Latest News

Tuesday, April 9, 2013

Makna Doa Rosario

Doa Rosario adalah doa renungan
Doa Rosario adalah doa renungan. Sambil mendaras doa Salam Maria berulang-ulang (10 kali) para pendoa merenungkan salah satu misteri yang dirangkai dalam rosario. Pemahaman dan praktek ini sangat ditekankan oleh sejumlah dokumen dan pernyataan pimpinan Gereja:

1. Doa rosario adalah salah satu tradisi kontemplasi Kristiani yang terbaik dan paling berharga. Rosario adalah doa renungan yang khas. (Surat Apostolik Rosario Perawan Maria [RPM] no. 5)

2. Doa Rosario adalah sarana yang paling efektif untuk mengembangkan diri di kalangan kaum beriman, suatu komitmen untuk merenungkan misteri Kristiani; ini sudah diusulkan dalam surat Apostolik Novo Millennio Ineunte sebagai "latihan kekudusan" yang sejati. Kita memerlukan kehidupan Kristiani yang menonjol dalam seni berdoa.

3. Doa Rosario adalah doa renungan yang sangat indah. Tanpa unsur renungan, doa Rosario akan kehilangan maknanya. Tanpa renungan, doa Rosario menjadi ibarat tubuh tanpa jiwa, dan ada bahaya bahwa pendarasannya akan menjadi pengulangan kata-kata secara mekanis. Ini bertentangan dengan anjuran Yesus: "dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan." (Mat 6:7). Sedari hakikatnya, pendarasan Rosario membangun irama yang tenang dan tetap. Ini akan membantu orang untuk merenungkan misteri-misteri kehidupan Kristus. (Anjuran Apostolik Marialis Cultus, 2 Pebruari 1974, 156; RPM no. 12)

Doa Rosario adalah ringkasan Injil
Doa Rosario adalah "ringkasan Injil", karena di dalamnya dirangkai dan direnungkan sejarah keselamatan yang dipaparkan dalam Injil; mulai kisah-kisah sekitar inkarnasi sampai dengan kebangkitan dan kenaikan Tuhan. Dengan ditambahkannya satu rangkaian peristiwa baru, yakni peristiwa terang, doa Rosario menjadi ringkasan Injil yang lebih utuh. Kini renungan Rosario mencakup: peristiwa-peristiwa sekitar inkarnasi dan masa kecil Yesus (peristiwa-peristiwa gembira), peristiwa-peristiwa amat penting dalam pelayanan Yesus di hadapan umum (peristiwa-peristiwa terang), peristiwa-peristiwa sekitar sengsara-Nya (peristiwa-peristiwa sedih), dan kenangan akan kebangkitan-Nya (peristiwa-peristiwa mulia).

Doa Rosario adalah doa Kristologis
Doa Rosario adalah salah satu doa Kristiani yang sangat Injili, yang intinya adalah renungan tentang Kristus. Sebagai doa Injil, Rosario dipusatkan pada misteri inkarnasi yang menyelamatkan, dan memiliki orientasi Kristologis yang gamblang. Unsurnya yang paling khas adalah pendarasan doa Salam Maria secara berantai. Tetapi puncak dari Salam Maria sendiri adalah nama Yesus. Nama ini menjadi puncak baik dari kabar/salam malaikat, "Salam Maria penuh rahmat, Tuhan sertamu," maupun dari salam ibu Yohanes Pembaptis, "Diberkatilah buah rahimmu" (Lukas 1:42). Pendarasan Salam Maria secara berantai itu menjadi bingkai, dimana dirajut renungan atau kontemplasi atas misteri-misteri yang ditampilkan lewat Rosario. (Paus Paulus VI, Anjuran Apostolik Marialis Cultus, 2 Pebruari 1974, 46)

sumber :
http://ave-maria-ave.blogspot.com/

Saturday, March 30, 2013

Malam Paskah : Menantikan Kedatangan Tuhan Kembali


1. Makna :
Malam ini Gereja berjaga dalam doa (Latin: vigili, Jawa: tuguran, tirakat) dengan merayakan suatu liturgi agung untuk mengenangkan saat-saat Tuhan bangkit dari kematian. Gereja sesungguhnya sedang menantikan kedatangan Tuhan kembali. Inilah �bunda dari segala malam tirakat (vigili)�. Suatu malam pembebasan, seperti ketika bangsa Israel tetap berjaga-jaga menantikan Tuhan yang akan lewat dan membebaskan mereka dari penindasan bangsa Mesir. Malam Tuhan lewat (pesach) yang dikenangkan bangsa Israel setiap Tahun itu melambangkan saat kebangkitan Kristus (Paskah), malam pembebasan sejati, saat Kristus bangkit sebagai pemenang atas maut. Gereja juga memperingatinya setiap tahun.

2. Ketentuan liturgis :
a. Perayaan berlangsung pada malam hari. Tidak boleh sebelum matahari terbenam dan harus selesai sebelum fajar Hari Minggu.
b. Warna liturgi: putih atau kuning emas.
c. Tata cara perayaan liturgis Malam Paskah tidak boleh diubah oleh siapa pun atas inisiatif sendiri (lihat no. 3. Susunan liturgi).
d. Nyanyian-nyanyian Mazmur Tanggapan jangan diganti dengan lagu-lagu lain, apalagi lagu yang tidak berkaitan dengan Bacaan sebelumnya.

3. Susunan liturgi :
- Ritus Cahaya (Lucernarium) :
Tanda Salib dan Salam, Kata Pengantar, Pemberkatan Api Baru, Pemberkatan Lilin Paskah, Perarakan Lilin Paskah, Madah Pujian Paskah (Exultet).
- Liturgi Sabda :
(7 bacaan dari PL) Bacaan I, Mazmur Tanggapan, Doa 1 - Bacaan II, Mazmur Tanggapan, Doa 2 - Bacaan III, Mazmur Tanggapan, Doa 3 - Bacaan IV, Mazmur Tanggapan, Doa 4 - Bacaan V, Mazmur Tangggapan, Doa 5 - Bacaan VI, Mazmur Tanggapan, Doa 6 - Bacaan VII, Mazmur Tanggapan, Doa 7
- Madah Kemuliaan, Doa Pembuka
- Bacaan Epistula, Alleluia Agung, Mazmur Tanggapan
- Bacaaan Injil, Alleluia
- Homili.
- Liturgi Baptis :
Litani Orang Kudus, Pemberkatan Air Baptis, Pembaruan Janji Baptis (Penolakan Setan dan Pengakuan Iman), [Percikan : jika tidak ada calon baptis maka jemaat direciki dengan air baptis tadi], Pembaptisan, Pengenaan Pakaian Putih, Penyalaan Lilin Baptis, Perayaan Krisma.
- Liturgi Ekaristi
- Ritus Penutup

4. Bacaan :
a. Kejadian 1:1-2:2: Kisah penciptaan.
b. Kejadian 22:1-18: Iskak dikorbankan.
c. Keluaran 14:15-15:1: Penyeberangan Laut Merah.
d. Yesaya 54:5-14: Yerusalem baru.
e. Yesaya 55:1-11: Perjanjian abadi.
f. Barukh 3:9-15, 32-4:4: Kebijaksanaan telah datang di bumi.
g. Yehezkiel 36:16-17a,18-28: Hati yang baru.
h. Surat Paulus: Roma 6:3-11: Kristus telah bangkit dan akan hidup abadi.
i. Injil: Kristus bangkit.
Tahun A: Matius 28:1-10; B: Markus 16:1-8; C: Lukas 24:1-12

5. Unsur khas :
a. Pemberkatan api baru dan Lilin Paskah dapat dilakukan di luar atau di dalam gedung gereja. Sebaiknya terpisah dari gedung gereja. Sementara, suasana sekitar adalah gelap, demikian juga di dalam gedung gereja tempat perayaaan selanjutnya akan berlangsung. Sebelum dinyalakan Lilin Paskah diberkati oleh Imam Selebran dengan beberapa peneraan simbol padanya: Kristus, Awal dan Akhir (A/Alpha � ?/Omega; Milik-Nyalah segala masa� (Tahun); luka-luka kudus-Nya (lima biji paku dupa). Baru kemudian dinyalakan dari api baru: �Semoga cahaya Kristus yang bangkit mulia menghalaukan kegelapan hati dan budi kita.� Akhirnya, diakon atau imam selebran sendiri membawa Lilin itu dalam perarakan. Ia melagukan �Cahaya Kristus/Kristus cahaya dunia�. Umat menjawab �Syukur kepada Allah. Lalu ia berjalan ke dalam gedung gereja, dan berhenti di tengah, lalu melagukan lagi �Cahaya Kristus�. Lilin-lilin para putera altar dan petugas liturgi lainnya dinyalakan dari api Lilin Paskah. Kemudian ia berjalan lagi ke depan altar dan melagukan lagi �Cahaya Kristus�. Barulah semua lilin umat dinyalakan lewat lilin-lilin para petugas tadi. Lampu-lampu gereja dapat mulai dinyalakan. Setelah itu Lilin Paskah ditempatkan pada tempatnya dan didupai. Lilin Paskah yang memimpin perarakan itu melambangkan tiap api yang memimpin bangsa Israel ketika berjalan di waktu malam di padang gurun, setelah keluar dari tanah Mesir. Kita pun mengikuti Kristus (Lilin Paskah) yang telah bangkit itu.
b. Madah Pujian Paskah dinyanyikan oleh diakon, Imam, atau jika mereka tidak bisa menyanyi boleh diganti oleh seorang awam yang bisa menyanyi dengan baik dan indah. Madah ini mau mengungkapkan seluruh Misteri Paskah dalam konteks sejarah keselamatan.
c. Jumlah semua bacaan yang harus dibacakan adalah 9 (sembilan). Namun jika ada alasan pastoral, tidaklah harus semuanya dibacakan. Minimal 3 (tiga) bacaan dari KS Perjanjian Lama (tak boleh dihilangkan: dari Kitab Taurat, Para Nabi, dan Keluaran 14) dan 2 (dua) bacaan dari KS Perjanjian Baru (Epistula dan Injil). Bacaan-bacaan itu melukiskan sejumlah karya yang mengagumkan dalam sejarah keselamatan. Misteri Paskah Kristus dipaparkan mulai dari Musa, para Nabi, hingga Kristus sendiri dan kesaksian para rasul-Nya. Diharapkan dengan mendengarkan, jemaat dapat merenungkan semua itu dan ikut menanggapinya lewat nyanyian-nyanyian Mazmur Tanggapan, saat-saat hening dan doa-doa Imam.
d. Madah Kemuliaan dan Doa Pembuka diadakan setelah Bacaan-bacaan dari KS Perjanjian Lama. Lonceng-lonceng gereja boleh dinyanyikan selama Madah Kemuliaan, asal tidak mengganggu keindahan nyanyian itu sendiri (tergantung kebiasaan setempat).
e. Alleluia Agung dinyanyikan 3 (tiga) kali oleh Imam. Biasanya setiap Alleluia mendapat nada berbeda dan menaik. Setiap kali umat mengikutinya.
f. Pemberkatan Air Baptis dapat dilakukan Imam Selebran dengan cara mencelupkan Lilin Paskah ke dalam bejana baptis itu, atau hanya dengan menyentuh air dengan tangan kanan, masing-masing diiiring doa.
g. Pada waktu Pembaruan Janji Baptis, jemaat kembali menyalakan lilin-lilin mereka dari api Lilin Paskah. Lilin-lilin itu dimatikan lagi setelah Percikan, atau setelah Pengakuan Iman, jika ada yang akan dibaptis pada malam itu.
h. Pembaptisan dapat dilakukan di depan altar atau di tempat bejana. Para calon baptis didampingi emban baptisnya. Emban baptislah yang akan mengenakan pakaian/kain putih dan lilin baptis kepada baptisan baru (neofit) yang diberikan oleh Imam.
i. Perayaan Sakramen Krisma idealnya langsung diberikan untuk baptisan dewasa. Kalau demikian, maka si baptisan-baru akan mengalami Sakramen Inisiasi yang lengkap, karena setelah ini akan untuk pertama kalinya mengambil bagian secara penuh dalam Liturgi Ekaristi sebagai anggota Gereja yang baru.
j. Berkat meriah dengan �Alleluia� panjang.

Bagi yang berminat untuk mendalami lebih jauh seluk-beluk perayaan liturgis Pekan Suci dan Trihari Paskah kami anjurkan menimba sendiri dari beberapa buku berikut ini, yang juga telah kami acu untuk tulisan ini.
1. CONGREGATIO PRO CULTO DIVINO. Missale Romanum. Vatican: Typis Polyglottis Vaticanis, 1970.
2. ___________. Circular Letter Concerning the Preparation of the Easter Feasts. Roma, 16 Januari 1988.
3. GANTOY, Robert dan SWAELES, Romain (eds). Days of the Lord: The Liturgical Year. Volume 2: Lent. Collegeville, MN: The Liturgical Press, 1993.
4. ___________. Days of the Lord: The Liturgical Year. Volume 3: Easter Triduum-Easter Season. Collegeville, MN: The Liturgical Press, 1993.
5. HUCK, Gabe. The Three Days: Parish Prayer in the Paschal Triduum. Chicago: Liturgy Training Publications, 1992.
6. KOMLIT KWI. Bina Liturgia 2E: Pedoman Tahun Liturgi dan Penanggalan Liturgi. Jakarta: PD Penerbit Obor, 1988.
7. KOMLIT REGIO JAWA-BALI-LAMPUNG. Pedoman Lingkaran Paskah. Keuskupan Malang, 1999.
8. NOCENT, Adrian. The Liturgical Year II: Lent and Holy Week. Collegeville, MN: The Liturgical Press, 1977.
9. ___________. The Liturgical Year III: The Paschal Triduum, The Easter Season. Collegeville, MN: The Liturgical Press, 1977.
10. http://liturgikita.blogspot.com/2010/02/perayaan-perayaan-liturgis-selama-pekan.html

Friday, March 29, 2013

JUMAT AGUNG : Perayaan Pengenangan Sengsara dan Wafat Tuhan


1. Makna:
a. Hari Jumat Agung:
Hari ini ditetapkan sebagai hari laku tapa dan tobat dengan kewajiban berpantang dan berpuasa bagi seluruh anggota Gereja. Hari ini disebut sebagai hari puasa Paskah karena sudah termasuk dalam rangkaian Trihari Paskah. Puasa Paskah dibedakan dengan hari-hari puasa Prapaskah (40 hari). Puasa Paskah sudah dimulai sejak Kamis malam, hingga menjelang Sabtu Malam Paskah. Pada saat itu Sang Pengantin Pria sudah meninggalkan Gereja, maka kita pun berpuasa.
b. Perayaaan atau Ibadat Pengenangan Sengsara Tuhan:
Gereja merenungkan kesengsaraan Kristus, menghormati salib, merenungkan asal-usulnya, yakni dari lambung Kristus yang tergantung di kayu salib, serta mendoakan keselamatan seluruh dunia.

2. Ketentuan liturgis:
a. Tidak ada perayaan Ekaristi, namun komuni kudus dibagikan kepada umat hanya dalam Ibadat Pengenangan Sengsara Tuhan (kecuali untuk orang-orang sakit/viatikum).
b. Perayaan dimulai pada jam 15.00, atau karena alasan pastoral boleh juga tidak lama setelah jam 12.00. Jangan sesudah jam 21.00.
c. Tatacara dan urutan Ibadat (Liturgi Sabda, Ritus Penghormatan Salib, Ritus Komuni) harus ditaati dengan setia dan tertib.
d. Warna liturgi: merah.
e. Semua bacaan (Pertama dan Kedua) harus dibacakan. Mazmur Tanggapan dan Bait Pengantar Injil dinyanyikan. Pewartaan Injil tentang Kisah Sengsara (Yohanes) dinyanyikan atau dibacakan oleh (para) diakon atau petugas yang layak. Sesudahnya Imam Selebran memberi homili, lalu hening sejenak.
f. Dilarang merayakan sakramen apa pun pada hari ini, kecuali sakramen rekonsiliasi dan pengurapan orang sakit. Upacara pemakaman pun harus dilaksanakan tanpa nyanyian, musik, atau bunyi lonceng.
g. Sangat dianjurkan agar umat diajak ikut merayakan Ibadat Bacaan dan Ibadat Pagi di gereja.
h. Hanya satu salib boleh dipergunakan untuk penghormatan itu, agar salib itu sungguh-sungguh mendukung simbolisasi ritualnya. Penghormatan pribadi dapat dilakukan secara bersama-sama.
i. Setelah Ibadat selesai altar dikosongkan kembali. Salib yang dihormati tadi tetap di tempatnya dengan didampingi empat lilin. Boleh juga dipindahkan ke tempat khusus di dalam gereja yang dihiasi, agar umat dapat kembali menghormati dan berdoa/meditasi secara pribadi di hadapan salib itu.
j. Bentuk-bentuk devosi yang berkaitan dengan kesengsaraan Yesus dapat diadakan untuk mengisi waktu-waktu hening hingga Sabtu Suci siang. Misalnya: Ibadat Jalan salib, perarakan Salib (drama penyaliban), devosi tujuh sabda Yesus di salib, dsb. Devosi-devosi itu janganlah bertentangan dengan suasana liturgis masa itu. Devosi dimaksudkan untuk mengantar kepada kepenuhan liturgi.

3. Susunan liturgi:
- Ritus Pembuka: Perarakan hening, Penghormatan Altar, Doa
- Liturgi Sabda: Bacaan I, Mazmur Tanggapan, Bacaan II, Bait Pengantar Injil, Pewartaan Injil: Kisah Sengsara, Doa Umat Meriah
- Ritus Penghormatan Salib Suci
- Ritus Komuni: Bapa Kami, Pemecahan Roti, Pembagian Komuni, Doa Sesudah Komuni
- Ritus Penutup: Berkat (Doa atas Umat), Perarakan hening

4. Bacaan:
a. Yesaya 52:13-53:12: Hamba yang disiksa karena dosa-dosa kita.
b. Ibrani 4:14-16; 5:7-9: Ketaatan Yesus demi keselamatan kita.
c. Yohanes 18:1-19:42: Kisah sengsara Tuhan.

5. Unsur khas:
a. Imam dan para petugas berarak memasuki ruang Ibadat tanpa iringan, tanpa nyanyian. Lalu mereka menghormati altar dengan cara merebahkan diri di depannya (simbol pernyataan kefanaan manusia).
b. Pewartaan (proklamasi) Injil tentang Kisah Sengsara Tuhan hendaknya dibawakan dengan cara sesuai dengan hakikatnya (liturgis), yakni Yesus sendiri yang bersabda. Bukanlah suatu tafsiran dramatik kisah sengsara itu (kateketis), yang tidak menyimbolkan �Allah bersabda�. Jika dibawakan oleh para diakon atau awam, mereka meminta berkat dulu kepada Imam Selebran sebelum membawakan Kisah Sengsara.
c. Doa Umat Meriah dibawakan secara khusus, baik secara kuantitatif (ada 10 ujud panjang) maupun kualitatif (dibacakan dan dinyanyikan). Ujud-ujud doa itu adalah untuk Gereja, Paus, para klerus dan awam, para calon baptis, kesatuan umat kristiani, bangsa Yahudi, mereka yang tidak percaya akan Kristus, yang tidak percaya akan Allah, semua pegawai umum, dan untuk mereka yang berkekurangan. Jika dirasa perlu, uskup dapat mengijinkan untuk menambahkan ujud khusus yang menyangkut kepentingan umat.
d. Penghormatan Salib Suci merupakan puncak liturgi hari ini. Perayaan dipimpin oleh Imam Selebran dengan tiga seruan: �Lihatlah kayu salib�.� dan membuka selubung satu per satu (dari tiga tali ikatan). Penghormatan dilaksanakan juga secara pribadi oleh umat, setelah Imam dan para petugas melakukannya. Dapat satu per satu atau serentak bersamaan jika banyak umat hadir (jadi, tidak harus memperbanyak jumlah salib untuk dihormati!). Selama ritus ini lagu-lagu bertema kesengsaraan dapat dinyanyikan.
e. Ritus Komuni diawali dengan mempersiapkan altar dan meletakkan sibori-sibori berisi Tubuh Kristus dan diakhiri dengan Doa yang dilanjutkan dengan doa untuk umat (Ritus Penutup).
f. Ritus Penutup: Imam menutup perayaan ini dengan mengulurkan kedua tangannya ke atas jemaat (= Berkat, tapi bukan dengan tanda salib besar). Lalu dilanjutkan dengan perarakan keluar dalam keheningan atau membiarkan tetap dalam suasana �merenung dan berdoa�, berjaga-jaga lagi hingga malam!

Bagi yang berminat untuk mendalami lebih jauh seluk-beluk perayaan liturgis Pekan Suci dan Trihari Paskah kami anjurkan menimba sendiri dari beberapa buku berikut ini, yang juga telah kami acu untuk tulisan ini.

1. CONGREGATIO PRO CULTO DIVINO. Missale Romanum. Vatican: Typis Polyglottis Vaticanis, 1970.
2. ___________. Circular Letter Concerning the Preparation of the Easter Feasts. Roma, 16 Januari 1988.
3. GANTOY, Robert dan SWAELES, Romain (eds). Days of the Lord: The Liturgical Year. Volume 2: Lent. Collegeville, MN: The Liturgical Press, 1993.
4. ___________. Days of the Lord: The Liturgical Year. Volume 3: Easter Triduum-Easter Season. Collegeville, MN: The Liturgical Press, 1993.
5. HUCK, Gabe. The Three Days: Parish Prayer in the Paschal Triduum. Chicago: Liturgy Training Publications, 1992.
6. KOMLIT KWI. Bina Liturgia 2E: Pedoman Tahun Liturgi dan Penanggalan Liturgi. Jakarta: PD Penerbit Obor, 1988.
7. KOMLIT REGIO JAWA-BALI-LAMPUNG. Pedoman Lingkaran Paskah. Keuskupan Malang, 1999.
8. NOCENT, Adrian. The Liturgical Year II: Lent and Holy Week. Collegeville, MN: The Liturgical Press, 1977.
9. ___________. The Liturgical Year III: The Paschal Triduum, The Easter Season. Collegeville, MN: The Liturgical Press, 1977.
10. http://liturgikita.blogspot.com/2010/02/perayaan-perayaan-liturgis-selama-pekan.html

Wednesday, March 27, 2013

Misa Krisma dan Minyak Suci

oleh: P. William P.Saunders *

Dari warta paroki saya tahu bahwa pada pagi hari Kamis Putih tidak ada Misa biasa, hanya ada Misa Krisma. Mohon penjelasan mengenai Misa ini.
~ seorang pembaca
Pada pagi hari Kamis Putih, uskup bersama dengan para imam dalam keuskupannya, berkumpul di katedral untuk merayakan Misa Krisma. Misa ini menunjukkan persatuan antara para imam dengan uskup mereka. Dalam Misa Krisma, uskup memberkati tiga macam minyak - minyak katekumen (oleum catechumenorum atau oleum sanctorum), minyak orang sakit (oleum infirmorum) dan minyak krisma (sacrum chrisma) - yang nantinya dipergunakan dalam pelayanan sakramen-sakramen di seluruh wilayah keuskupan sepanjang tahun itu. Tradisi ini berasal dari Gereja Perdana seperti dicatat dalam Sakramentarium Gelasius (dinamakan seturut Paus Gelasius I, wafat tahun 496), tetapi kemudian dimasukkan ke dalam Misa sore Kamis Putih; Paus Pius XII menerbitkan suatu Rangkaian Ibadat yang baru untuk Pekan Suci, di mana ditetapkan kembali suatu perayaan Misa Krisma khusus yang membedakannya dari Misa sore.

Sepanjang Kitab Suci, terdapat berbagai referensi yang menyatakan pentingnya minyak zaitun dalam kehidupan sehari-hari. Minyak dipergunakan untuk memasak, teristimewa dalam membuat roti, yakni bahan makanan pokok (mis Bil 11:7-9); sebagai bahan bakar pelita (mis Mat 25:1-9); dan sebagai unsur penyembuh dalam pengobatan (mis Yes 1:6 dan Luk 10:34). Di samping itu, kaum Yahudi mengurapi kepala tamu mereka dengan minyak sebagai ucapan selamat datang (mis Luk 7:46), memperelok penampilan seseorang (mis Rut 3:3) dan memburat jenazah sebelum dimakamkan (mis Mrk 16:1). Dalam praktek keagamaan, bangsa Yahudi juga mempergunakan minyak untuk mempersembahkan kurban (mis Kel 29:40); mempersembahkan suatu tugu peringatan demi menghormati Tuhan (mis Kej 28:18); dan untuk menguduskan kemah pertemuan, tabut perjanjian, meja, kandil, mezbah pembakaran ukupan, mezbah korban bakaran, bejana pembasuhan (mis Kel 30:26-29). Penggunaan minyak jelas merupakan bagian dari hidup masyarakat sehari-hari.

Kitab Suci juga menegaskan simbolisme rohani dari minyak. Misalnya, dalam Mazmur 23:5 kita dapati, �Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak,� menggambarkan kemurahan dan kekuatan dari Tuhan; dan Mazmur 45:8, �Engkau mencintai keadilan dan membenci kefasikan; sebab itu Allah, Allahmu, telah mengurapi engkau dengan minyak sebagai tanda kesukaan, melebihi teman-teman sekutumu,� menggambarkan perutusan istimewa dari Tuhan dan sukacita menjadi hamba-Nya. Lagipula, �diurapi� oleh Tuhan menyatakan bahwa seorang menerima suatu panggilan khusus dari Tuhan dan kuasa Roh Kudus untuk menunaikan panggilan itu. Yesus, dengan menggemakan kata-kata Yesaya, bersabda, �Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku� (Luk 4:18). St Paulus menegaskan point ini, �Sebab Dia yang telah meneguhkan kami bersama-sama dengan kamu di dalam Kristus, adalah Allah yang telah mengurapi, memeteraikan tanda milik-Nya atas kita dan yang memberikan Roh Kudus di dalam hati kita sebagai jaminan dari semua yang telah disediakan untuk kita� (2Kor 1:21). Sebab itu, simbolisme minyak adalah berlimpah pengudusan, penyembuhan, pemberian kekuatan, tanda perkenanan, dedikasi, penyerahan diri dan kurban.

Berdasarkan warisan ini, Gereja perdana mengadaptasi penggunaan minyak zaitun dalam ritual sakramentalnya. Minyak Katekumen dipergunakan sehubungan dengan Sakramen Baptis. St Hipolitus dalam Tradisi Apostoliknya (215) menulis mengenai suatu �minyak eksorsisme� yang dipergunakan untuk mengurapi para calon baptis menjelang pembaptisan. Praktek ini masih terus dilakukan. Dalam liturgi baptis yang sekarang, imam mendaraskan doa pembebasan dan lalu, dengan minyak katekumen mengurapi orang yang akan dibaptis pada dadanya, seraya mengatakan, �Kami mengurapi engkau dengan minyak keselamatan dalam nama Kristus Juruselamat kita; kiranya Ia menguatkan engkau dengan kuasa-Nya, Ia yang hidup dan berkuasa untuk selama-lamanya.� Pengurapan dengan minyak katekumen sesudah doa pembebasan juga dapat dilakukan sepanjang masa katekumenat di salah satu atau beberapa kesempatan. Dalam kedua peristiwa tersebut, pengurapan ini melambangkan kebutuhan manusia akan pertolongan dan kekuatan dari Tuhan untuk mematahkan belenggu masa lampau dan mengatasi perlawanan dari yang jahat agar ia dapat mengaku imannya, datang pada pembaptisan dan hidup sebagai anak Allah.

Minyak orang sakit dipergunakan dalam Sakramen Pengurapan Orang Sakit (dulu dikenal sebagai Sakramen Terakhir). St Yakobus menulis, �Kalau ada seorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia memanggil para panatua jemaat, supaya mereka mendoakan dia serta mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuhan. Dan doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu dan Tuhan akan membangunkan dia; jika ia telah berbuat dosa, maka dosanya itu akan diampuni� (Yak 5:14-15). Dalam Tradisi Apostolik oleh St Hipolitus, dicatat satu dari rumusan-rumusan tertua untuk memberkati minyak orang sakit. Juga, pada masa Gereja awali, seorang imam (atau beberapa imam) akan memberkati minyak ini pada saat minyak hendak dipergunakan, suatu tradisi yang masih dilestarikan dalam Gereja-gereja Timur. Tetapi, dalam Ritus Latin, setidak-tidaknya sejak Abad Pertengahan, para imam menggunakan minyak yang telah diberkati uskup; sebagai contoh, St Bonifasius pada tahun 730 menginstruksikan kepada semua imam di wilayah Jerman untuk hanya menggunakan minyak orang sakit yang telah diberkati uskup. Sekarang, imam mengurapi dahi orang yang sakit seraya mengatakan, �Semoga karena pengurapan suci ini Allah yang Maharahim menolong Saudara dengan rahmat Roh Kudus,� dan lalu imam mengurapi kedua tangan si sakit seraya berkata, �Semoga Tuhan membebaskan saudara dari dosa dan membangunkan Saudara di dalam rahmat-Nya.� Bagian tubuh yang lain dapat juga diurapi jika tidak mungkin mengurapi tangan atau jika terdapat suatu kebutuhan khusus lainnya.

Terakhir, minyak krisma merupakan campuran minyak zaitun dan balsam, suatu damar aromatik. Minyak ini berhubungan dengan pengudusan orang. Pada masa Perjanjian Lama, para imam, para nabi dan para raja bangsa Yahudi diurapi. Minyak ini dipergunakan dalam Sakramen Baptis, Sakramen Penguatan dan Sakramen Tahbisan Suci sebab ketiga sakramen ini menerakan suatu tanda sakramental yang tak terhapuskan. Pemberkatan minyak krisma berbeda dari minyak-minyak lainnya: Uskup menghembus di atas bejana krisma, suatu gerakan yang melambangkan baik Roh Kudus yang turun ke atas minyak yang dikuduskan ini, dan melambangkan kodrat pemberian diri dan pengudusan dari sakramen untuk mana minyak dipergunakan. (Ingat bagaimana Tuhan kita �menghembusi� para rasul pada malam Paskah seraya mengatakan, �Terimalah Roh Kudus� (Yoh 20:22). Para konselebran dalam Misa Krisma juga mengulurkan tangan kanan mereka ke arah minyak krisma sementara uskup mendaraskan doa pengudusan, melambangkan bahwa dalam persatuan dengan uskup, mereka �ikut menyandang kewibawaan Kristus Sendiri, untuk membangun, menguduskan dan membimbing Tubuh-Nya,� yakni Gereja (Konsili Vatikan II, Dekrit tentang Pelayanan dan Kehidupan Para Imam, No 2).

Mengenai pembaptisan, St Hipolitus dalam Tradisi Apostolik berbicara mengenai suatu pengurapan sesudah baptis dengan �minyak syukur�. Serupa itu, segera sesudah pembaptisan dalam ritus yang sekarang, imam mengurapi orang yang dibaptis dengan krisma pada puncak kepalanya, seraya mengatakan, �Saudara terkasih, Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, telah melahirkan Saudara kembali dari air dan Roh Kudus dan mengampuni semua dosa Saudara. Saudara sudah diangkat menjadi anak-Nya dan dipersatukan dengan umat-Nya. Sekarang Saudara diurapi dengan Minyak krisma, seperti Kristus diurapi oleh Roh Kudus menjadi imam, nabi dan raja. Semoga Allah berkenan melindungi Saudara, agar Saudara menjadi anggota umat-Nya yang setia, sampai masuk kehidupan yang kekal. Amin.�

Dalam Sakramen Penguatan, uskup mengurapi dahi calon dengan krisma, seraya berkata, �Semoga dimeterai oleh anugerah Allah Roh Kudus.�

Minyak Krisma juga dipergunakan dalam Sakramen Tahbisan Suci. Dalam ritus tahbisan imamat, uskup mengurapi kedua telapak tangan dari masing-masing imam baru dengan krisma. Dalam ritus tahbisan episkopat, uskup yang menahbiskan mengurapi kepala uskup baru.

Terakhir, Minyak Krisma dipergunakan dalam upacara pemberkatan sebuah gereja. Di sini, uskup mengurapi altar, menuangkan minyak krisma di tengah altar dan di masing-masing dari keempat sudutnya. Disarankan agar uskup mengurapi keseluruhan altar. Setelah mengurapi altar, uskup mengurapi dinding-dinding gereja di duabelas atau empat tempat yang ditandai dengan salib.

Sementara Bapa Uskup memberkati ketiga minyak suci ini pada Misa Krisma, hati kita tertuju kepada Tuhan kita yang murah hati, yang menganugerahkan cinta dan belas kasih-Nya yang tak terhingga kepada kita melalui sakramen-sakramen ini. Marilah kita juga berdoa bagi uskup kita dan bagi para imam yang adalah para pelayan sakramen-sakramen di paroki agar mereka senanitasa menjadi abdi-abdi Allah yang bersahaja dan murah hati.

* Fr. Saunders is pastor of Our Lady of Hope Parish in Potomac Falls and a professor of catechetics and theology at Notre Dame Graduate School in Alexandria.
sumber : �Straight Answers: The Chrism Mass and Holy Oils� by Fr. William P. Saunders; Arlington Catholic Herald, Inc; Copyright �2005 Arlington Catholic Herald. All rights reserved; www.catholicherald.com
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: �diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin The Arlington Catholic Herald.�

Monday, March 25, 2013

Misa Krisma: Uskup Berkati Tiga Minyak dan Terima Para Imam Perbaharui Janji Imamatnya

SETIAP Rabu petang atau Kamis pagi menjelang Kamis Putih, di banyak keuskupan di Indonesia selalu diselenggarakan apa yang disebut �Misa Krisma�.

Tentu bukan pada hari itu, Sakramen Krisma atau Sakramen Penguatan diberikan Uskup kepada umat katolik. Misa Krisma adalah ekaristi khusus dimana Uskup memberkati tiga jenis minyak.

Ketiga minyak itu adalah
(1) Minyak Katekumen (oleum catecumenorum) untuk memberkati mereka yang ingin menjadi katolik (para katekumen);
(2) Minyak Krisma (sacrum chrisma) yang merupakan minyak dengan campuran balsam dan jenis minyak ini digunakan untuk memberkati para baptisan, tahbisan diakonat, tahbisan imamat, tahbisan uskup, dan sakramen krisma;
(3) Minyak Orang Sakit (oleum infirmorum) yang biasa dipakai imam untuk memberkati mereka yang ada dalam kondisi sakit serius atau menjelang ajal atau mereka yang sudah berusia lanjut.

Tanda kesetiaan para imam kepada Uskup

Dalam setiap Misa Krisma selalu disinggung tentang kolegialitas para uskup. Meski istilah �kolegialitas� ini lebih melekat pada jabatan uskup, namun karena para imam sejatinya adalah para �pembantu� uskup dalam hal pengajaran iman katolik, maka istilah itu pun juga menjadi relevan untuk jabatan imamat.

Ekaristi atau misa menjadi sumber darimana kolegialitas para imam kepada Uskup dibangun dan pelihara secara berkesinambungan. Pada Misa Krisma inilah, kolegialitas para imam kepada Uskup diungkapkan dan diperbaharui. Terutama para imam diminta memperbaharui janji imamat mereka di hadapan uskup.

Yang penting tentu janji setiap imam di hadapan Uskup bahwa sebagai gembala rohani Gereja, para imam harus selalu setia, loyal, bertangungjawab atas hidup panggilan rohaninya sebagai imam yang tak lain adalah pembantu uskup.

Tradisi lama

Dari berbagai sumber bisa dikatakan, Misa Krisma merupakan tradisi liturgi Gereja sejak lama. Semula �sesuai dokumen Sacramentarium Gelasius�Misa Krisma selalu diselenggarakan bersamaan dengan Misa Kamis Putih pada petang hari. Namun belakangan, oleh Paus Pius XII tradisi misa petang hari itu dimajukan menjadi pagi atau sore pada hari sebelum Kamis Putih.

Mengapa harus ada minyak?

Minyak (zaitun) dalam tradisi Kitab Suci memiliki peran sangat penting dalam kehidupan umat Yahudi dalam keseharian mereka. Minyak dipakai untuk keperluan sehari-hari seperti masak, membuat roti, bahan bakar untuk menyalakan pelita, minyak penyembuh, mengurapi para tamu sebagai bentuk ucapan selamat datang, mengurapi jenazah sebelum dimakamkan atau bahkan memperoleh penampilan.

Kitab Suci juga menegaskan simbolisme rohani dari minyak. Misalnya, dalam Mazmur 23:5 kita dapati, �Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak,� menggambarkan kemurahan dan kekuatan dari Tuhan; dan Mazmur 45:8, �Engkau mencintai keadilan dan membenci kefasikan; sebab itu Allah, Allahmu, telah mengurapi engkau dengan minyak sebagai tanda kesukaan, melebihi teman-teman sekutumu,� menggambarkan perutusan istimewa dari Tuhan dan sukacita menjadi hamba-Nya.

Berdasarkan warisan ini, Gereja Perdana mengadaptasi penggunaan minyak zaitun dalam ritual sakramentalnya. Minyak katekumen dipergunakan sehubungan dengan Sakramen Baptis. Dalam liturgi baptis yang sekarang, imam mendaraskan doa pembebasan dan lalu, dengan minyak katekumen mengurapi orang yang akan dibaptis pada dadanya, seraya mengatakan, �Kami mengurapi engkau dengan minyak keselamatan dalam nama Kristus Juruselamat kita; kiranya Ia menguatkan engkau dengan kuasaNya, Ia yang hidup dan berkuasa untuk selama-lamanya.�

Pengurapan dengan minyak katekumen sesudah doa pembebasan juga dapat dilakukan sepanjang masa katekumenat di salah satu atau beberapa kesempatan. Dalam kedua peristiwa tersebut, pengurapan ini melambangkan kebutuhan manusia akan pertolongan dan kekuatan dari Tuhan untuk mematahkan belenggu masa lampau dan mengatasi perlawanan dari yang jahat agar ia dapat mengaku imannya, datang pada pembaptisan dan hidup sebagai anak Allah.

Sumber:
http://www.sesawi.net/2012/04/01/misa-krisma-berkati-tiga-minyak-para-imam-perbaharui-janji-imamatnya-pada-uskup/

Thursday, March 21, 2013

Makna Liturgis dan Akar Tradisi Kamis Putih

Makna Liturgi
* Bagian dari Triduum sacrum. �Perayaan kenangan� Perjamuan Malam Terakhir.
* Saat Kristus menginstitusikan Sakramen Ekaristi dan Sakramen Imamat.
* Saat ajaran cinta kasih ditegaskan kembali sebagai wasiat agung �-> suatu mandatum.
* Allah mencuci kaki manusia; Allah mengilahikan manusia; Allah yang menghampakan diri.

Dirayakan petang hari
* Hanya satu kali Misa saja. Dengan alasan yang masuk akal dan ijin uskup bisa dilaksanakan malam hari atau pagi hari.
* Setelah Gloria, bel dan lonceng (benda-benda yang tebut dari metal) tidak lagi dibunyikan sampai paskah.
* Homili harus mengenai misteri Ekaristi dan mengenai hakekat Imamat dan ajaran cinta kasih.
* Pencucian kaki 12 rasul.
* Ada prosesi Sakramen Maha Kudus dalam sibori (boleh juga dengan monstran).
* Tabernakel dikosongkan, dipindahkan pada tempat khusus untuk tuguran sampai tengah malam saja.
* Tuguran bukan berarti menunggu kuburan mayat Yesus, Yesus baru mati besoknya. Tuguran bermakna doa dan berjaga bersama Yesus di Bukit Zaitun.
* Altar dikosongkan. Patung-patung, gambar-gambar, ikon-ikon dan relief-relief ditutup dengan kain warna merah atau ungu. Tidak salah bila sudah ditutup pada hari Sabtu sebelum hari Minggu ke-5. Lampu-lampu atau lilin yang ada disekitar patung itu dimatikan.

Akar Tradisi
* Tradisi mencuci kaki berawal dari tradisi di Gereja Barat abad ke-4, kecuali di Roma, praktek mencuci kaki dilakukan pada ritus pembaptisan. Kemudian lenyap. Muncul kembali di biara-biara sebagai bentuk saling melayani dan saling mengabdi dan demi persaudaraan dalam komunitas.
* Tahun 694 Konsili Toledo mewajibkan praktek cuci kaki ini di seluruh Gereja Spanyol. Uskup dan imam harus melakukannya seperti Yesus Kristus melakukannya. (Ingat Uskup dan imam pada waktu itu adalah pribadi-pribadi yang �untouchable�.) Sejak abad ke-12 Gereja Roma mulai memberlakukannya. Misale Pius V tahun 1570 menemptakan ritus cuci kaki ini pada akhir misa.
* Tahun 1955 aturan Pekan Suci menempatkannya setelah Injil dan homili. Ritus ini hanya wajib dilakukn di Katedral-katedral saja. Missale 1970 meneruskan praktek tersebut, bahkan diberlakukan untuk setiap gereja paroki.

Sumber :
http://liturgiekaristi.wordpress.com/category/b-pra-paskah-dan-pekan-suci/3-kamis-putih/