat bagi kita untuk menghapus dosa-dosa kita. Kita bayangkan Yesus sendiri yang hadir di dalam liturgi dan berbicara sendiri kepada kita. Dengan berfokus pada Kristus, kita akan memperoleh kekuatan baru, sebab segala pergumulan kita akan nampak tak sebanding dengan penderitaan-Nya. Kitapun akan dikuatkan di dalam pengharapan karena percaya bahwa Roh Kudus yang sama, yang telah membangkitkan Yesus dari kubur akan dapat pula membangkitkan kita dari pengaruh dosa dan segala kesulitan kita.

Jika kita memusatkan hati dan pikiran pada Kristus, maka kita tidak akan terlalu terpengaruh jika musik atau penyanyi di gereja kurang sempurna, khotbah kurang bersemangat, kurang keakraban ataupun hawa panas dan banyak nyamuk. Walaupun tentu saja, idealnya semua hal itu sedapat mungkin diperbaiki. Kita bahkan dapat mempersembahkan kesetiaan kita disamping segala ketidak-sempurnaan itu sebagai kurban yang murni bagi Tuhan. Langkah berikutnya adalah, apa yang dapat kita lakukan untuk turut membantu memperbaiki kondisi tersebut. Inilah salah satu cara menghasilkan �buah� dari penerimaan rahmat Tuhan yang kita terima melalui liturgi.
Liturgi adalah sumber kehidupan

Jadi sebagai karya Kristus, liturgi menjadi kegiatan Gereja di mana Kristus hadir dan membagikan rahmat-Nya, yang menjadi sumber kehidupan rohani kita. Walaupun demikian, liturgi harus didahului oleh pewartaan Injil, iman dan pertobatan, sebab tanpa ketiga hal tersebut akan sangat sulit bagi kita untuk menghayati perayaan liturgi, apalagi menghasilkan buahnya dalam kehidupan sehari-hari. Ibaratnya tak kenal maka tak sayang, maka jika kita ingin menghayati liturgi, maka sudah selayaknya kita mengetahui makna liturgi, menerimanya dengan iman dan menanggapinya dengan pertobatan.

Liturgi yang bersumber pada Allah menjadi sumber dan puncak kegiatan Gereja. Bersumber pada liturgi ini, Gereja menimba kekuatan untuk melaksanakan pembaharuan di dalam Roh, misi perutusan, dan menjaga persatuan umat. Maka jika kita mengalami �kemacetan ataupun percekcokan� di dalam kegiatan paroki, petunjuk praktis untuk memeriksa adalah: Sudah cukupkah keterlibatan anggota dalam Ekaristi - tiap minggu atau jika mungkin setiap hari? Adakah kedisiplinan anggota untuk mengaku dosa di dalam Sakramen Tobat secara teratur, misalnya sebulan sekali? Walaupun demikian, kehidupan rohani kita tidak terbatas hanya dari keikutsertaan dalam liturgi, tetapi juga dari kehidupan doa yang benar (doa pribadi (Mat 6:6) dan doa tanpa henti (1Tes 5:17)).

Kesimpulan

Seperti telah diuraikan di atas: liturgi merupakan partisipasi kita di dalam doa Kristus kepada Allah Bapa oleh kuasa Roh Kudus. Liturgi terutama Ekaristi yang menghadirkan Misteri Paska Kristus merupakan peringatan akan karya Allah Tritunggal untuk mendatangkan keselamatan bagi dunia. Maka liturgi merupakan puncak kegiatan Gereja, dan sumber di mana kuasa Gereja dicurahkan, yaitu kehidupan baru di dalam Roh, keikutsertaan di dalam misi perutusan Gereja dan pelayanan terhadap kesatuan Gereja. Jadi bagi kita umat beriman, terutama yang ikut ambil bagian di dalam karya kerasulan awam, keikutsertaan di dalam liturgi merupakan sesuatu yang utama. Tidak bisa kita melayani umat, jika kita sendiri tidak diisi dan diperbaharui oleh rahmat Tuhan sendiri. Prinsipnya, �kita tidak bisa memberi, jika kita tidak terlebih dahulu menerima� rahmat yang dari Allah.

Rahmat Allah ini secara nyata kita terima melalui liturgi. Dalam hal ini, Ekaristi memegang peranan penting karena di dalamnya rahmat yang diberikan adalah Kristus sendiri. Kini tinggal giliran kita untuk memeriksa diri dan mempersiapkan hati untuk menerima berkat rahmat itu. Jika kita mempunyai sikap hati yang benar dan berpartisipasi aktif di dalam liturgi, maka Tuhan sendiri akan memberkati dan menjadikan kita anggota TubuhNya yang menghasilkan buah bagi kemuliaan nama-Nya. Menimba bekal rohani melalui liturgi merupakan salah satu cara yang paling nyata untuk menjawab undangan Tuhan Yesus, �Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu�. Barang siapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa� (Yoh 15:4-5).

Sumber : http://katolisitas.org/224/apa-yang-harus-kuketahui-tentang-liturgi

Tuesday, August 7, 2012

Tugas Pelayanan Lektor dalam Ekaristi

Arti Kata
Lektor berasal dari kata benda bahasa Latin lector yang berarti pembaca. Istilah ini mengacu pada petugas khusus dalam liturgi yang membacakan secara lantang Firman Tuhan yang tertulis dalam Buku Bacaan (Lectionarium) atau dalam Kitab Suci, biasanya dari mimbar Sabda, agar dapat didengar dengan mudah dan dipahami dengan baik oleh seluruh umat yang hadir dalam perayaan liturgi.

Sedikit sejarahnya.
Sejarah lektor bisa dijejaki hingga ke periode Perjanjian Lama. Dalam liturgi sabda di sinagoga, seseorang membacakan Sabda Tuhan yang diambil dari Kitab Taurat dan Para Nabi. Pembaca muncul dari tengah umat dan membuka gulungan Kitab Suci lalu membacakannya dengan lantang. Sesudah pembacaan biasanya ia memberikan penjelasan tentang isi bacaan itu.

Dalam tradisi Kristen, kebiasaan membaca Kitab Suci sudah terdapat dalam Gereja. Perdana. Pada abad II membaca Firman Tuhan adalah kebiasaan khusus kaum klerus. Pada abad ke-5 kebiasaan ini hilang. Mulai dipakai anak muda yang tinggal di asrama uskup. Mereka mendapat pendidikan khusus dan belajar membaca. Kelompok mereka disebut Schola Lectorum. Pada abad ke 6 dan 7 dan selanjutnya anak muda dari Schola Lectorum mulai belajar secara khusus pengetahuan dan ketrampilan musik dan nyanyian sehingga pendidikannya disebut Schola Cantorum. Karena itu mereka tak laksanakan tugas kewajiban membaca. Maka subdiakon atau diakonlah yang membawakan bacaan dalam perayaan meriah

Kini sesudah pembaharuan Konsili Vatikan II, dalam Ministeria Quaedam, lektor sebagai pembaca Firman Tuhan merupakan satu jenjang pelayanan yang harus dilaksanakan oleh seorang calon imam sebelum menerima tahbisan diakon dan imam. Tugas pelayanan ini dapat dilaksanakan oleh orang awam setelah memenuhi persyaratan-persyaratan yang dituntut.

Tugas umum dan khusus lektor:
# Menyiapkan bacaan
# Bisa membawa Evangeliarium (Buku Bacaan Injil) dalam perarakan masuk
# Bisa membawakan Mazmur Tanggapan
# Membacakan bacaan I dan II. Inilah tugas khususnya

Refleksi dan petunjuk praktis tentang tugas lektor
# Yang Anda lakukan adalah suatu keterlibatan dalam seluruh karya Roh Tuhan untuk membuka hati umat Allah terhadap sabda-Nya yang kudus.
# Yang anda lakukan adalah suatu tugas kewajiban untuk menceriterakan sejarah keluarga bangsa umat Allah, bukan hanya sejarah bangsa Israel. Dan sejarah itu adalah sejarah keselamatan yang sedang Anda alami dan yang akan Anda alami.
# Yang anda lakukan adalah mewartakan sabda Allah, sabda yang benar-benar menyelamatkan bukan membinasakan atau menghancurkan manusia. Maka Anda harus yakin akan bunyi sabda ini dan daya gaungnya yang kuat dan membaharui. Maka ada sabda yang bernada keras menegur tetapi bermanfaat untuk membangun rasa sesal dan tobat.
# Anda adalah utusan dari Allah untuk menegaskan bahwa Allah setia dalam cinta-Nya terhadap manusia, bahwa Allah setia memperdengarkan Sabda-Nya dan menepati janji-janji-Nya.
# Tugas Anda adalah mewartakan sabda yang menantang dan menuntut jawaban, yang menyapa dan menyentuh hati manusia.
# Anda mewartakan sabda yang menyembuhkan, yang menguatkan, dan yang menghibur.
# Yang Anda lakukan adalah suatu pelayanan di meja sabda Allah yang menghalau kelaparan hati manusia akan kebenaran.
# Yang Anda lakukan adalah menawarkan kisah tentang karya-karya agung Allah yang menyanggupkan orang beriman untuk mengambil bagian dalam perjamuan Ekaristi, yang menjadi alasan utama dan penting untuk bersyukur dan bermadah.
# Yang Anda lakukan tidak lebih juga tidak kurang daripada menjadi pelayan suara Allah sendiri yang bersabda di tengah-tengah umat-Nya. Keseluruhan sikap dan tindakanmu haruslah sedemikian meyakinkan sehingga umat dapat merasakan dan mengalami kehadiran Allah sendiri ketika sabdaNya Anda maklumkan.

Pelaksanaan Pelayanan Sabda
# Datanglah ke tempat perayaan, sambil berdoa sungguh-sungguh kepada Allah agar RohNya membuka hatimu terhadap sabda-Nya yang Anda hendak maklumkan.
# Siapkanlah bacaan Kitab Suci, pelajari isi dan pahamilah pesan teks bacaan, simpanlah semua itu dalam lubuk hatimu dan biarkanlah Sabda Allah itu meresapi seluruh dirimu lebih dahulu sebelum Anda memaklumkan-Nya kepada orang lain.
# Tampillah dengan sikap hormat dan khidmat terhadap Sang Sabda yang Anda mau maklumkan. Itu adalah sabda Tuhan sendiri.
# Datanglah ke tempat pelayanan sabda sebagai orang yang diadili dan sekaligus diselamatkan oleh Sang Sabda yang Anda wartakan. Camkanlah ini : setiap orang dapat membacakan Kitab Suci di depan umum tetapi hanyalah orang beriman yang dapat memaklumkan dan mewartakan-Nya.
# Berdirilah di Mimbar Baca, meja dari sabda Allah sendiri, seakan Anda adalah Allah sendiri, dengan sikap hormat dan khidmat;
# Boleh Anda nyatakan rasa hormat dengan menundukkan kepala di depan KS; itulah tabernakel tempat semayam Allah sendiri.
# Peganglah Buku Bacaan Kitab Suci, bukalah dan temukanlah bagian yang hendak dibacakan; tatanglah buku itu di atas kedua tanganmu dan rasakanlah kehadiran Sang Sabda itu sendiri.
# Yakinlah akan kehadiran-Nya sebelum Anda mewartakan-Nya dengan penuh keyakinan; keyakinan yang Anda punyai dapat membantu meyakinkan umat atau pendengar akan daya dampak dari kehadiran sabda-Nya dalam hidup sehari-hari.
# Lalu lepaskanlah pandanganmu ke arah persekutuan jemaat dan sadarilah bahwa mereka adalah Tubuh Tuhan sendiri yang sabda-Nya Anda wartakan. Mereka adalah Tubuh Tuhan, sabda yang telah menjelma. Hormatilah dan hargailah Tubuh Tuhan itu dengan melaksanakan tugasmu secara bertanggungjawab.
# Biarkanlah sabda Tuhan tinggal dalam hati dan suaramu sehingga apa yang Anda wartakan muncul dari suatu sumber yang penuh hikmah, mengalir dari sebuah lubuk yang dalam, terpancar keluar dari sebuah hati yang tertebus. Suara yang jelas dan meyakinkan merupakan ungkapan dari rahasia yang dalam itu.
# Biarkanlah suaramu menggemakan sabdaNya dengan keyakinan tapi penuh kelembutan, dengan kepastian tetapi penuh keramahan, dengan daya kekuatan dan kuasa tetapi mengagumkan dan menyentuh, dengan ketegaran tetapi penuh kemurahan.
# Ingatlah bahwa kisah yang Anda ceritakan bukanlah sebuah novel baru yang dibaca untuk memuaskan rasa ingin tahu. Kitab Suci merupakan sebuah kejadian, sebuah peristiwa, sebuah kisah pengalaman hidup tentang penyelamatan dirimu sendiri yang selalu Anda ingin ceritakan berulang-ulang kali dengan penuh semangat dan keyakinan.
# Bagai seorang nabi, kadang-kadang Anda mesti mewartakan sesuatu yang tak suka didengar oleh umat, yang menegur dan memperingatkan dosa-dosanya, yang menuntut tobat sempurna, dan yang menghakimi dengan adil. Kiranya Anda ingat pada saat itu bahwa sabda yang sama keras ditujukan kepadamu. Jangan pernah membayangkan bahwa fungsi pelayananmu menempatkanmu di atas tuntutan sabda yang Anda wartakan.
# Mewartakan sabda dengan jelas, tegas, keras, dan penuh keyakinan, haruslah dibarengi dengan sikap rendah hati dan ikhlas.
# Kiranya setiap lektor membina sikap dasar untuk selalu belajar (sesuatu yang membantu) agar dapat mewartakan Sabda Allah dengan berdaya guna. Kesediaan untuk memperbaiki diri dan keterbukaan terhadap segala macam kritik akan sangat menolong pembentukan diri menjadi pelayan sabda yang baik dan setia.
# Yakinlah bahwa Allah bersabda dan berkarya, mencipta dan menebus, menghibur dan menyelamatkan melalui Anda, melalui tugas yang Anda laksanakan dan melalui hidup yang Anda hayati.
# Semoga pelantikan yang Anda terima dapat menjadi suatu kesempatan penuh rahmat. Kiranya dengan demikian nama Allah semakin dipuji dan semakin banyak orang menikmati kegembiraan dan keselamatan.

Sumber : http://romopatris.blogspot.com/

Sunday, August 5, 2012

Bagaimana Memilih Lagu Liturgi

oleh: Sr. Liduine Marie SPM

PENDAHULUAN

Dalam melaksanakan Liturgi, yaitu upacara dimana umat beriman berhimpun bersama untuk melaksanakan ibadat, kita membutuhkan dukungan nyanyian. Dengan nyanyian kita dapat lebih mengungkapkan iman dan penghayatan. Kita membutuhkan nyanyian yang membangkitan gairah dan memperdalam sikap.

Dengan nyanyian kita dapat mendobrak pada saat-saat membosankan dan kita dapat bertepuk tangan pada sat-saat gembira. Semua itu menuntut suara berlagu yang dapat lebih keras atau lebih lembut: lebih tinggi atau lebih rendah, lebih cepat atau lebih lambat dari pada bicara sehari-hari.

Kebutuhan akan adanya nyanyian itulah yang akan kita ungkapkan dalam musik liturgi. Kita bernyanyi karena kita mau mengungkapkan iman dan kehidupan. Dalam bernyanyi kita dapat bersuka-cita, dapat bersedih, dapat merenung dan dapat berharap. Maka nyanyian yang harus kita ciptakan dalam musik liturgi adalah nyanyian yang mengungkapkan doa dan harapan kita.

Berdasarkan pengalaman kita semua tahu bahwa musik mempunyai jiwa dan kekuatan. Kalau kita sedang lesu dapat bangkit karena mendengar suara musik atau sebaliknya, kita malah menangis. Kita bisa meneteskan air mata karena mendengar suara musik yang begitu menyentuh dlsb. Seorang penari bergerak cepat dan lincah kalau musiknya cepat, sebaliknya penari tadi bergerak lambat dan pelan jika musiknya lambat dan tenang, dan masih ada banyak contoh yang lain.

Demikianlah musik mempunyai kekuatan yang luar biasa bahkan kita dapat menyimpulkan bahwa musik merupakan bagian hidup manusia pada umumnya. Maka sejak semula Gereja tidak pernah melepaskan diri dari musik.

Akhirnya, untuk berbicara tentang �Bagaimana memilih lagu�, marilah kita terlebih dulu bicara tentang MUSIK LITURGI

I. APAKAH MUSIK LITURGI ITU?
1. Musik yang digubah untuk perayaan liturgi suci
2. Dari segi bentuknya memiliki suatu bobot kudus tertentu
3. Katagori: Gregorian, polifoni suci, musik liturgi untuk organ atau alat musik lain yang sah.

II. CIRI-CIRI KHAS MUSIK LITURGI SEJATI
1. Syair diambil dari Kitab Suci dan selaras dengan ajaran ajaran Katolik
2. Ada peluang untuk partisipasi aktif bagi jemaat
3. Bisa untuk Paduan Suara besar atau kelompok koor kecil

III. TUJUAN DAN FUNGSI MUSIK LITURGI
Tujuan Musik Liturgi yakni untuk memuliakan Allah dan menguduskan kaum beriman. Musik Liturgi menjadi semakin suci jika semakin erat hubungannya dengan upacara ibadat a.l :
1. Mengungkapkan doa-doa secara lebih menarik (decoratif)
2. Kesatuan umat beriman dapat dicapai secara lebih mendalam berkat perpaduan suara (unitatif)
3. Seluruh perayaan mempralambangkan secara lebih jelas liturgi surgawi yang dilaksanakan di kota suci Yerusalem baru (eskatologis)

IV. MUTU MUSIK LITURGI
1. Memperhitungkan kemampuan mereka yang akan menyanyikan lagu-lagu tersebut
2. Sesuai dengan fungsi dan jiwa perayaan liturgi itu sendiri
3. Selaras dengan hakekat masing-masing bagian dan tidak menghalangi partisipasi aktif dari umat.

V. PERAN MUSIK DAN NYANYIAN DALAM LITURGI
Peran musik dalam liturgi sangat luas, maka kita mengambil Perayaan Ekaristi yang merupakan sumber dan puncak seluruh hidup kristiani. Sementara itu Perayaan Ekaristi juga merupakan tingkatan tetinggi dan puncak dari seluruh perayaan liturgi gereja.

VI. UNSUR-UNSUR DALAM PERAYAAN EKARISTI

1. Perarakan masuk
2. Pernyataan tobat
3. Gloria/Kemuliaan
4. Doa pembuka
5. Bacaan-bacaan dari Alkitab
6. Mazmur Tanggapan
7. Bait Pengantar Injil
8. Perayaan Iman
9. Doa Umat
10. Persiapan Persembahan
11. Doa persiapan Persembahan
12. Prefasi - Sanctus
13. Doa Syukur Agung
14. Bapa Kami
15. Ritus Damai
16. Pemecahan Roti - Agnus Dei
17. Pembagian Komuni
18. Doa sesudah Komuni
19. Berkat - Pengutusan
20. Perarakan keluar

VII. JENIS-JENIS NYANYIAN DALAM PERAYAAN EKARISTI

1. Aklamasi
Seruan atau pekik sukacita seluruh jemaat sebagai tanggapan atas sabda dan karya Allah:
a. Bait Pengantar Injil
b. Sanctus (Kudus) + Prefasi oleh Imam
c. Aklamasi Anamnese (+ seruan /ajakan Imam)
d. Amin Meriah (+ doksologi DSA oleh Imam )
e. Doksologi �Bapa Kami� ( Doa Tuhan)

2. Nyanyian Perarakan
Berkaitan dengan �menyambut�simbol kehadiran Kristus, meningkatkan kesadaran akan persekutuan, ada antiphon khusus dalam Misale Romawi.
a. Perarakan masuk
b. Perarakan Komuni

3. Mazmur Tanggapan
Menanggapi sabda Allah selaras dengan thema bacaan Misa.

4. Nyanyian �Ordinarium�
Pilihan bebas, kadang boleh diucapkan saja.
a. Kyrie (Tuhan Kasihanilah Kami)
b. Gloria (Kemuliaan)
c. Doa Tuhan �Bapa Kami� (+ ajakan dan embolisme Imam serta doksologi Jemaat atau + tanpa embolisme)
d. Agnus Dei (Anak Domba Allah): Pemecahan Roti
e. Credo (Aku Percaya)

5 . Nyanyian Tambahan
Tanpa tuntutan teks / ritus khusus (boleh koor saja)
a. Persiapan Persembahan
b. Madah / Doa Syukur sesudah komuni
c. Penutup / Perarakan keluar
d. Litani

VIII. PERAN MUSIK DAN NYANYIAN DALAM PERAYAAN EKARISTI

Peran Lagu Pembukaan
1. Menghantar umat masuk ke dalam suasana misteri iman yang dirayakan pada liturgi tersebut
2. Membina kesatuan umat
3. Membuka Perayaan Ekaristi
4. Mengiringi berjalannya imam beserta pembantu-pembantunya

Peran Lagu Persembahan
1. Mengiringi perarakan bahan persembahan roti dan anggur
2. Membina kesatuan umat dan menghantar umat masuk ke dalam misteri Ekaristi Suci yang sedang disiapkan
Pada persiapan persembahan, pengiring dapat memainkan instrumen secara lembut, untuk menciptakan suasana hening. Keterangan: nyanyian persembahan hendaknya berlangsung sekurang-kurangnya sampai bahan persembahan diletakkan di atas altar.

Peran Lagu Komuni
1. Berfungsi meneguhkan persaudaraan, mempersatukan umat lahir dan batin sebagai tubuh Kristus
2. Membina suasana doa bagi umat yang baru berjumpa dengan Tuhan secara sakramental dalam komuni
3. Sederhana dan tidak menuntut banyak energi
4. Menjadi ungkapan kegembiraan dalam persatuan dengan Kristus dan pemenuhan misteri yang baru dirayakan
5. Pilihan lagu-lagu itu disesuaikan dengan masa liturgi
Lagu-lagu tersebut dapat dinyanyikan untuk mengiringi prosesi komuni

IX. BAPA KAMI

Kalau doa ini dinyanyikan dalam bahasa Latin, hendaknya dipakai lagu yang sudah disahkan; tetapi kalau dinyanyikan dalam bahasa pribumi, gubahan tersebut haruslah disahkan oleh pimpinan gereja setempat yang berwewenang. Prinsipnya, lagu doa Bapa Kami yang boleh digunakan dalam liturgi ialah:
1. Isi syair sesuai dengan teks resmi doa Bapa Kami
2. Melodi sesuai dengan jiwa liturgi Gereja
Kalau ada lagu doa Bapa Kami ciptaan sendiri, dengan lagu populer dan kurang religius dan menghilangkan beberapa pernyataan dari teks Injil kita, lagu tersebut jangan digunakan untuk liturgi.

X. SALAM DAMAI

Bagian ini bukan keharusan, tetapi jika lagu salam damai antar umat akan dinyanyikan, koor dapat mengajak umat untuk menyanyikan salam damai. Hendaknya salam damai dinyanyikan dalam suasana gembira, spontan ramah dan hormat. Situasi akan dirasa aneh, jika kita saling menyampaikan salam damai dalam suasana tegang, atau sedih atau cemberut. Maka Dirigen hendaknya mengajak umat dengan semangat dan dengan wajah gembira.

Peran Lagu Penutup
Lagu penutup ini tidak memiliki peran resmi untuk perayaan Ekaristi, meskipun demikian para petugas musik bebas merencanakan lagu penutup yang meriah. Maka peran nyanyian penutup adalah:
1. Menutup Perayaan Ekaristi
2. Memberi gairah dan semangat kepada umat agar mereka pergi menjalankan perutusan untuk mewartakan damai dan kebaikan Tuhan dengan gembira.
3. Mengiringi perarakan imam dan para petugas liturgi memasuki sakristi.

KESIMPULAN

BAGAIMANA CARA MEMILIH NYANYIAN LITURGI
Beberapa prinsip dalam memilih nyanyian liturgi


1. Nyanyian yang dipilih hendaknya sesuai dengan peran nyanyian itu. Apakah untuk pembukaan, untuk persembahan ataukah untuk lagu komuni. Masing-masing mempunyai karakternya sendiri.

2. Nyanyian hendaknya sesuai dengan masa dan tema liturgi (Adven, Natal, Paskah, Prapaskah, Pantekosta atau tema Pertobatan, Panggilan dlsb).

3. Nyanyian hendaknya mengungkapkan iman akan misteri Kristus. Apakah lagu itu membawa umat pada pengalaman iman akan Kristus dan kepada perjumpaan dengan Kristus. Bahwa Kristus hadir dalam liturgi harus terungkap dalam nyanyian liturgi itu. Itulah sebabnya isi syair dan melodi nyanyian liturgi harus benar-benar sesuai dengan citarasa umat dan dapat diterima oleh umat sebagai nyanyian liturgi.

4. Nyanyian liturgi melayani seluruh umat beriman Nyanyian liturgi merupakan bagian penting dari liturgi. Berhubung liturgi sendiri merupakan perayaan bersama, maka nyanyian itu harus melayani kebutuhan semua umat beriman yang sedang berliturgi. Yang harus dihindari adalah memilih lagu yang hanya berdasarkan selera pribadi atau kelompok. Kriteria lagu terletak pada apa yang dapat menjawab harapan dan kebutuhan umat agar perayaan liturgi sungguh menjadi perayaan bersama.

5. Pilihan nyanyian liturgi perlu memperhatikan pertimbangan pastoral dan praktis. Setiap nyanyian mempunyai peranan masing-masing, namun tidak berarti bahwa semuanya harus dinyanyikan, meskipun itu Perayaan Ekaristi meriah. Apabila semua lagu dinyanyikan, Perayaan Ekaristi menjadi terlalu lama. Ini disebut pertimbangan praktis.

Bibliography:
1. Liturgi yang anggun dan menawan karangan Gabe Huck
2. Nyanyian Liturgi karangan E Martasudjita Pr
3. Music in Catholic Worship
4. Musik Liturgi karangan CM Suryanugroho OSC

Sasana Widya Musik Gereja �MAGNIFICAT�, Jl Pakis Tirtosari XIII / 45 Surabaya, Phone / Fax: (031) 5621023; e-mail: sasanawidya@yahoo.com
http://www.indocell.net/

Wednesday, August 1, 2012

Memilih Lagu Dalam Ekaristi

Sebelum kita memilih lagu, baiknya kita mengerti tentang batasan2 yang ada dalam Mussica Sacra (MS) yaitu dok KV II Sacrosantum Concilium yang secara khusus mengatur soal Musik dalam Liturgi.

Seperti disebut dalam PUMR, ada kelompok lagu yang sama sekali tidak boleh dirubah syairnya (sesuai dgn teks asli) yaitu Madah Kemuliaan (Gloria), Syahadat (Credo), Bapa Kami (Pater Noster) dan Anak Domba Allah (Agnus Dei) yang masuk dalam kelompok lagu Ordinarium (ditambah Kyrie dan Santus+Benedictus), dan ada Kelompok Lagu yang teksnya dapat dirubah sesuai dengan thema perayaan pada hari itu.

Pemahaman mengenai Musik Liturgi sangat penting untuk menjaga Tradisi Suci dalam Gereja Katolik. Ada hal2 pokok yang perlu dipahami dalam hal ini yaitu :

1. Musik Liturgi adalah musik yang memang digubah untuk perayaan Liturgi
2. memiliki bobot kekudusan
3. masuk dalam kategori musik Gregorian, polifoni suci, musik liturgi untuk organ atau alat musik lain yang sah

Selanjutnya kita perlu melihat ciri sejati dari Musik Liturgi yaitu :
* Syair bersifat biblis atau dari sumber lain yang sesuai dgn ajaran Gereja Katolik.
* Umat dapat mengikuti nyanyian (partisipasi Aktif).
* Lagu dapat dinyanyikan baik oleh kelompok paduan suara besar maupun kecil

Dengan memperhatikan poin2 tsb di atas, maka kita semua akan semakin sadar betapa "Musik dan Nyanyian dalam Liturgi memiliki peranan luas dan penting sebagai sarana penunjang bagi kita semua yang hadir untuk mencapai suasana sakral dan dapat lebih merasakan kehadiran Allah dalam Ekaristi" dan yang paling penting adalah tidak menjadikan Ekaristi sebagai "Pertunjukkan Konser" di mana umat menjadi penonton.

Yang terakhir adalah memperhatikan tingkat kesulitan dari lagu tersebut dan mengukur kemampuan mereka yang akan menyanyikan lagu tersebut, karena jika ini tidak diperhitungkan, dampaknya ada 2 yaitu : Nyanyian pada akhirnya hanya untuk kepuasan sekelompok orang saja dan dampak yang kedua karena terlalu sulit akhirnya lagu berhenti di tengah2 dan ini jelas akan membuyarkan suasana sakral, karena pasti akan menimbulkan bisik2 dan kasak kusuk dari semua yang hadir dalam perayaan ekaristi.

Disinilah perlunya persiapan sebelum membawakan nyanyian dalam Ekaristi sebaik-baiknya karena lagu2 yang kita nyanyikan bukanlah untuk diri kita sendiri, kelompok, maupun umat yang hadir, tetapi lebih dipersembahkan kepada Kristus Putra Allah yang selalu hadir dalam setiap perayaan Ekaristi

Demikian, Semoga bermanfaat

Sumber : http://belajarliturgi.blogspot.com/

Saturday, July 28, 2012

Sekilas Jejak Historis Lektor dalam Ekaristi

Keberadaan seorang pembaca Sabda Allah (lector, Latin) dalam peribadatan suci sudah ditemukan dalam tradisi agama Yahudi. Jejaknya dapat dijumpai terutama dalam sumber Perjanjian Lama. Bahkan, dalam sumber Perjanjian Baru, jejak itu masih tampak saat Yesus datang ke Nazaret (Luk 4:16-30), masuk ke rumah ibadat, lalu membaca dan mengajar dari teks Yesaya 61:1-2 : "Roh Tuhan ada pada-Ku / oleh sebab la telah mengurapi Aku / untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin / dan la telah mengutus Aku / untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan / dan penglihatan bagi orang-orang buta / untuk membebaskan orang-orang yang tertindas / untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.�

Dari tradisi peribadatan Yahudi di sinagoga itu, biasanya seorang tampil dari tengah jemaat. Kepadanya diberikan kitab yang diambil dari Kitab Taurat dan Para Nabi. Dan setelah dibuka, dibacalah salah satu teks. Selesai pembacaan, kitab tersebut ditutup dan kemudian diberikan kembali kepada pejabat. Pengajaran menyusul kemudian. Meneruskan tradisi Yahudi, kebiasaan membaca Kitab Suci juga ditemukan dalam era Gereja Perdana (bdk Kis 2:41-47).

Dalam tradisi Gereja, keberadaan lektor ditemukan jejaknya dalam periode abad-abad pertama sejarah kekristenan. Homili St Yustinus martir (wafat sekitar thn 165) menyebut adanya pembaca liturgis, anaginoskon. Paus Cornelius I (251-253), dalam suratnya kepada Fabius dari Antiokhia, menunjukkan bahwa Gereja Roma pada saat itu, selain mempunyai 42 akolit dan 52 eksorsis, memiliki juga sejumlah lektor. Jejak adanya lektor juga ditemukan di Gereja Cirta, Afrika, pada abad keempat saat dilaporkan bahwa Gereja setempat memiliki 4 imam, 3 diakon, 4 subdiakon dan 7 lektor.

Dalam abad-abad awal kekristenan, pembacaan Kitab Suci dalam liturgi, termasuk surat-surat Perjanjian Baru dan Injil, dibawakan oleh lektor. Peran lektor sangat penting dan terhormat, masuk dalam tata tahbisan minor subdiakon, diberikan dalam ritus khusus melalui penumpangan tangan uskup dan disertai doa. Dalam tradisi Gereja Barat, lektor termasuk dalam tingkat kedua dari tata tahbisan minor (ostiarius, lector, exorcista, acolythus). Untuk tingkat tahbisan minor ini tidak dikenakan kewajiban selibat. Juga dalam kebiasaan Gereja Timur, para lektor termasuk dalam tata tahbisan minor sebelum penerimaan diakonat - suatu jenjang menuju imamat dalam tata tahbisan mayor. Dapat dipahami kemudian bahwa peran lektor mengandaikan standar pendidikan khusus. Meskipun eksklusif untuk mereka yang tertarik menjadi imam, kehadiran schola lectorum (sekolah para lektor) pada abad kelima memberi indikasi kuat tentang pentingnya peranan membaca Sabda Allah oleh seorang yang memiliki kualifikasi pantas. Bahkan pada abad 6-7, dengan munculnya schola cantorum (sekolah menyanyi), pembacaan Sabda Allah dengan cara melagukan semakin melambungkan gengsi peran lektor.

Kehormatan peran lektor cukup ditampakkan juga oleh Kanon Barat, khususnya no. 8, yang diyakini berasal dari abad keenam, yang berbicara tentang tata cara pentahbisan. Kanon 8 tersebut menyebutkan, �Ketika seorang lektor ditahbiskan hendaklah uskup berbicara tentang dia kepada jemaat sambil menunjukkan (kelayakan) iman, hidup dan kemampuannya. Setelah itu, sementara jemaat memandangnya, hendaklah uskup memberikannya buku (Kitab Suci), yang darinya harus dibacanya, sambil berkata kepadanya: Terimalah ini dan jadilah pewarta Sabda Allah.�

Sementara kehormatannya tetap terjaga, secara perlahan wilayah tugas lektor berkurang. Sekarang, terutama sejak ada pembaharuan dalam Gereja Roma melalui Konsili Vatikan II (1962-1965) - termasuk pembaharuan dalam liturgi, hak membaca Injil mulai dicabut dari peran lektor. Tugas membaca Injil hanya dipercayakan kepada diakon, atau imam konselebran jika tak ada diakon, atau imam selebran bila tidak ada diakon maupun imam konselebran (PUMR 59). Sedang pembacaan Kitab Suci kecuali Injil - berarti hanya kitab-kitab Perjanjian Lama dan surat-surat Perjanjian Baru, menjadi tugas lektor terlantik (PUMR 99). Meski demikian, bila dalam Perayaan Ekaristi tidak ada lektor terlantik, tugas pembacaan Kitab Suci - melalui Bacaan I dan II, dapat dibawakan oleh umat awam, baik pria maupun wanita, yang memiliki kelayakan. Namun, tak boleh ditolerir, mereka �harus sungguh trampil dan disiapkan secara cermat untuk melaksanakan tugas ini, sehingga dengan mendengarkan bacaan-bacaan dari naskah kudus, umat beriman dapat memupuk dalam diri mereka rasa cinta yang hangat terhadap Alkitab� (PUMR 101).

Sumber : http://programkatekese.blogspot.com/