Latest News

Friday, October 12, 2012

Busana Asisten Imam

Bagaimana model jubah Asisten Imam yang benar? Atau tepatnya, seperti apa busana yang harusnya dikenakan Asisten Imam atau Pro Diakon yang nama resminya adalah Pelayan Komuni Tak Lazim? Bagaimana aturan gereja Katolik mengenai hal ini? Di beberapa gereja yang sempat saya kunjungi ada praktik-praktik yang sudah baik dan benar, tapi ada pula yang menyalahi aturan liturgi atau menyimpang dari tradisi gereja Katolik.

Pedoman Umum Misale Romawi menyebut bahwa "Busana liturgis yang lazim digunakan oleh semua pelayan liturgi, tertahbis maupun tidak tertahbis, ialah alba, yang dikencangi dengan singel, kecuali kalau bentuk alba itu memang tidak menuntut singel. Kalau alba tidak menutup sama sekali kerah pakaian sehari-hari, maka dikenakan amik sebelum alba. ..." (PUMR 336) Lebih lanjut ditulis "Akolit, lektor dan pelayan awam lain boleh mengenakan alba atau busana lain yang disahkan oleh Konferensi Uskup untuk wilayah gereja yang bersangkutan." (PUMR 339)

Di atas adalah pasal-pasal yang membolehkan Pelayan Komuni Tak Lazim pakai alba. Saya perlu garis bawahi di sini, membolehkan, bukan mengharuskan. Lho, jadi Asisten Imam tidak harus pakai alba? Jawabnya tidak, bahkan tidak harus pakai busana liturgis apapun. Busana awam sehari-hari pun juga boleh. Memang, di Vatikan nggak ada Pelayan Komuni Tak Lazim (karena jumlah imam yang bisa bantu bagi komuni sudah lebih dari cukup); dalam kasus ini Vatikan nggak bisa kita jadikan acuan. Yang jelas, di Vatikan Lektor nggak pakai busana liturgis apapun. Lektor yang adalah awam, ya berbusana awam, sopan dan rapi. Di Amerika Serikat, Pelayan Komuni Tak Lazim dan Lektor pun berbusana awam biasa. Kesimpulannya, sekali lagi tidak harus pakai busana liturgis apapun, tapi seandainya toh mau pakai, bisa pakai alba.

Di foto paling atas, para pelayan komuni tak lazim di Katedral Hati Kudus Yesus Surabaya memakai alba model Roma, dengan ploi/lipit (lipatan), dan dikencangkan dengan singel. Mungkin lebih jelas lagi di foto yang hanya seorang AI ini. Longgar sekali memang alba ini, di bagian bawah kelilingnya 3 meter. Itu yang bikin indah. Oh ya, alba ini nggak semahal yang dibayangkan orang. Berikut singelnya harganya nggak lebih dari Rp 180.000. Silakan klik di foto untuk memperbesar.

Masih ada lagi yang bisa disimpulkan dari aturan di atas. Yang pertama, amik, alba dan singel bukanlah monopoli imam. Amik, alba dan singel adalah busana semua pelayan liturgi, tertahbis (uskup, imam dan diakon) maupun tidak (awam). Yang kedua, sekiranya dipandang perlu untuk menggunakan busana lain (selain alba), adalah konferensi uskup yang berhak memutuskannya (bukan seorang uskup, sekalipun untuk wilayahnya sendiri). Yang ketiga, yang benar adalah alba, bukan jubah.

Apa sebenarnya beda alba dengan jubah? Kita semua pernah melihat imam atau uskup pakai jubah. Biasanya jubah dibuat dari bahan yang relatif lebih tebal jika dibandingkan dengan alba. Harusnya jubah klerus dibuat dari wol atau bahan yang setara mutunya (Ut Sive Sollicite 1969). Pada bagian badan atas sampai dengan pinggang, jubah tidak longgar, pas di badan. Alba biasanya dibuat dari bahan yang relatif lebih tipis dari jubah dan berukuran besar (longgar) dari atas sampai ke bawah, makanya perlu diikat dengan singel. Alba selalu berwarna putih, jubah tidak. Bahkan, menurut tradisi katolik jubah warna putih sebenarnya merupakan privilese paus. Kalau mau tahu lebih detil boleh baca artikel saya tentang Busana Imam ini.

Yang terakhir yang mau saya sampaikan, kalau mau pakai busana liturgis ya pakailah alba dan singel (plus amik, kalau perlu). Itu aja. Jangan ditambah apa-apa lagi, kawatirnya malah jadi salah. Coba lihat Busana AI di foto sebelah ini. Yang pertama, ini adalah jubah, bukan alba, jadi kurang tepat. Lalu, ada tambahan asesoris salib dada. Ini juga kurang tepat dan bahkan menyalahi aturan busana gereja Katolik, karena salib dada (cruce pectoralis), model apapun, merupakan privilese uskup. Kalau mau tahu lebih detil juga, boleh baca artikel saya yang lain tentang Busana Uskup.

Sumber : http://tradisikatolik.blogspot.com/search/label/Lektor

Sunday, October 7, 2012

Info Buku: EVANGELIARIUM

Buku Evangeliarium memuat perikop-perikop Injil yang diwartakan dalam perayaan liturgi pada hari Minggu, Hari Raya, Pesta Tuhan dan Hari Khusus, serta dalam Perayaan dan Misa misa Ritual, seperti Liturgi Inisiasi, Liturgi Tahbisan, Penerimaan Calon untuk Diakon dan Imamat, Pelantikan Pelayan Liturgi, Liturgi Orang Sakit, Liturgi Perkawinan, Pemberkatan Abas dan Abdis, Pengudusan Perawan dan Pengikraran Kaul, serta Pemberkatan Gereja, Altar, Piala dan Patena.

Dalam perayaan-perayaan Liturgi meriah, khususnya dalam Perayaan Ekaristi, Evangeliarium diberi penghormatan sangat khusus, misalnya diarak dengan sedikit diangkat pada saat perarakan masuk, didupai, dicium setelah pewartaan Injil dan Uskup memberkati Umat dengan buku ini dalam bentuk tanda salib besar.

Peranan simbolis.

Sesuai dengan keluhuran martabat dan peranan simbolis dari buku liturgis resmi Bahasa Indonesia untuk Ritus Latin ini, maka Evangeliarium disusun dengan baik dan dicetak dalam bentuk yang besar, indah dan menawan.

Spesifikasi buku Evangeliarium yang dicetak oleh Percetakan PT Gramedia, antara lain sebagai berikut:

Ukuran buku 24 cm x 34 cm, 780 halaman, beratnya sekitar @ 5 kg. Agar buku ini dapat disimpan dengan baik, setelah digunakan, disertakan juga Box Sleeve (kotak penyimpan).

Promulgasi Presidium KWI

Dalam Surat Promulgasi KWI yang ditanda tangani oleh Mgr. M.D Situmorang OFMCap (Ketua KWI) dan Mgr. Johannes Pujasumarta (Sekretaris Jendral KWI), menyebutkan bahwa pada awal Pekan Suci, Minggu Palma, 17 April 2011, buku Evangeliarium ini mulai diberlakukan secara resmi untuk digunakan dalam perayaan liturgi di keuskupan-keuskupan di seluruh Indonesia. Gereja Katedral, Gereja Paroki, Kapel-kapel Seminari dan Biara diharapkan memiliki dan menggunakan buku liturgi Evangeliarium ini. Tata cara penggunaan buku Evangeliarium dijelaskan pada bagian awal buku ini.

Tentang Evangeliarum

Kehadiran Kristus secara khusus dinyatakan dalam pembacaan Injil. Dalam bentuk simbolis pesan ilahi mau dinyatakan secara publik, resmi dan agung. Maka, ada suatu ritus yang mendahului Bacaan Injil. Ritus ini disebut Ritus Perarakan Buku Bacaan Injil.

Istilah latin untuk Buku Bacaan Injil ialah Evangeliarium, yaitu suatu buku khusus yang berisi bacaan-bacaan dari Injil dan berfungsi sebagai buku liturgis. Bacaan-bacaan itu sudah dipilih dan diedit untuk keperluan Liturgi Sabda, sesuai dengan Tata Bacaan Misa. Biasanya, Kitab Injil itu berhias dan tampak anggun, karena Buku ini juga merupakan simbol Kristus yang hadir dalam perayaan liturgi.

Lectionarium adalah Buku Bacaan Misa yang berupa kumpulan bacaan-bacaan litugis untuk Perayaan Ekaristi, termasuk Injilnya juga. Jadi, yang diarak bukan Lectionarium tetapi Evangeliarium dalam prosesi masuk pada Ritus Pembuka.

Dalam perarakan masuk, sambil membawa Kitab Injil (Evangeliarium) yang sedikit diangkat, diakon (bukan prodiakon) berjalan di depan imam atau di sampingnya. Setibanya di depan altar, diakon langsung menempatkan Evangeliarium di tempatnya, sesudah itu ia bersama imam mencium altar.

Kalau dalam perayaan Ekaristi dipakai dupa, waktu bait pengantar Injil dilagukan, diakon membantu imam mengisi pendupaan. Kemudian ia membungkuk khidmat di depan imam dan meminta berkat, sesudah itu diakon membungkuk mengambil Kitab Injil yang sedikit diangkat. Para putra altar yang membawa pendupaan serta lilin berjalan di depan diakon. Sesampainya di mimbar, diakon sambil membuka tangan, memberi salam kepada umat untuk mewartakan injil. Setelah selesai mewartakan Injil, diakon membawa Kitab Injil ke tempat lain yang telah disediakan yang anggun dan serasi (bukan di altar).

Sumber : http://santoantonius.blogspot.com/2011/04/buku-liturgi-evangeliarium.html

Friday, October 5, 2012

Sikap-Sikap Liturgi

Berlutut
Bertekuk lutut berarti memperkecil diri dihadapan Allah. Orang yang sombong selalu mengangkat kepalanya dan menegakkan badannya, merasa lebih tinggi, lebih hebat daripada orang lain. Sebaliknya, orang rendah hati senantiasa menyadari bahwa dirinya amat kecil di hadapan Tuhan. Maka ia berlutut.

Tunduk Kepala
Menundukkan kepala dan membungkuk merupakan cara-cara menghormati seseorang. Membungkuk adalah tanda penghormatan yang lebih besar. Di altar kita tidak hanya menundukan kepala, tetapi sungguh membungkuk untuk merendahkan diri.

Berdiri
Pada permulaan Misa, bila imam bersama dengan misdinar datang ke altar, umat berdiri. Sikap berdiri itu merupakan tanda hormat kepada imam yang mewakili Kristus. Berdiri yang baik adalah berdiri tegak dengan kedua kaki dan tidak bersandar pada apapun.

Duduk
Duduk adalah sikap yang tenang. Duduk adalah sikap orang sedang memikirkan atau mendengarkan sesuatu. Misalnya duduk mendengarkan khotbah, sikap ini menolong kita agar mendengarkan dengan penuh perhatian dan merenungkan apa yang baru didengarnya.

Berjalan
Kita berjalan, kalau kita ingin menuju suatu tempat untuk melakukan sesuatu. Sama halnya di gereja. Tetapi di gereja tidak pernah tergesa-gesa. Untuk Tuhan kita selalu mempunyai waktu seluas-luasnya. Misdinar yang berjalan tergesa-gesa seperti orang gugup, tidak dapat menciptakan suasana tenang dan khidmat.

Mengatup tangan
Dari pagi hingga malam hari kita terus-terusan memakai tangan untuk segala macam keperluan. Tangan kita selalu sibuk. Tetapi bila kita mengatup tangan, kita menjadi tenang. Hentikan kesibukan. Kita dapat memusatkan pikiran, dengan menyadari bahwa Kristus bersama dengan kita. Kita berani menyerahkan jiwa dan raga kepadaNya, biarlah Dia yang menjaga dan memelihara kita.

Berdoa dengan tangan terentang
Dalam misa kita dapat melihat imam beberapa kali merentangkan tangan, yaitu bila mengucapkan doa. Berdoa dengan tangan terentang adalah suatu sikap doa yang sudah dipakai sejak abad-abad pertama. Dengan sikap itu kita menyatakan penyerahan kita kepada kehendak Bapa. Sikap itu mengingatkan kita kepada Yesus yang rela merentangkan tangannya di atas kayu salib. Maka selayaknya kita mengikuti sikap itu, ketika sedang menyanyikan / berdoa Bapa Kami.

Membuat Tanda Salib
Dengan membuat tanda salib kita mengenangkan pembaptisan kita �Demi nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus�, tanda salib merupakan tanda iman kita. Tanda itu kita gunakan untuk memulai dan mengakhiri doa yang kita panjatkan. Ada pula tanda salib kecil yang biasa kita lakukan dengan ibu jari tiga kali ketika Bacaan Injil.

Adapun kata-katanya adalah �InjilMu kuterima dengan budi, kuakui dengan mulutku dan kusimpan dalam hatiku�

Mengecup
Mengecup adalah tanda untuk menyatakan bahwa kita mencintai seseorang atau sesuatu. Ibadat Ekaristi dirayakan di altar, bahkan Tubuh dan Dara Kristus diletakan di altar. Maka pada awal dan akhir Misa, imam selalu mengecup altar. Itu sebagai tanda bahwa ia menyatakan rasa cinta dan hormatnya bagi altar sebagai tempat kehadiran Kristus.

Bersalaman
Orang bersalam-salaman dengan banyak cara. Dalam Misa, sebelum komuni, imam kadang-kadang mengajak umat untuk bersalaman (Salam Damai). Hal itu dilakukan dengan berjabat tangan. Kita mau hidup rukun dengan Tuhan, berarti kita mau hidup rukun dengan sesama kita.

Menepuk dada
Menepuk dada adalah tanda penyesalan. Kita lakukan ketika mengatakan �Saya berdosa, saya berdosa, saya sungguh berdosa� dalam doa : saya mengaku. Juga pada mengakhiri doa Anak Domba Allah dengan kata �Kasihanilah kami� kita melakukannya dengan mengepal tangan kanan dan memukul ke dada.

Bersila
Bersila adalah sikap duduk dengan melipat dan menyilangkan kaki. Sikap doa khas Timur ini, yang tersebar di seluruh Asia Selatan dan Timur, dari India sampai ke Jepang, adalah amat baik untuk dipakai dalam perayaan liturgi juga. Pada saat-saat tertentu misdinar dapat memakai sikap ini.

Sembah
Sembah juga dikenal di banyaj negara Asia sebagai pernyataan hormat dan penyembahan. Alangkah baiknya bila kita pakai, untuk menyembah Sakramen Mahakudus.

Sumber http://misdinarkramat.wordpress.com/2011/01/29/sikap-sikap-liturgi/

Tuesday, October 2, 2012

Doa-doa Harian

Bapak kita Santo Fransiskus dari Assisi mengajak kita agar senantiasa berdoa: memuji dan memuliakan Tuhan, menyembah dan bersyukur kepada-Nya, memohon ampun dan berkat-Nya di mana pun kita berada. Berikut ini adalah doa-doa yang dapat kita pakai setiap hari, sendiri maupun bersama dalam keluarga. Dapat juga ditularkan kepada orang lain.

1. Doa Kami Menyembah Engkau
(doa sederhana ini diucapkan ketika memulai setiap ibadat)

Kami menyembah Engkau, Tuhan Yesus Kristus, di sini dan di semua Gereja-Mu di seluruh dunia, dan kami memuji Engkau, sebab Engkau telah menebus dunia dengan salib-Mu yang suci.

2. Doa Salib
(untuk mengenang sengsara Tuhan diucapkan sambil berlutut, tangan diangkat, telapak tangan terbuka):
1 x Bapa Kami
1 x Salam Maria
1 x Kemuliaan
(diulang sebanyak 5 kali, doa ini dapat dibuka dan ditutup dengan doa �Kami Menyembah Engkau�.� seperti di atas)

3. Ofisi Ilahi/Ibadat Harian
(doa ini diucapkan secara lisan. Dapat diucapkan di tempat mana pun, sesuai dengan kesibukan masing-masing; dapat juga diucapkan dalam hati, bila keadaan tidak memungkinkan):

Ibadat Pagi/Laudes
(antara pkl 05:00 - pkl 07:00)
Tanda Salib
Doa �Kami Menyembah Engkau�.�
I x Aku Percaya, 5 x Bapa Kami, dan 1 Kemuliaan
Tanda Salib
Doa �Kami Menyembah Engkau�.�

Ibadat Siang
(antara pkl 09.00 - pkl 16.00. Doa ini dapat diucapkan dalam tiga kesempatan, yakni):
Antara jam 09.00 - jam 10.00 (Tertia)
An tam jam 11.00 - jam 12.00 (Sexta)
Antara jam 14.00 - jam 15.00 (Nona)
Tanda Salib
Doa �Kami Menyembah Engkau�.�
1 x Aku Percaya, 7 x Bapa Kami, dan 1 x Kemuliaan
Tanda Salib
Doa �Kami Menyembah Engkau�.�

Ibadat Sore/Vesperae
(antara pkl. 17.00 - pkl 20.00)
Tanda Salib
Doa �Kami Menyembah Engkau�.�
1 x Aku Percaya, 12 x Bapa Kami, dan 1 x Kemuliaan
Tanda Salib
Doa �Kami Menyembah Engkau�.�

Ibadat Penutup/Completorium
(menjelang tidur atau setelah pkl. 21.00)
Tanda Salib
Doa �Kami Menyembah Engkau�.�
1 x Aku Percaya, 7 x Bapa Kami, dan 1x Kemuliaan
Tanda Salib
Doa �Kami Menyembah Engkau�.�

Ibadat Bacaan:
Tanda Salib
Doa �Kami Menyembah Engkau�.�
1 x Aku Percaya, 24 x Bapa Kami, dan 1 x Kemuliaan
Tanda Salib
Doa �Kami Menyembah Engkau�.�

4. Doa Waktu Melayat
(atau kapan saja, untuk orang yang meninggal):
Tanda Salib
Doa �Kami Menyembah Engkau�.�
7 x Bapa Kami
Tuhan berilah dia (mereka) istirahat yang kekal
Tanda Salib
Doa �Kami Menyembah Engkau�.�

5. Doa mohon ampun atas dosa-dosa
(diucapkan setiap hari)
Tanda Salib
Doa �Kami Menyembah Engkau�.�
3 x Bapa Kami
Tanda Salib
Doa �Kami Menyembah Engkau�.�

dikirim oleh: Alfons S. Suhardi, OFM
Dikutip dari : http://ofm.or.id/doa-doa-harian/

Monday, September 24, 2012

Lectio Divina : Metode Mendalami Kitab Suci

Lectio Divina adalah pembacaan Kitab Suci yang direnungkan dengan tujuan untuk berdoa dan hidup dari Sabda Allah. Allah bersabda ketika kita membaca Kitab Suci (Lectio) dan kita mendengarkan lalu berusaha memahaminya (meditatio). Lalu kita menyampaikan tanggapan dalam doa (Oratio). Sabda Allah yang sudah kita dengarkan itu selalu kita ingat (Contemplatio) dan kita jalankan dalam kehidupan (Actio).

Lectio.
Pada tahap Lectio kita membaca teks untuk memahami apa yang dikatakan oleh teks. Dalam Kelompok Kitab Suci tahap ini dapat dilakukan demikian: pemandu membacakan dan memberi penjelasan atau berdiskusi untuk memahami isi.

Meditatio.
Pada tahap meditation, kita berusaha menemukan arti teks dan menerapkannya pada diri sendiri. Dalam Kelompok Kitab Suci para peserta diajak masuk dalam suasana hening dengan mata terpejam untuk :
1. Membayangkan peristiwa yang diceritakan atau mengingat kembali isi teks.
2. Mencari: �Pesan apa yang saya pelajari dari Sabda yang baru direnungkan?�
3. Apa peran pesan itu bagi saya: mengingatkan, menegur, menguatkan, menghibur?

Kemudian para peserta diminta untuk membuka mata lalu menuliskan pesan yang baru direnungkan dan membagikan kepada peserta lain yang direnungkannya. Hal ini dilakukan dengan membacakan apa yang sudah ditulis.

Oratio.
Pada tahap ini kita menyampaikan doa yang digerakkan dan diilhami oleh Sabda. Doa ini merupakan tanggapan kita atas Sabda yang baru didengarkan, bisa berupa pujian, syukur, permohonan, dsb. Dalam kelompok kitab Suci, peserta diajak untuk mempersiapkan doa secara tertulis. Kemudian satu demi satu peserta diminta membacakan doa yang telah ditulis. Rangkaian doa ditutup dengan �Bapa Kami�.

Contemplatio.
Contemplatio merupakan sikap hidup dihadirat Allah. Kita menjalani kehidupan sambil memandang Allah dan selalu menyadari bahwa Allah selalu bersama kita. Sabda yang sudah direnungkan dan didoakan itu selalu kita ingat dalam kehidupan kita.

Actio.
Actio merupakan tindakan nyata untuk melaksanakan Sabda Allah yang telah didengarkan. Dengan demikian, kehendak Allah yang dinyatakan dalam Kitab Suci terlaksana dalam kehidupan kita.
Sumber : http://www.renunganhariankatolik.com/2012/07/lectio-divina.html

Monday, September 17, 2012

Musik Liturgi Gereja Katolik Roma

Musik liturgi adalah Musik yang digubah untuk perayaan liturgi suci di mana dari segi bentuknya memiliki suatu bobot kudus tertentu seperti contohnya Kategori: Gregorian, polifoni suci, musik liturgi untuk organ/alat musik yang sah, musik liturgi rakyat. (MS 4 )

Dari pengertian itulah, dalam SC 121 diberikan batasan tentang musik liturgi sejati yang harus memiliki ciri :
* Bisa untuk paduan suara besar atau kelompok koor kecil

Memiliki peluang untuk partisipasi aktif umat (lagu sudah dikenal umat)
Syair harus selaras dengan ajaran Katolik; ditimba dari Alkitab dan sumber-sumber liturgi.

Tujuan dan Fungsi Musik Liturgi
Tujuan utama dan fungsi dari musik dalam liturgi adalah :
�Doa diungkapkan secara lebih menarik (dekoratif) sehingga Misteri liturgi, yang sedari hakikatnya bersifat hirarkis dan jemaat, dinyatakan secara lebih jelas (diferensiatif)� (MS 5)
Kesatuan hati dapat dicapai secara lebih berkat perpaduan suara (unitatif)
Hati lebih mudah dibangkitkan ke arah hal-hal surgawi berkat keindahan upacara kudus (transendental)

Seluruh perayaan dengan lebih jelas mem�pralambangkan liturgi yang dilaksanakan di kota suci Yerusalem baru (eskatologis).
Dari situ, music dalam liturgy perlu diatur dan ditata, sebagaimana dalam disebutkan dalam MS 6 yaitu :
Pengaturan perayaan liturgis secara tepat menuntut pembagian yang tepat dan penampilan fungsi-fungsi tertentu
Bagian-bagian yang sedari hakikatnya menuntut nyanyian, hendaknya dinyanyikan dengan mempergunakan jenis serta bentuk musik yang selaras dengan corak khasnya

Kriteria Mutu untuk Musik Liturgi
MS 9 :
* Diperhitungkan kemampuan mereka yang harus menyanyikannya-Sesuai dengan jiwa perayaan liturgis itu sendiri
* Selaras dengan hakikat bagian setiap bagian dan tidak menghalangi partisipasi aktif dari umat

MS 10 :
Selayaknya bentuk perayaan dan tingkat partisipasinya bervariasi sebanyak mungkin-Sesuai dengan kemeriahan pesta dan keadaan umat yang hadir.

MS 11 :
Kemeriahan sejati liturgi :
Tidak tergantung semata-mata pada indahnya nyanyian atau bagusnya upacara, melainkan pada makna dan perayaan yang memperhitungkan keterpaduan perayaan liturgis dan pelaksanaan setiap bagian sesuai ciri-ciri khasnya. Bertentangan jika ada bagian yang dihilangkan, diubah, atau dibawakan dengan tidak semestinya

Alat Musik Liturgi
Alat musik yang dipergunakan dalam liturgi memiliki manfaat sebagai berikut (MS 62) :
Mengiringi lagu-lagu (=berfungsi sebagai rhytm section untuk mengiringi nyanyian�jadi tidak mendominasi nyanyian itu dengan suara hingar bingarnya)
Permainan instrumental tunggal (=ada saat-saat umat membutuhkan konsentrasi batin, sehingga dibutuhkan instrumental untuk membantunya dengan memainkan instrumental lagu yang sesuai dengan kondisi itu)

Perkembangan inovasi dari alat musik dirasakan begitu pesat, bahkan pada akhirnya orang sering bingung dengan suara asli alat musik tersebut sebenarnya seperti apa, karena begitu banyak sound effect yang bisa digunakan oleh para musisi. Untuk itu Gereja Katolik merasa perlu untuk memberi batasan alat musik yang layak digunakan dalam liturgi untuk memberi batasan yang tebal antara Suasana Liturgi dan Suasana Sekular

SC 120 (~ MS 62)
Orgel pipa adalah alat musik yang dianggap bisa memberikan kesan Agung dari suara yang dikeluarkannya, untuk itu Gereja menganggap orgel sebagai alat musik yang paling diharapkan digunakan oleh Gereja.

Alat musik lain dapat juga dipakai asal sesuai dan dapat disesuaikan dengan:- Fungsi kudusnya- Keanggunan gedung gereja, dan- membantu memantapkan liturgi.

Mengingat Orgel bukanlah barang murah apalagi bagi gereja di Indonesia (Lagu Gereja pada umumnya membutuhkan sedikitnya 8-12 register pipa sedangkan satu register harganya sekitar 60-70 juta coba kalo dikaliin�bangkrut lah�!!!), meskipun Rm A. Sutanta,SJ yang merupakan tokoh musik gereja di Indonesia membuat orgel pipa dengan bahan Bambu untuk pipanya untuk menekan harga dan menggunakan plastik sebagai membran dalam pipanya (orgel asli menggunakan kulit), namun tetap saja harganya jauh lebih mahal dari organ.

Gereja mengeluarkan kebijaksanaan yang memperbolehkan menggunakan Organ maupun keyboard (alternatif terakhir) dengan catatan, register suara yang dipilih sedapat mungkin mendekati suara orgel.

MS 63 :
Untuk izin penggunaan hendaklah diperhitungkan masalah-Kebudayaan dan tradisi masing-masing bangsa-Alat musik yang menurut pendapat umum hanya cocok untuk musik sekular haruslah sama sekali dilarang penggunaannya untuk perayaan liturgis dan devosi umat-Memenuhi tuntutan perayaan liturgis-Menyemarakkan liturgi Memantapkan jemaat.

MS 64 :
Pengunaan alat musik :
1. Dapat merupakan dukungan kepada para penyanyi
2. Memudahkan partisipasi umat-Menciptakan kesatuan hati yang Mendalam antar jemaat
3. Bunyinya tak menenggelamkan suara para penyanyi (kata-kata harus bisa ditangkap)
4. Tak mengiringi bagian yang dibawakan imam/petugas (~ doa)

MS 65 :
Alat musik Dimainkan secara instrumental untuk Misa pada bagian: awal, sebelum imam sampai di altar, pada persiapan persembahan, pada komuni dan akhir perayaan.

MS 66 :
Permainan secara instrumental tidak diizinkan dalam masa: Adven, Prapaskah, Trihari Suci, dan dalam Ofisi/Misa Arwah

Intinya sekali lagi Jangan kita jadikan Misa sebagai sarana Pertunjukkan yang semata-mata untuk kepuasan kita saja atau beberapa gelintir orang.

Sumber : http://belajarliturgi.blogspot.com/