Latest News

Wednesday, December 29, 2010

Peran Lektor Sebagai Pelayan Liturgi

Kata �lektor� berasal dari bahasa Latin, juga dari bahasa Perancis, yaitu kata �lecteur�. Dalam perayaan liturgi, lektor menunjuk kepada seseorang yang bertugas untuk melakukan pembacaan Alkitab dalam pelayanan ibadat, yang dilakukan oleh pastor atau para pelayan ibadat. Dengan kata lain, lektor adalah "juru bicara Allah". Lektor sebagai pelayan liturgi bukan hanya sebagai pembaca saja, namun bertugas untuk membawakan dan menyampaikan Sabda Tuhan kepada umat beriman.

Lektor adalah hamba Tuhan yang telah ditunjuk oleh-Nya untuk menjalankan tugas penyampaian firman Tuhan dengan suara yang lantang dan suara dari hati yang penuh sukacita. Untuk itulah dibutuhkan keterampilan dan teknik membaca yang baik, memiliki pemahaman dan penghayatan terhadap bacaan, dan penguasaan Kitab Suci. Selain itu, persiapan batin dan berdoa sebelum bertugas adalah suatu keharusan bagi lektor agar mereka dapat mewartakan Sabda Tuhan kpada umat beriman dengan baik. Lektor yang mempersiapkan dengan baik akan membantu umat mendengarkan Sabda Tuhan dengan baik pula. Sikap umat ketika Sabda Allah diwartakan adalah mendengarkan bukan membuka-buka Kitab Suci atau lembaran misa) (bdk. PUMR 29)

Tugas menjadi lektor merupakah salah satu sarana bagi umat untuk ikut berpartisipasi secara aktif dalam perayaan liturgi, khususnya Ekaristi. Sebagai seorang lektor, umat diberi tugas untuk membaca Kitab Suci dalam perayaan liturgi. Ini berarti pula bahwa seorang lektor menghadirkan Allah yang bersabda kepada umatNya.

Pentingnya tugas lektor dalam membacakan Sabda Allah ini perlu mendapat perhatian yang serius. Oleh sebab itu, peran lektor yang sangat penting ini jangan sampai menjadi batu sandungan dan hambatan bagi umat dalam mendengarkan Sabda Allah. Seorang lektor perlu mempersiapkan diri sebaik mungkin, baik dalam hal-hal praktis dan teknis, maupun dalam penghayatan pribadi akan apa yang dibacakannya. Dengan demikian, anggota Lektor (seharusnya) adalah umat yang memiliki kepribadian yang mantap dan iman yang dewasa. Tantangan dan panggilan seorang lektor adalah menghayati dan mencerminkan Firman Tuhan itu dalam perilaku hidup sehari-hari.

Tips Penampilan Lektor Saat bertugas
1. Pandanglah para pendengar. Sesampai di mimbar kontaklah para pendengar dengan cara memandang mereka. Mereka merasa disapa dan mereka akan memperhatikan pembaca.
2. Perlakukanlah Kitab Suci dengan hormat. Mimbar bukanlah perpustakaan, jangan menumpuk macam-macam buku di mimbar.
3. Pakaian yang pantas untuk pembaca ialah bersih, sopan, untuk lektor wanita yang memakai jubah, jangan memakai celana panjang karena tampak dibawah jubah dan kurang enak dipandang.

Yang perlu dan tidak perlu dibaca, yang boleh dan tidak boleh diganti.
1. Kalimat "Bacaan Pertama/Mazmur tanggapan, Refren dan Bacaan Kedua" tidak perlu dibaca. Demikian juga kalimat yang dicetak miring tidak perlu dibaca,juga bab dan ayat tidak perlu disebutkan.
2. Langsung saja ke "Bacaan dari ..." (bukan "Pembacaan")
3. Beri jedah sebelum membaca , juga setelah selesai bacaan, baru "Demikianlah Sabda Tuhan"
4. Lektor maju dan menghormati altar dengan cara membungkukkan badan. Bila di belakang altar ada tabernakel, lektor berlutut sambil menundukkan badan. Berlutut adalah lutut kanan menyentuh lantai. Sampai di panti imam langsung menuju meja Sabda, tidak perlu menghadap dan meundukkan kepala pada Imam

Monday, December 27, 2010

PRODIAKON, Pelayan Khusus di Gereja

SEMANGAT pelayanan pastoral dewasa ini menuntut adanya jumlah petugas pastoral yang mencukupi. Mengingat desakan kebutuhan umat beriman akan pelayanan pastoral, maka banyak Uskup menjelang Konsili Vatikan II meminta agar kaum awam terlibat di dalam pelayanan liturgi Gereja. Itulah yang menjadi semangat pembaharu Liturgi Gereja. Akhirnya melalui Motu Proprio �Ministeria Quedam� dari Paus Paulus VI, 15 Agustus 1972, menegaskan bahwa tahbisan rendah para calon imam dihapus sehingga tinggal dua tugas pelayanan: yakni Sabda dan Altar (Lektor dan Akolit). Saat itu upacara tahbisan diganti dengan upacara pelantikan.

Dalam Liturgi pada dasarnya terdapat dua macam pelayanan yaitu pelayan tertahbis dan tidak tertahbis. Pelayan tertahbis adalah para klerus yang terdiri dari Uskup, Imam, dan Diakon. Sedangkan yang taktertahbis adalah para awam (non klerus) yang mengemban tugas khusus berdasarkan pelantikan liturgis, yakni Lektor dan Akolit sebagai prasyarat tahbisan dan pengangkatan untuk penugasan sementara seperti: putra-putri altar, koster, pemazmur, paduan suara, komentator, pemandu, upacara, dan petugas kolekte.

Di samping itu, masih terbuka lebar bagi kaum beriman kristiani awam, baik pria maupun wanita, untuk tugas khusus membantu imam sebagai pelayan tak lazim (minister extraordinarius) dengan penyerahan tugas lewat pemberkatan liturgis atau penugasan sementara (bdk Ministeria Quedam). Konferensi Waligereja setempat boleh memohon persetujuan Takhta Apostolik untuk menciptakan jabatan lain yang dinilainya perlu dan amat berguna bagi wilayah yang bersangkutan. Para pelayan kaum beriman kristiani awam itu bertugas membantu para klerus, namun peran mereka tidak diturunkan melalui tahbisan. Itulah yang membedakan prodiakon dengan diakon tertahbis, atau asisten imam dengan imam.

Pelayan luar biasa
Prodiakon atau asisten imam atau asisten pastoral merupakan pelayan luar biasa/minister extraordinarius (tak lazim) dalam pelayanan liturgi Gereja, memiliki dasar doktriner dari PUMR, No 109 (Pedoman Umum Misale Romawi) dan Redemptionis Sacramentum No 43. Dalam teks tersebut dinyatakan bahwa �Demi manfaat bagi umat setempat maupun seluruh Gereja Allah, maka dalam rangka perayaan Liturgi Suci ada di antara kaum awam yang sesuai dengan tradisi, dipercayai pelayanan-pelayanan yang dilaksanakannya dengan tepat dan dengan cara yang patut dipuji. Sangat tepatlah jika ada lebih banyak orang yang membagi di antara mereka serta melaksanakan berbagai tugas atau bagian-bagian pelayanan�. Menarik bahwa dari pelbagai sebutan pelayanan awam tersebut memiliki banyak makna seperti prodiakon (pro=untuk, ganti dan diakon= klerus), asisten imam (pembantu imam), asisten pastoral (pembantu petugas pastoral). Asisten imam dipakai sebagai hasil kesepakatan pertemuan Dewan Nasional Komisi Liturgi KWI, Mataloko, Flores, 2002. Sedangkan asisten pastoral dipakai untuk karya pelayanan tak lazim (luar biasa) diambil dari Redemptor Sacramentum Bab VII. Dengan demikian sebenarnya istilah asisten imam lebih mendekati dari pada prodiakon.

Kebutuhan umat
Dalam instruksi Redemptionis Sacramentum No 151-152, peran para prodiakon atau asisten imam atau asisten pastoral adalah membantu imam hanya kalau sungguh diperlukan dalam perayaan liturgi. Hanya kalau sungguh perlu, boleh diminta bantuan pelayan-pelayan tak lazim dalam perayaan liturgi. Permohonan akan bantuan yang demikian itu bukannya dimaksudkan demi menunjang partisipasi umat melainkan karena kodratnya bersifat pelengkap dan darurat (bdk Instruksi Ecclesiasi de Mysterio, 1997). Apalagi jika permohonan akan bantuan pelayan-pelayan tak lazim (luar biasa) itu berdasarkan kebutuhan umat, maka hendaknya dilipatgandakan dengan doa-doa permohonan umat agar mendesak Tuhan segera mengutus seorang imam untuk melayani jemaat serta menumbuhkan kesuburan panggilan untuk tahbisan suci (bdk RS No 151; Dewan Kepausan untuk Interpretasi Otentik CIC, jawaban atas dubium, 1 Juni 1988).
Untuk dicermati bahwa tugas membantu imam artinya membantu hanya dalam wilayah liturgi atau peribadatan. Jadi harus dibedakan dari tugas pewartaan (katekese) atau kegiatan sosio-karitatif lainnya. Membantu imam artinya: (1) Meringankan tugas imam dalam hal-hal yang boleh dilimpahkan kepada mereka menurut hukum Gereja; (2) Mengganti imam ketika imam berhalangan hadir, misalnya memimpin upacara pemakaman atau ibadat sabda hari Minggu tanpa imam.

Orang-orang yang telah ditunjuk menjadi prodiakon atau asisten imam atau asisten pastoral (sebagai pelayan luar biasa komuni kudus) perlu mendapat instruksi yang memadai dan harus memiliki kepribadian yang menonjol dalam pengalaman hidup Kristen, iman, dan susila. Hendaknya mereka berusaha supaya pantas bagi jabatan yang luhur ini dengan memupuk devosi kepada Ekaristi Kudus dan memperlihatkan dirinya sebagai teladan bagi umat beriman lainnya, melalui bakti dan hormatnya terhadap sakramen altar yang suci ini. Jangan sampai memilih orang yang bisa menimbulkan sandungan di kalangan umat sendiri (bdk IC, No 783).

Hanya pelengkap
Perlu mendapat perhatian bagi para imam bahwa jabatan prodiakon, asisten imam atau asisten pastoral hanya pelengkap, bukan pokok. Tugas pokok ada dalam diri imam (bdk kan. 900, �1). Sehingga tugas prodiakon atau asisten imam jangan dipergunakan untuk menurunkan (mereduksi) pelayanan asli dari para imam sedemikian rupa sehingga para imam lalai dalam merayakan Ekaristi bersama umat yang menjadi tanggungjawab mereka.

Ataupun melalaikan karitas pastoral dalam Gereja di saat umat membutuhkan kehadiran seorang imam seperti dalam saat umat sakit atau pembaptisan anak-anak, atau perayaan perkawinan, atau pemakaman orang meninggal. Semuanya itu tugas inti para imam dan didampingi para diakon. Karena itu, tidak boleh terjadi bahwa di Paroki-Paroki para imam menukar pelayanan pastoral dengan para prodiakon atau asisten imam, karena dengan itu mengaburkan tugas khas masing-masing (bdk RS, 152).

Tugas Pokok Prodiakon

1. Pelayan khusus untuk menerimakan Komuni Kudus.
Para waligereja setempat berwenangan mengizinkan orang-orang yang pantas dan dipilih secara pribadi selaku pelayan khusus untuk suatu kesempatan atau jangka waktu tertentu (bdk Dokumen Immensae Caritatis, 1973). Alasan perlunya petugas pelayan luar biasa, pertama adalah karena dalam perayaan Ekaristi jumlah umat yang besar atau halangan yang menimpa pemimpin perayaan Ekaristi. Kedua, adalah di luar perayaan Ekaristi: karena jarak tempat yang jauh, terutama untuk viaticum (komuni bekal suci); rumah sakit, panti jompo. Tujuannya: agar umat beriman yang sedang diliputi rahmat dan dengan hasrat yang tulus serta penuh bakti ingin mengambil bagian dalam perjamuan kudus, tidak kehilangan kesempatan untuk menikmati bantuan serta penghiburan sakramental (bdk IC, 776).

2. Pelayan khusus untuk pemakaman.
Keputusan KWI tahun 1972 menyatakan bahwa upacara-upacara di sekitar pemakaman sebaiknya dipimpin oleh seorang imam. Tetapi bila tidak mungkin, semua Upacara boleh juga dipimpin oleh seorang lain, kecuali Liturgi Ekaristi. Memang benar bahwa pada dasarnya upacara pemakaman bukanlah ritus sacerdotal, tak harus dipimpin oleh imam. Hanya tentu para imam yang diserahkan tugas mewartakan kabar gembira sepantasnya membawakan penghiburan bagi yang berduka.

3. Memimpin Ibadat Sabda dan Ibadat Tobat.
Ibadat tobat yang dimaksudkan di sini dibedakan dalam tiga bentuk: Ibadat Sabda menjelang Hari Raya; Ibadat Tobat dalam masa Adven dan Prapaskah; dan Ibadat Sabda Hari Minggu tanpa imam. Dalam pedoman umumnya dikatakan tentang penugasan ini kepada kaum awam pria maupun wanita atas dasar Pembaptisan dan Krisma mereka. Cara hidup mereka hendaknya selaras dengan Injil.

Sumber : http://www.seminarikwi.org/

Sunday, December 26, 2010

Renungan : Pesta Keluarga Kudus


26 Desember 2010
Sir 3: 2-6.12-14; Kol 3: 12-21; Mat 21: 13-15.19-23

oleh : Romo Gunawan OCarm

Lectio :

Bangunlah dan ambilah Anak itu beserta ibuNya, dan larilah ke Mesir sampai nanti Kupanggil kembali, sebab Herodes mau membunuh Anak itu, sabda Tuhan. Demikian ketika mereka telah di sana dan tinggal di sana, kembali Tuhan bersabda: bangunlah dan ambilah Anak itu beserta ibuNya, sebab dia yang mau membunuh anak itu telah mati.

Meditatio :

'Bangunlah, ambillah Anak itu serta ibuNya, larilah ke Mesir dan tinggallah di sana sampai Aku berfirman kepadamu, karena Herodes akan mencari Anak itu untuk membunuh Dia'.

Itulah perintah malaikat Tuhan kepada Yusuf, dia diminta supaya pergi mengungsi dengan memboyong keluarganya ke Mesir karena ada rencana pembunuhan: Anak, yang baru dilahirkan oleh Maria, Anaknya itu akan dibunuh oleh raja Herodes.

Ada beberapa hal yang menarik untuk kita tanyakan sebenarnya:

Pertama, mengapa malaikat menyebut Maria sebagai ibu Anaknya, bukan isterimu? Sepertinya memang agak dibuat 'renggang hubungan' Yusuf dan Maria, justru relasi Maria dan Anaknya lebih dikedepankan! Kiranya kita bisa mengira-ira, bukankah sang Anak itu dikandung dari Roh Kudus.

Kedua, adanya rumusan yang sama dan diulang dua kali: bangunlah dan ambilah Anak serta ibuNya. Sekali lagi, malaikat tidak meminta bangun dan ambilah isteri dan Anakmu. Yusuf pun tidak pernah memprotes perintah malaikat Allah itu!

Ketiga, semua kehendak Tuhan dinyatakan dalam sebuah mimpi kepada Yusuf. Mimpi di sini kiranya sebagai sebuah peristiwa penampakan ilahi, karena penampakan itu di luar kemampuan nalar insane. Sampai tiga kali istilah ini digunakan dalam persitiwa ini.

Kiranya ketiga hal ini mempunyai maksud tersendiri, dan kita dapat mempelajari secara mendalam semua detail yang ada; minimal secara spontan kita telah dibuatnya bertanya-tanya mengapa, karena memang kata-kata itu mempunyai pengertian teologis, minimal apa yang mereka lakukan itu sebagai pemenuhan akan apa yang sudah lama direncanakan oleh Tuhan, seperti: 'dari Mesir Kupanggil AnakKu', sebab Dia Tuhan bukan saja pernah memanggil Anak kesayanganNya dari Mesir, Dia pun pernah memanggil anak-anak Israel pulang kembali dari Mesir menuju tanah terjanji; demikian juga Dia membelokkan keluargaNya ke Nazaret guna terpenuhinya nubuat yang menegaskan bahwa 'Ia akan disebut Orang Nazaret', dan karena itulah kelak terpancang dengan tegas seruan 'Iesus Nazareth Rex Iudaorum' terpampang di kayu salib (Yoh 19: 19).

Semuanya bukan terjadi secara kebetulan, melainkan memang rencana Tuhan yang dikenakan pada sejarah manusia, baik dalam keunggulan dan kepahlawanan manusia, maupun juga dalam kelemahan dan keteledoran ciptaanNya. Dia tidak hanya berbicara melalui orang-orang kudusNya, Dia bahkan berbicara melalui orang-orang yang dipandang hina dan jahat. 'Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja' (Luk 23: 42), Suara peneguhan Bapa di surge bahwa sang Putera yang tersalib adalah seorang Raja melalui seorang penjahat.

Mendengar permintaan 'bangunlah dan ambilah Anak serta ibuNya', 'bangunlah Yusuf, diambilnya Anak itu serta ibuNya malam itu juga, lalu menyingkir ke Mesir, dan tinggal di sana sampai Herodes mati'. Memang tidak disebutkan berapa lama mereka dalam pengungsian Mesir, yang jelas memang sampai 'mereka yang hendak membunuh Anak itu, mati'. Jawa Pos, Sabtu 25 Desember menyinggung Natal di Mesir.

Semenjak lahir dan masa kecilNya memang Yesus tidak ditampakkan kemegahan dan keagunganNya, Dia hanya di-palung-kan di sebuah kandang, dan kini Dia malahan dikejar-kejar, dimasukan dalam DPO (Daftar Pencarian Orang), dijadikan buron! Penyelesaiannya: Dia harus diungsikan! Dia Yesus harus diungsikan, guna memenuhi kemauan Tuhan Allah dan bukan kemauan dan tuntutan manusia. Pasti ada jalan keluar bagi mereka yang mau mengikuti kemauan Tuhan.

Beginikah memang pengalaman keluarga kudus? Kekudusan atau kesucian adalah rahmat dan karunia Tuhan sendiri, kudus berarti bersikap dan bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan. Namun di manakah tanda-tanda kemapanan dan kenyamanan dari rahmat Tuhan itu? Kelimpahan berkat apa yang dinikmati oleh keluarga kudus Nazaret ini? Dalam salah doa tobat dikatakan 'nasib orang berdosa sengsara belaka, tetapi orang yang percaya kepada Tuhan dilimpahi kasih setia', di mana kasih setia yang dinikmati keluarga kudus: Maria dan Yusuf?

Keluarga kudus sepertinya tidak harus ditampakkan dalam kelimpahan rejeki dan perkasanya badan masing-masing anggota keluarga. Keluarga disebut kudus dan berkenan kepada Bapa di surga menurut bacaan Injil hari ini adalah adanya kemauan keluarga mengikuti kehendak Tuhan Allah, apa yang diminta dan dikehendaki Tuhan akan dilakukannya; keharusan mengungsi ke Mesir dan tinggal di Nazaret bukanlah kemauan Yusuf dan Maria. Yusuf dan Maria juga tidak meminta hak istimewa atas kekudusan yang mereka terima, mereka tidak meminta perhatian khusus dari malaikat Gabriel yang telah mewartakan kabar sukacita, Maria tidak menuntut perlakuan istimewa atas jawaban yang pernah diberikan kepada Tuhan, Yusuf pun tidak menuntut ganti rugi atas kemauannya mengambil Maria sebagai isterinya. Mereka 'ada bersama Yesus' inilah menjadi keluarga kudus, Yesus ada di tengah-tengah keluarga kudus, Yesus yang membuat mereka kudus, dan bukan pelbagai anugerah yang diterima daripadaNya.

Siapa takut?

Kalau takut, janganlah menjadi keluarga kudus.

Bacaan pertama dan kedua menampilkan relasi yang meneguhkan antara suami-isteri dan anak-anak, sebuah relasi yang mutualis, bahkan hendaknya mencerminkan relasi triniter yang saling melengkapi dan mengisi satu dengan lainnya. Keluarga akan tetap eksis dan malahan semakin tumbuh dan berkembang, bila hidup dalam koridor iman dan kasih

Oratio :

Yesus Kristus Tuhan, Engkau telah menyatukan kami sebagai kelurgaMu sendiri, sebab Engkau datang dan ada di tengah-tengah kami. Semoga masing-masing keluarga kami semakin memberi tempat yang layak dan pantas bagiMu untuk tinggal di tengah-tengah kami, khususnya bagi keluarga-keluarga muda yang begitu rentan oleh aneka keinginan, pendapat dan pandangan.

Yesus, berkatilah dan dampingilah keluarga kami yang tinggal di daerah Wasior, Mentawai dan Merapi, karena pengalaman dalam pengungsian seperti Engkau membuat mereka harus mulai bekerja lagi dari nol, terlebih alam semesta yang rusak oleh bencana kiranya Engkau semakin menjadi penghiburan dan kekuatan bagi mereka.

Contemplatio :

Yesus Kristus, Engkau ada di tengah keluarga kami.

Sumber : http://indocarm.blogspot.com/2010/12/pesta-keluarga-kudus.html

Friday, December 24, 2010

Merayakan Natal Sebelum 25 Desember ?

Kebiasaan merayakan Natal pada 25 Desember adalah suatu tradisi sejak abad IV, karena pada tanggal tersebut orang-orang Romawi (kafir) biasa merayakan kelahiran �Sol Invincibilis� (=Matahari yang tak terkalahkan).

Tanggal tersebut bertepatan dengan peralihan musim gugur ke musim dingin serentak saat dimulainya siang yang lebih panjang daripada malam. Suatu kemenangan matahari atas kegelapan, karena dalam 6 bulan sebelumnya siang lebih pendek daipada malam. Oleh orang-orang Kristen, Yesus dianggap Sang Matahari Sejati yang memberi terang atas manusia.

Sistem Kalender Masehi yang kita pakai sampai sekarang, yang menetapkan bahwa tahun kelahiran Yesus adalah tahun 1 Masehi, didasarkan pada perhitungan Diakon Dionisius pada tahun 525. Sebelumnya, belum ada sistem Kalender Masehi, karena tiap-tiap suku bangsa mempunyai sistem kalender sendiri sebagai cara untuk mencatat suatu peristiwa penting yang terjadi di dalam hidup. Semisal, orang Yunani mencatat, ��tahun sebelum Olympiade� atau �� tahun sesudah Olympiade; orang Romawi mengungkapkan �� tahun sejak kota Roma didirikan�; orang Yahudi mengungkapkan, �dalam tahun � sesudah mereka keluar dari Mesir� (Bil 1: 1) atau dalam tahun ke � raja � (1Raj 15: 1 atau pada waktu � menjadi Imam Agung (Luk 3:2), dan karena Yesus adalah orang Yahudi, maka sejarah hidup-Nya dicatat menurut perhitungan waktu bangsa Yahudi.

Dalam Injil Lukas 3:1 kita tahu bahwa Yohanes membaptis Yesus bersama orang banyak dalam tahun kelima belas dari pemerintahan Kaisar Tiberius. Menurut perhitungan Dionisius, Kaisar Tiberius mulai memerintah tahun 767 sejak kota Roma didirikan. Maka, tahun ke lima belas pemerintahannya adalah tahun 782 sejak kota Roma didirikan. Baptisan Yesus merupakan awal karya publik Yesus, yang menurut Lukas 3:23 Yesus berumur kira-kira 30 tahun. Jadi, tahun kelahiran Yesus, menurut perhitungan Dionisius, adalah tahun 782 sejak kota Roma didirikan, dikurangi 29 tahun (jumlah tahun yang sudah pasti dijalani Yesus), yakni tahun 753 sejak kota Roma didirikan, yang sama dengan tahun 1 Masehi.

Perayaan Natal

Hal merayakan Natal pada 25 Desember telah menjadi tradisi dan tanggal tersebut ditradisikan sampai sekarang dalam kalender liturgi Gereja Katolik. Rupanya yang mau diangkat untuk dihayati demi pengembangan iman selanjutnya ialah, pertama, nilai tradisi yang terkandung pada tanggal tersebut; kedua, Yesus yang lahir adalah �Firman yang telah menjadi manusia dan diam di antara kita� (Yoh 1:14. Dengan kenyataan ini Yesus tidak mempertahankan keallahan-Nya dan telah mengambil rupa sebagai manusia (Fil 2:6-7). Ketiga, kegelapan dunia hanya bisa dikalahkan dengan cara demikian yang telah ditunjukkan oleh Yesus dan bekerjasama dengan kerendahan hati, kesetiaan, menyimpan perkara Allah dalam hati seperti Maria beserta denga ketulusan hati yang ada pada Yosef; keempat, ketiga nilai ini harus kita persiapkan..

Oleh karena itu di dalam kalender liturgi Gereja Katolik disediakan suatu masa sebagai persiapan yakni masa Adven. Masa Adven itu membuka tahun liturgi yang baru, dan bagi umat Katolik mempunyai arti khusus, yakni sebagai masa untuk mempersiapkan diri menyambut kedatangan Yesus Kristus. Seruan Yohanes Pembaptis mengajak kita agar bertobat. Pertobatan membuat kerendahan hati, kesetiaan, hal menyimpan perkara Allah dan kelurusan hati bersedia dimurnikan dalam diri kita agar layak dan pantas menyambut kelahiran Yesus Kristus Tuhan. Dan lebih dari itu, pertobatan ini membuat pengampunan Allah sungguh menjadi keselamatan bagi kita. Karena itu sebelum tanggal 25 Desember, kita belum merayakan natal, tetapi masih mempersiapkannya.

Namun bagaimana sikap kita (apabila ada dalam suasana hidup kekristenan dengan Gereja-Gereja Kristen lainnya), kalau diundang untuk menghadiri perayaan Natal sebelum tanggal 25 Desember?

Pertama, kita perlu menjelaskan bagaimana umat katolik mempersiapkan diri untuk menyambut Hari Raya Natal sepanjang masa Adven.

Kedua, kalau kita menimbang perlu, dalam rangka kebersamaan dalam hidup masyarakat, baiklah kita terima undangan untuk ikut hadir pada perayaan Natal yang sudah dipersiapkan.

Ketiga, kita ikut hadir sebagai penghargaan atas undangan yang ada, tetapi tidak ikut aktif menyelenggarakan-nya.

Keempat, seandainya toh kita diminta untuk ambil bagian dalam menyumbangkan nyanyian atau memberi renungan, hendaknya kita menyanyikan lagu masa Adven yang bernada penantian, demikian juga dengan renungan yang kita berikan.

Kelima, dalam segala hal kita berpegang teguh pada ajaran Gereja Katolik, dengan sikap yang bijaksana dan terbuka dalam pergaulan dan dialog di tengah masyarakat.

Sumber : http://paroki-sragen.or.id/

Thursday, December 23, 2010

Sekilas Sejarah Perayaan Natal

Natal diartikan telah lahir atau telah dilahirkan, kata Natal ini berasal dari kata Latin Natus. Pada konteks Kristiani, Natal berarti segala sesuatu yang berhubungan dengan kelahiran Kristus. Dalam arti yang lebih sempit, Natal adalah perayaan kelahiran Yesus di Bethlehem duaribu tahun yang lalu.

Hampir di semua negara, hari Natal (25 Desember) menjadi hari libur nasional. Menurut penanggalan Gereja Katolik Roma sendiri, Natal adalah satu dari enam hari Pesta utama di samping : Sikumsisi (tahun baru), Kenaikan Tuhan, Pesta Maria diangkat ke Surga (15 Agustus), Hari Raya Semua Orang Kudus (1 November) dan Perayaan Santa Maria dikandung tanpa noda (8 Desember)

Mengapa Natal sedemikian penting?
Menurut buku tahunan Encyclopedia Britannica, pada tahun 1994 terdapat 1,8 milyar umat Kristen dari sekitar 5,5 milyar populasi dunia. Hal ini membuat Kristen menjadi agama terbesar dalam hal jumlah penganut. Karena umat Kristiani mengikuti Yesus, perayaan kelahiran Yesus menjadi sangat penting bagi mereka dan bagi sebagian besar wilayah di dunia.

Menurut informasi, di Amerika, minggu sebelum Natal adalah minggu tersibuk dalam dunia perbelanjaan sepanjang tahun Toko-toko besar meraup 70% keuntungan tahunannya hanya selama sebulan yaitu satu bulan menjelang Natal. Natal menjadi penting bukan hanya karena alasan-alasan keagamaan melainkan juga karena alasan ekonomi dan budaya.

Apakah tanggal 25 Desember adalah hari kelahiran Yesus? (Awal Mula Perayaan Natal)
Dulunya, 25 Desember merupakan peringatan tradisional masyarakat Romawi untuk mempertingati Saturnus (Dewa Panen) dan Mithras (Dewa petir) sekaligus titik balik matahari di musin dingin. Di saat kekaisaran Roma dikuasai orang-orang Kristen, Gereja mengambil alih tanggal tersebut dari pesta kafir bangsa Romawi ini yang terkenal dengan ungkapan "Dies Natalis (Solis) invicti." : Hari Raya Kelahiran Dewa Matahari yang terkalahkan. Pemujaan terhadap dewa Matahari yang amat kuat di masa itu dan dirayakan secara khusus pada saat titik balik peredaran matahari.

Adapun tujuannya, untuk menjauhkan umat beriman dari gagasan yang kafir itu dan Gereja menggantikannya dengan misteri kelahiran Kristus Yesus sebagai Sang Matahari sejati yang menrangi setiap insan. Ini adalah proses inkulturasi.
Mula-mula, hari itu dirayakan dengan misa sederhana. Akan tetapi, seiring dengan berkembangnya agama Kristen, Natal menjadi semakin penting dan mengalahkan perayaan-perayaan tradisional yang telah ada sebelumnya, sekaligus mempertegas dan memperteguh iman akan misteri Allah yang menjelma menjadi manusia.

Di beberapa negara di wilayah Eropa Utara, sekitar pertengahan bulan Desember, biasanya diadakan pesta panen. Pada saat itu, rakyat yang baru saja mengakhiri masa panennya menghiasi rumah mereka dengan hijau-hijauan, memasak makanan yang istimewa, berkumpul untuk bernyanyi bersama dan saling membagi hadiah. Lama-kelamaan, tradisi rakyat ini menjadi bagian dari perayaan Natal.

Tradisi berbagi hadiah
Tradisi ini mungkin diilhami dari kisah Kitab Suci tentang orang-orang Majus dari Timur. Para Majus memberikan hadiah kepada bayi Yesus berupa emas, kemenyan dan mur. Selain merupakan adopsi dari tradisi, kebiasaan ini juga didukung oleh adanya kisah Sinterklas yang terkenal suka membagi hadiah kepada anak-anak.

Pohon Natal
Tradisi memasang pohon Natal kemungkinan besar berasal dari Jerman dan diawali pada tahun 1.000(?). Tradisi ini kemudian menyebar ke Inggris dan Amerika. Pada zaman Victoria, orang mulai menghiasi pohon Natal dengan permen dan kue-kue serta pita-pita. Martin Luther, pada abad ke 16 dianggap sebagai orang pertama yang memasang lilin pada pohon Natal.

Tahun 1880, hiasan Natal pabrikan mulai diproduksi dan dipasarkan. Dan, lampu natal elektronis muncul di tahun 1882. Sampai sekarang bentuk dan jenis hiasan pohon natal semakin bagus dan beragam.

Wednesday, December 22, 2010

Memaknai Natal

Lalu kata malaikat itu kepada mereka: "Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juru selamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud....� [Lukas 2:10-11]

Kata �Natal� berasal dari bahasa Latin, yang berarti: �Lahir�. Ketika kita merayakan natal setiap tahunnya maka kita sedang merayakan hari lahirnya Tuhan kita Yesus Kristus, dua ribu tahun yang lalu. Natal bukanlah sekedar rutinitas perayaan keagamaan yang harus dijalani setiap tahunnya. Namun inti natal adalah memperingati dan merenungkan kembali makna kelahiran Yesus Kristus bagi kita, umatNya.

Dalam kutipan ayat firman Tuhan di atas dijelaskan bahwa bayi natal yang kita rayakan bukanlah manusia biasa. Dia adalah Juru selamat, yang akan menyelamatkan manusia dari belenggu dosa. Selain itu dia juga adalah Tuhan/Raja, yang menjadi penguasa tunggal dalam setiap aspek hidup umatNya.

Sekalipun perayaan natal (kelahiran Tuhan Yesus) tidak pernah diperintahkan Tuhan Yesus atau dirayakan oleh orang Kristen di alkitab sebagaimana halnya Paskah (kebangkitan Tuhan Yesus), namun mengingat natal adalah hari kelahiran Tuhan dan Juru selamat kita, maka layaklah kita merayakannya.

Hari natal, yang puncaknya biasa dirayakan umat kristiani di seluruh dunia pada tanggal 24-25 Desember setiap tahun, tinggal beberapa hari lagi. Oleh karena itu marilah kita mempersiapkan hati kita untuk menyambut natal. Sebab orang yang kelahiranNya kita rayakan adalah Tuhan, Raja dan Juru selamat kita.

Makna Natal Bagi Orang Orang Percaya
Natal adalah kesukaan besar bagi segala bangsa

Manusia yang sedang terbelenggu oleh dosa akan diselamatkan oleh seorang Juru selamat yang baru lahir, Yesus Kristus, serta memberikan kita hidup kekal. Karena itu kita patut bersukacita seperti para bala tentara sorga yang bersukacita dengan nyanyian/puji-pujian saat peristiwa natal (Luk. 2:13-14). Dan sukacita natal adalah bagi semua orang dari segala bangsa yang percaya kepadaNya.(Luk.2:10). Kita dapat mengundang setiap orang untuk menerima kasih natal tersebut.

Natal adalah kesederhanaan
Walaupun natal adalah sukacita, namun natal bukanlah kemewahan. Anak Allah yang kudus lahir bukan di ibukota Israel, Yerusalem, namun di kota kecil Betlehem (Luk. 2:4-6). Dia juga tidak lahir di istana, namun di kandang domba (Luk. 2:7). KelahiranNya diberitakan bukan kepada raja, nabi atau orang besar, namun kepada para gembala domba yang sederhana (Luk. 2:8-12). Kita patut merayakan natal secara sederhana, sebab peristiwa natal yang pertama adalah sederhana.

Natal adalah pengorbanan
Karena kasihNya kepada manusia yang berdosa, Allah rela mengorbankan anakNya yang tunggal,Yesus Kristus, agar manusia terbebas dari dosa. Manusia yang telah jatuh dalam dosa seharusnya akan mati menanggung dosa-dosanya, namun Allah yang pengasih dan penyayang mengorbankan anakNya yang tunggal untuk mati meggantikan kita (Yoh.3:16). Allah berkorban dalam natal. Karena itu kita juga sepatutnya berkorban dalam natal, seperti para majus yang mengorbankan persembahan-persembahan mereka (Mat. 2:11), sebagai ��kado natal� kita kepadaNya.

Natal adalah kemenangan
Melalui kelahiran Tuhan Yesus, maka kesudahan iblis dan kejahatan semakin dekat. Manusia akan dibebaskan dari dosa, itulah sebabnya bayi natal itu diberi nama �Yesus�, (Mat. 1:21), yang artinya: Allah menyelamatkan. Kemenangan telah tiba bagi manusia. Melalui peristiwa natal orang berdosa telah menang, kuasa iblis telah dihancurkan. Memang kita masih hidup di dunia yang penuh dosa, kejahatan, penderitaan. Kemenangan kita yang sesungguhnya baru terjadi saat kedatangan Tuhan Yesus kali kedua, di mana tidak ada lagi dosa, kejahatan dan penderitaan. Namun melalui peristiwa natal (kedatanganNya kali pertama) kita telah mencapai sebuah tahapan kemenangan.

Natal adalah penggenapan dan pembuktian kasih Allah.
Para nabi sebelumnya berulang-ulang telah menubuatkan kedatangan Tuhan Yesus ke dunia ini, dan yang akhirnya tergenapi pada peristiwa natal tersebut (Mat. 1:22-23). Melalui peristiwa natal, kasih Allah dibuktikan/digenapi bahwa Ia adalah Allah yang memegang janjiNya dan yang tidak akan pernah berdusta kepada manusia. Melalui peristiwa natal kita juga diingatkan untuk tetap percaya pada firman, janji dan kasih Allah yang tidak pernah berubah bagi kita umatNya.

Sumber : http://www.pondokrenungan.com/

Monday, December 20, 2010

Mengapa Pesta Natal dirayakan 25 Desember?

oleh: P. Victor Hoagland, C.P.

Tidaklah mudah untuk menentukan dengan tepat asal-mula Pesta Natal, yang sekarang menjadi perayaan yang paling penting dalam masa Natal di sebagian besar Gereja-gereja Ritus Barat. Kita hanya dapat mengatakan dengan pasti bahwa kelahiran Yesus Kristus mulai dirayakan di Roma sekitar tahun 336 A.D. (Anno Domini = Tahun Masehi); kemudian Pesta Natal dirayakan juga di gereja-gereja Kristiani lainnya di seluruh dunia.

Mengapa Pesta Natal dirayakan pada tanggal 25 Desember? Tidak ada catatan mengenai tanggal kelahiran Yesus yang dapat kita temukan dalam Perjanjian Baru. Kitab Suci jauh lebih mementingkan �Siapakah Yesus?� daripada tanggal kelahiran-Nya. Perkiraan Gereja Perdana akan tanggal kelahiran-Nya dipengaruhi oleh tanda-tanda perubahan musim, yang kemudian diterima dalam pemikiran religius, yang dengan seksama memperhatikan equinox (di mana waktu siang dan malam sama lamanya) dan titik balik matahari. Para ilmuwan Kristiani memperkirakan bahwa Yesus dikandung pada equinox musim semi (25 Maret) dan oleh karenanya dilahirkan pada tanggal 25 Desember, tanggal titik balik musim dingin.

Di banyak gereja Kristiani, tanggal 25 Maret masih tetap dirayakan sebagai Hari Raya Kabar Sukacita, yaitu ketika Malaikat Gabriel menyampaikan kabar kepada Maria bahwa ia akan menjadi bunda Yesus.

Pesta Natal mungkin juga berasal dari perayaan kafir �Dewa Matahari yang tak terkalahkan� yang ditetapkan oleh Kaisar Aurelius pada tahun 274 A.D. dan dirayakan pada tanggal 25 Desember, yaitu pada hari terjadinya titik balik musim dingin, di Roma dan di seluruh wilayah kekaisaran. Umat Kristiani mengambil alih perayaan tersebut untuk merayakan pesta �Surya Kebenaran� (Maleakhi 4:2), yaitu Yesus Kristus, yang menyebut Diri-Nya �Terang Dunia� (Yohanes 8:12).

sumber : �The Feast of Christmas� by Fr Victor Hoagland, C.P.; Copyright 1996, 1997, 2000 - The Passionist Missionaries; www.cptryon.org/prayer
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: �diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Fr. Victor Hoagland, CP.�

Friday, December 17, 2010

Sekilas Penjelasan Tentang Masa Adven

1. Pengertian masa Adven

Masa Adven adalah masa empat minggu sebelum hari Natal, ketika Gereja merayakan kedatangan Kristus yang pertama dan mengharapkan kedatangan-Nya yang kedua. Hari pertama Adven dapat jatuh antara tanggal 27 November sampai 3 Desember.

Kata �Adven� berasal dari kata Latin �adventus� (bahasa Yunani-nya parousia), artinya �kedatangan�. Maka fokus masa Adven adalah kedatangan Mesias, yaitu Yesus Kristus. Maka doa- doa penyembahan dan bacaan Kitab Suci tidak saja mempersiapkan kita secara rohani akan kedatangan-Nya (untuk memperingati kedatangan-Nya yang pertama) tetapi juga mempersiapkan kedatangan-Nya yang kedua. Itulah sebabnya bacaan Kitab Suci pada masa Adven diambil dari Perjanjian Lama yang mengharapkan kedatangan Mesias dan Perjanjian Baru yang mengisahkan kedatangan Kristus untuk menghakimi semua bangsa. Demikian juga, tentang Yohanes Pembaptis, sang perintis yang membuka jalan bagi kedatangan Kristus Sang Mesias.

2. Makna Adven

Katekismus Gereja Katolik menjelaskan tentang makna Adven sebagai berikut:

KGK 524 Ketika Gereja merayakan liturgi Adven setiap tahunnya, ia menghadirkan kembali pengharapan di jaman dahulu akan kedatangan Mesias, sebab dengan mengambil bagian di dalam masa penantian yang panjang terhadap kedatangan pertama Sang Penyelamat, umat beriman memperbaharui kerinduan yang sungguh akan kedatangan-Nya yang kedua. Dengan merayakan kelahiran sang perintis [Yohanes Pembaptis] dan kematiannya, Gereja mempersatukan kehendaknya: �Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil.�(Yoh 3:30)

Dengan demikian masa Adven merupakan masa menantikan kelahiran Kristus/ penjelmaan-Nya menjadi manusia. Masa Adven ini bukan bagian dari masa Natal, tetapi merupakan persiapannya. Oleh karena itu, masa Adven merupakan masa pertobatan (menyerupai masa Prapaska), sebab memang pertobatan-lah yang diserukan oleh Yohanes Pembaptis agar kita dapat menyambut Kristus Sang Penyelamat. Ciri- ciri perayaan masa Adven adalah tenang dan sederhana, tidak semeriah masa biasa, sebab penekanannya adalah pertobatan yang diwarnai oleh pengharapan akan kedatangan Tuhan.

Budaya sekular di sekitar kita dan juga banyak gereja- gereja non- Katolik merayakan hari Natal yang berdiri sendiri, terlepas dari masa Adven dan masa oktaf Natal sampai Epifani. Namun sesungguhnya hari Natal tidak dimaksudkan sebagai hari yang berdiri sendiri, tetapi sebagai perayaan yang tidak terlepas dari penanggalan tahunan liturgis. Natal sebagai perayaan Inkarnasi Tuhan Yesus perlu dipersiapkan terlebih dahulu pada masa Adven. Sebab masa Adven merupakan masa peringatan akan penghiburan yang diberikan Tuhan dan kesempatan di mana kita menyesuaikan diri dengan kehendak Tuhan, seperti halnya ketika para patriarkh, para nabi dan raja menanti dengan penuh pengharapan akan janji Allah yang akan mengutus Putera-Nya menjadi manusia.

3. Latar belakang Kitab Suci

Perjanjian Baru mengidentifikasikan Yesus sebagai Mesias bangsa Yahudi, meskipun Yesus bukanlah Mesias yang diharapkan oleh kebanyakan orang Yahudi pada saat itu. Sebab bangsa Yahudi saat itu menantikan Mesias yang dapat mengusir bangsa Romawi yang menjajah mereka. Injil dengan jelas menyatakan bahwa Kristus tidak datang untuk mendirikan Kerajaan di dunia atau untuk membebaskan orang- orang Yahudi dari penjajahan Romawi; tetapi Ia mewartakan Kerajaan Surga bagi bangsa Yahudi dan bangsa non- Yahudi. Meskipun jemaat perdana mengakui bahwa Yesus telah berjaya di dalam Gereja-Nya namun mereka mengakui bahwa segala hal belum sepenuhnya takluk kepada-Nya, sehingga masih ada penggenapan Kerajaan-Nya di masa mendatang (lih. KGK 680). Oleh karena itu, para jemaat perdana menantikan dengan rindu kedatangan Kristus yang kedua dalam kemuliaan-Nya, untuk mencapai kemenangan sempurna kebaikan atas kejahatan, ketika Kristus akan mengadili semua orang, baik yang hidup dan yang mati (lih. KGK 681, 682) dengan keadilan dan kasih yang sempurna. Maka bacaan Kitab Suci inilah yang mendasari masa Adven.

Kitab Suci mengajarkan agar kita mempersiapkan diri menyambut kedatangan Tuhan. Persiapan diri yang dimaksud adalah �berjaga-jaga�, karena memang inilah yang diperintahkan oleh Kristus untuk menyambut kedatangan-Nya (lih. Mat 24:42. Mat 25:13; Mrk 13:33). �Berjaga- jaga� di sini maksudnya adalah untuk mengarahkan pandangan kita kepada hal- hal surgawi, dan bukan kepada hal- hal duniawi, pesta pora, dan dosa, seperti yang dilakukan orang banyak pada jaman nabi Nuh (lih. Mat 24:37-39, Kej 6:5-13). Dengan demikian masa Adven merupakan masa pertobatan, di mana kita dipanggil Allah untuk kembali ke jalan Tuhan. Adven adalah kesempatan untuk menumpas gunung dan bukit kesombongan hati kita, maupun menimbun lembah kekecewaan dan luka-luka batin kita, agar semua yang berliku diluruskan dan yang berlekuk diratakan (lih. Luk 3:5-6) agar kita siap menyambut Kristus. Dengan demikian kita akan melihat keselamatan yang dari Tuhan.

4. Latar Belakang Sejarah

Referensi pertama tentang perayaan Adven terjadi pada abad ke-6. Sebelumnya, terdapat perayaan- perayaan dan puasa yang menyerupai masa Adven kita saat ini. St. Hilarius dari Poitiers (367) dan Konsili Saragossa di Spanyol (380) menjabarkan tentang tiga minggu masa puasa sebelum Epifani. Paus St. Leo Agung banyak berkhotbah tentang �masa puasa pada bulan kesepuluh (yaitu bulan Desember)� sebelum hari Natal. Gelasian Sacramentary (750) memberikan bacaan liturgi bagi lima Minggu sebelum hari Natal, juga Rabu dan Jumat. Akhirnya Gereja Barat memutuskan untuk menentukan 4 Minggu pada masa Adven, yang dimulai dari akhir November atau awal Desember sampai hari Natal.

Gereja- gereja Timur juga melakukan puasa untuk menyambut Natal. Masa puasa ini lebih panjang dari masa Adven yang dirayakan oleh Gereja Barat, yaitu dimulai pada pertengahan bulan November. Maka Adven, atau masa puasa pada Gereja- gereja Timur ini dirayakan baik oleh Gereja Katolik, maupun gereja- gereja Orthodox.

Pada masa Reformasi, beberapa tokoh Protestan menolak masa peringatan/banyak hari perayaan dalam kalender liturgi Gereja, dan dengan ini memisahkan gereja mereka dari ritme perayaan liturgis yang dirayakan Gereja Katolik setiap tahunnya (kecuali gereja Lutheran yang kini mempunyai kalender liturgi yang kurang lebih sama dengan kalender liturgi Gereja Katolik). Namun demikian beberapa gereja Protestan mempertahankan masa Adven, seperti gereja Anglikan. Kemungkinan karena gerakan liturgis, ataupun sebagai reaksi akan perayaan Natal yang cenderung semakin dikomersialkan di kalangan dunia sekular, maka perayaan Adven sekarang ini menjadi semakin populer di kalangan gereja- gereja non- Katolik dan non- Orthodox. Gereja- gereja Lutheran, Anglikan, Methodis dan Presbytarians dan kelompok- kelompok evangelis telah memasukkan juga tema Adven ke dalam ibadah penyembahan mereka, walau dengan derajat yang berbeda- beda.

5. Kesimpulan

Maka, walaupun masa Adven tidak secara eksplisit tertulis dalam Kitab Suci, namun bukan berarti masa Adven ini tidak ada dasar Alkitabnya. Bahwa Allah selalu menginginkan umat-Nya untuk mempersiapkan diri menyambut kedatangan-Nya, itu bukan merupakan �ide baru�; tetapi memang sudah diajarkan dalam Kitab Suci. Perayaan Adven itu merupakan peringatan akan masa persiapan menyambut kelahiran Kristus (kedatangan-Nya yang pertama), dan penegasan masa penantian akan kedatangan Kristus yang kedua. Tidak ada yang salah jika kita mempersiapkan diri untuk menyambut kedatangan Kristus, malah itu adalah keharusan, seperti diserukan oleh Yohanes Pembaptis, ataupun oleh Yesus sendiri, seperti telah dijabarkan di atas.

Jika untuk kedatangan bapak Presiden saja, orang- orang mempersiapkannya dengan sungguh- sungguh dalam banyak hal, apalagi kita menyambut Kristus, Sang Raja di atas segala raja di bumi. Maka kita sebagai umat Kristiani selayaknya tidak memandang hari raya Natal sebagai hari yang berdiri sendiri, yang dapat dirayakan tanpa persiapan hati yang cukup sebelumnya. Jika kita mengamini Kristus sebagai Raja Semesta alam yang mengatasi semua pemimpin negara di dunia, tentulah Ia layak menerima penghormatan melebihi para pemimpin tersebut. Seumpama pak Presiden berkenan datang di rumah kita, tentu kita akan membersihkan dan mempersiapkan rumah kita sebaik mungkin, bukan? Maka, mari kita lakukan hal yang sama, mempersiapkan rumah hati kita sebaik mungkin untuk menyambut kedatangan Kristus Tuhan dan Juru Selamat kita!

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,

Sumber : http://katolisitas.org/2010/12/14/masa-adven/

Saturday, December 11, 2010

Marilah Terlibat Dalam Menata Hidup Bangsa


Surat Konferensi Waligereja Indonesia (KWI)
kepada Umat Katolik di Indonesia
12 November 2010

Kepada Saudara-saudari umat Katolik di seluruh wilayah tanah air yang terkasih dalam Tuhan kita Yesus Kristus,

Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI), 1-5 November 2010 di Wisma Kinasih, Caringin, Bogor baru saja berakhir. Kami para Uskup juga baru saja mengakhiri sidang tahunan yang berlangsung 8-12 November 2010. Dengan para peserta SAGKI yang merupakan wakil-wakil umat dari keuskupan-keuskupan, kami sudah mengalami kebersamaan dan persekutuan dalam iman pada SAGKI yang lalu. Kini kami ingin menyapa saudara-saudari umat Katolik di Indonesia dan membagi sukacita serta berkat Tuhan secara lebih melimpah kepada Anda yang tidak ikut SAGKI.

SAGKI dan sidang tahunan KWI terlaksana di tengah keprihatinan seluruh anak bangsa karena berbagai bencana yang melanda beberapa wilayah negeri ini, seperti banjir bandang di Wasior (Papua Barat), gempa bumi dan tsunami di Kepulauan Mentawai (Sumatera Barat), serta meletusnya Gunung Merapi (di perbatasan Jateng-DIY) yang menelan banyak korban jiwa, harta, dan hancurnya sebagian sarana-prasarana serta menyuramkan hari depan mereka. Situasi itu semakin mendorong kami untuk menyapa dan meneguhkan Anda semua yang telah bersama dengan warga masyarakat lainnya mewujudkan kepeduliaan untuk membantu saudara-saudari yang sedang terkena musibah.

Kami sungguh bergembira dan bersyukur atas berbagai inisiatif dan karya nyata yang telah Anda lakukan di tengah dan bersama masyarakat sebagai usaha untuk menemukan dan menampilkan wajah Yesus dalam hidup sehari-hari. Kenyataan keterlibatan Anda dalam masyarakat dapat kami dengar melalui penuturan para utusan keuskupan yang ambil bagian dalam SAGKI yang lalu. Karya nyata itu kami dengar dalam SAGKI melalui kisah sejumlah saudara seiman bagaimana mereka menghayati imannya dalam perjumpaan dengan berbagai kebudayaan dan gaya hidup, keragaman agama, dan kemiskinan. Juga kisah beberapa orang yang berbeda agama mengenai pengalaman mereka dalam perjumpaan dengan orang-orang Katolik.

Saudara-saudari yang terkasih,

Guna semakin nyata menghadirkan wajah Yesus dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, kami ingin berbicara dengan Anda dari hati-ke-hati mengenai beberapa hal yang kami anggap penting bagi kita sebagai umat Katolik warga negara Indonesia. Hal-hal yang kami maksud adalah pemberantasan korupsi, pengentasan kemiskinan, upaya mengembangkan toleransi yang didasari kasih dan penegakan hukum yang berkeadilan. Kegembiraan, peneguhan, dan pencerahan yang ditimba dalam SAGKI memberi inspirasi untuk menjalankan panggilan untuk lebih terlibat dalam menata kehidupan bangsa terlebih menjawab empat persoalan mendesak di atas.

Pemberantasan korupsi: Godaan untuk melakukan korupsi hadir sebagai sebuah hal yang nampaknya baik. Dalam membujuk untuk berkorupsi, roh jahat menunjukkan diri sebagai malaikat. Maka untuk mencermati masalah korupsi, kita pertama-tama harus mengamati bagaimana kita bersama-sama melatih diri untuk mampu membedakan gerak-gerik roh dalam diri maupun dalam masyarakat. Pembujuk jahat yang menggoda untuk melakukan korupsi, dengan wajahnya yang manis membujuk kita untuk melakukan hal-hal yang nampaknya baik dan besar, penting dan berguna bagi kemanusiaan. Dari buahnya kita kenali pohonnya. Dan buah itu ternyata buah busuk dan membuat koruptor itu menjadi berbau. Buah itu ternyata merusak nama baiknya, keluarganya dan pada gilirannya merusak masyarakat.

Korupsi kini telah meresap ke seluruh sendi kehidupan bangsa. Praktek hidup yang koruptif amat luas dan dalam, sehingga dirasakan seakan-akan hal itu normal dan baik. Kita melihat, pihak-pihak yang semestinya mengusahakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, semakin cerdik mencari jalan untuk mendapatkan keuntungan bagi diri, keluarga, kelompok atau golongannya sendiri dengan memanfaatkan kekuasaan yang dimilikinya. Sebagai orang beriman dan warga negara kita harus mencari upaya untuk menghapus dan menghentikannya. Sebagai orang beriman kita harus bersikap jujur, bertindak benar, serta bertanggungjawab atas kepercayaan orang lain.

Pengentasan kemiskinan: Kemiskinan tidak berdiri sendiri. Kemiskinan adalah sebuah wajah yang menunjukkan tiadanya cintakasih dan struktur sosial yang adil. Di dalam masyarakat kita ada segolongan orang yang menguras kekayaan negeri ini secara berkelebihan sehingga tidak ingat lagi pada saudara-saudarinya yang juga memerlukan rejekinya dari tanah air yang sama. Kenyataannya sekitar 40 persen bangsa kita belum hidup sejahtera. Setelah 65 tahun merdeka kenyataan ini mesti menggugah kita. Rakyat mengharapkan kebijakan politik dan ekonomis yang secara kasatmata berpihak pada orang kecil. Rakyat terpaksa menjadi penonton proyek-proyek besar atau bahkan mengalami penggusuran karena adanya proyek-proyek tersebut. Orang kecil tidak mengharapkan peminggiran atau penggusuran, melainkan pemberdayaan agar semakin berdaya.

Pengembangan toleransi yang didasari kasih: Jarak antara mereka yang kaya dan miskin semakin lebar. Akibatnya, mereka yang miskin menjadi putus asa. Mungkin mereka sudah mengusahakan agar dapat hidup secara pantas sebagai manusia, tetapi usaha itu tidak membawa hasil. Ketika hal semacam itu menjadi pengalaman semakin banyak orang, maka agama menjadi satu-satunya kekuatan yang ada di dalam diri mereka. Agama, di satu pihak bisa dipergunakan sebagai pendorong untuk menghancurkan struktur yang tidak adil, tetapi di lain pihak bisa dimanfaatkan untuk mempertahankan struktur yang tidak adil itu guna mencari keuntungan diri. Akhir-akhir ini kekerasan dan tindakan-tindakan anarkhis dengan mengatasnamakan agama kembali menguat. Sikap dan tindakan seperti itu memunculkan intoleransi yang semakin meningkat, yang merusak hak asasi warga negara untuk bebas menjalankan agama dan kepercayaannya yang telah dijamin oleh Pancasila dan UUD NRI 1945.

Penegakan hukum yang berkeadilan: hingga kini kita sering mendengar ungkapan yang menyatakan bahwa setiap warga negara memiliki kedudukan sama dan setara di hadapan hukum. Hukum perlu ditegakkan agar kebenaran dan keadilan menjadi nyata, hukum harus dijadikan panglima sesuai amanat UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Namun kita kerap menyaksikan bahwa penegakan hukum yang berkeadilan baru sampai pada ungkapan niat baik tetapi belum sampai kepada pelaksanaan yang konsisten. Proses penegakan hukum masih memberi kesan kuat tebang pilih dan membeda-bedakan. Penerapan hukum sepertinya "tajam ke bawah, tumpul ke atas". Maksudnya, terhadap rakyat kecil atau warga biasa hukum bisa diterapkan secara efektif, tetapi hukum menjadi tumpul dan tidak berdaya terhadap yang besar, berkedudukan dan memiliki kekuasaan, serta punya banyak uang.

Empat hal tersebut kami anggap penting dan menentukan dalam kehidupan bermasyarakat. Maka melalui surat ini, kami ingin menegaskan sikap dan menyampaikan ajakan kepada Anda semua untuk cermat melihat akar-akarnya, cara berkembangnya, tipu dayanya, dan akibat-akibat buruk yang ditimbulkannya. Sungguh merupakan celaka bagi bangsa ini kalau hal-hal itu tidak segera diatasi, sebab dengan itu kita bisa menyebabkan negara ini terus mengalami pembusukan dari dalam dan menyebabkan rapuhnya bangunan kesatuan dan persatuan kita serta sulitnya mewujudkan hidup yang adil dan makmur.

Saudara-saudari yang terkasih,

Marilah kita cermati diri kita masing-masing, keluarga, komunitas, dan Gereja kita agar tidak terbujuk oleh godaan untuk berkorupsi. Jangan sampai perilaku kita melukai rasa religius umat beriman, menyakiti hati kaum marjinal dan terabaikan. Kita tingkatkan bersama kualitas dialog dan karya-karya nyata bersama umat yang berbeda agama. Kita usahakan pengentasan kemiskinan melalui perbaikan struktur sosial yang tidak adil dan dengan mengembangkan semangat saling membantu. Marilah kita mengawal proses penegakan hukum yang berkeadilan dengan menjadi warga yang hormat dan taat pada aturan serta hukum yang berlaku.

Secara langsung, mungkin tak akan lekas nampak hasilnya. Tetapi bila kita mampu membedakan gerak-gerak roh dalam diri kita, kami percaya bahwa usaha ini akan membawa perubahan. Perubahan yang berasal dari batin dan yang berakar pada iman yang teguh akan memiliki dampak yang dahsyat. Semoga secara batin kita diperkaya oleh Kristus sehingga kita menjadi mampu untuk menolak godaan roh jahat.

Semoga iman kepada Yesus Kristus, Tuhan kita, menjadi daya kekuatan bagi kita agar kita semakin mampu mendengarkan suara Roh, hidup arif dan berani mengambil keputusan-keputusan yang berdasarkan iman dan moral Katolik demi keselamatan bangsa dan kemuliaan Allah.

Pengalaman kebersamaan sebagai umat Katolik Indonesia selama SAGKI 2010 meneguhkan kita bahwa keberagaman budaya, perbedaan agama merupakan modal sosial yang sangat baik untuk mewujudkan persatuan sebagai bangsa Indonesia. Modal sosial itu akan semakin kuat apabila ada kesediaan berdialog dan bekerjasama, saling melengkapi dan saling memperkaya. Marilah kita membangun masa depan Indonesia yang lebih baik, berawal dari diri kita sendiri, keluarga, komunitas, dan paguyuban-paguyuban yang bertumbuh subur di tengah-tengah umat.

Tuhan memberkati kita semua.

Sumber : http://keuskupanbandung.org/main/post/217

Wednesday, December 8, 2010

Asal Mula Liturgi Adven

oleh: Jeanne Kun
Perayaan untuk memperingati hari kelahiran para penguasa merupakan hal yang umum dilakukan pada zaman Kristus. Hari ulang tahun ini masih dirayakan secara luas, bahkan juga setelah orang yang dihormati itu meninggal. Maka sepantasnyalah bila umat Kristiani purba ingin menghormati tanggal kelahiran Penyelamat mereka, Tuhan Allah penguasa semesta alam.

Pada mulanya kelahiran Kristus dirayakan bersamaan dengan Epiphany, pesta penampakan Kristus, yang jatuh pada tanggal 6 Januari. Tetapi setelah masa terakhir dari masa penganiayaan orang Kristiani oleh penguasa Romawi, sekitar tahun 330 Masehi, Gereja Roma menetapkan 25 Desember sebagai tanggal untk memperingati kelahiran Kristus. Untuk beberapa lama beberapa Gereja Timur tetap merayakan pesta kelahiran ini pada tanggal-tanggal yang berbeda, tetapi pada akhir abad ke 4, tanggal yang ditetapkan oleh Roma diterima di seluruh dunia.

Ada berbagai penjelasan tentang pemilihan tanggal 25 Desember ini, tetapi tidak ditemukan dokumen gerejani resmi yang berasal dari masa itu yang memberikan alasan yang tepat. Yohanes Krisostomus dan beberapa bapa Gereja purba keliru mempercayai 25 Desember benar-benar merupakan tanggal lahir Kristus, dengan memastikan dari catatan-catatan tentang sensus yang dilakukan Cyrinius. Meskipun demikian, Gereja Roma tidak pernah secara resmi menyatakan bahwa catatan-catatan sensus tersebut masih terdapat pada adad 4, yaitu pada masa dimana tanggal kelahiran Yesus ditetapkan, bahkan gereja Roma tidak pernah memberikan kesan bahwa tanggal kelahiran Kristus itu dicatat. Kenyataannya tradisi yang berbeda-beda berlaku di bagian-bagian yang berlainan di dunia kristen, karena tanggal yang sebenarnya dari kelahiran Sang Juru Selamat tidaklah diketahui.

Sebuah penjelasan yang lebih baik didasarkan pada fakta bahwa bangsa Romawi kafir merayakan hari pesta dewa matahari (Sol invictus: Matahari yang tak terkalahkan) pada tanggal 25 Desember. Kemungkinan besar Gereja Romawi memilih tanggal tersebut terutama dengan tujuan supaya rakyat berbalik dari penyembahan kepada matahari menuju pada penyembahan kepada Kristus Tuhan, "Surya Kebenaran" (Mal 3:20) dan "Terang Dunia" (Yoh 9:5).

Dalam abad ke 5, Natal telah ditetapkan sebagai permulaan tahun Gereja. Sedikit demi sedikit, berbagai persiapan bagi perayaan pesta ini mulai dikembangkan. Catatan-catatan pertama tentang hal ini ditemukan di Gereja Perancis yang mencatat bahwa pada tahun 490, Uskup Perpetuus dari Tours mengeluarkan peraturan supaya umat berpuasa selama tiga hari dalam seminggu dimulai pada tanggal 11 November, yang merupakan hari raya St. Martinus dari Tours, sampai hari Natal. Inilah yang dikenal sebagai 40 hari Puasa St. Martinus.

Kebiasaan untuk mengadakan puasa dan pertobatan sebelum Natal menyebar ke seluruh Perancis, Spanyol dan Jerman, tetapi tanggal dimulainya berbeda-beda dari daerah ke daerah, ada yang mulai tanggal 24 September dan ada yang baru mulai pada tanggal 1 Desember. Teks misa masa prapaska dipakai selama masa pra-Natal di Gereja Perancis.

Baru abad ke 6 perayaan Adven muncul di Gereja Roma. Di sana masa ini terdiri dari 4 atau 5 hari Minggu. Pada tahun 604, Paus Gregorius Agung secara khusus memberikan khotbah Adven. Berbeda dengan Gereja Perancis, Roma tidak mengadakan puasa. Masa Adven di Roma lebih merupakan perayaan, masa yang pernuh kegembiraan mempersiapkan pesta Natal, yang bersifat penitential.

Pada adab ke 8, Gereja Perancis menerima liturgi Roma, maka terjadilah pertentangan antara sifat Adven Roma yang meriah dengan cara Perancis yang melaksanakan pertobatan dan puasa yang cukup lama. Selama beberapa abad terdapat kebimbangan. Dengan tibanya abad ke 10, permulaan tahun Gereja dimulai pada minggu pertama dalam masa Adven dan pada abad ke 13 suatu bentuk yang tetap bagi masa Adven telah dibuat dan merupakan gabungan antara kedua tradisi itu: Roma menerima puasa dan pertobatan yang berasal dari tradisi Perancis; dan kebiasaan Roma yang mempunyai masa 4 minggu dan teks-teks liturgi Roma berlaku selama masa 7 sampai 9 minggu seperti yang dilakukan di Perancis. Liturgi Adven ini secara praktis berlaku selama 600 tahun, sampai diadakan perubahan masa puasa pada th 1960 dan suatu revisi dibuat bagi teks misa yang dipakai untuk ligurgi Adven setelah Vatikan II.

Sepintas lalu, mada masa Adven kelihatannya meragukan, dengan peralihan antara kegembiraan merayakan kelahiran Sang Penyelamat yang sudah lama dinantikan, dengan ketenangan karena memikirkan penghakiman terakhir yang masih harus dihadapi. Tetapi pemahaman kita atas beberapa arti Adven dapat membantu kita untuk melepaskan dan menjelaskan rasa tegang yang kita rasakan. "Adven cenderung untuk menjadi sesuatu antara pertobatan yang dilakukan pada masa prapaskah dan kegembiraan masa Natal. Pada masa permulaan terjadinya Adven, St. Hilarius terkenal karena menyebutnya sebagai "masa puasa Natal"... Melalui peringatan dari kedatangan Kristus yang pertama, perhatian kita dibimbing kepada pemikiran akan kedatanganNya yang kedua. Aspek ganda dari masa Adven ini mempengaruhi pemilihan bacaan-bacaan Kitab Suci

Bacaan Injil pada empat hari minggu Adven merefleksikan semangat dan bentuk masa ini. Minggu pertama terpusat pada penghakiman akhir zaman (tahun A - Mat 24:37-44; tahun B - Mark 13:33-37; tahun C - Luk 21:25-28, 34-36). Bacaan Injil pada Minggu ke II dan III menyajikan pesan pertobatan Yohanes Pembaptis, suatu seruan untuk mempersiapkan diri bagi penghakiman (tahun A - Mat 3:1-12; 11:2-11; tahun B - Mark 1:1-8; Yoh 1:6-8, 19-28; tahun C - Luk 3:1-6; 3:10-18). Pada Mingu ke IV perhatian kita ditujukan pada kelahiran Kristus dengan merenungkan peristiwa-peristiwa yang membimbing kita kearah itu dan juga pada tokoh-tokoh yang tersangkut di dalamnya (tahun A - Mat 1:18-25; tahun b - Luk 1:26-38; tahun C - Luk 1:39-44).

Bacaan Perjanjian Lama terutama diambil dari nubuat mesianik Yesaya, yang mengingatkan kita kepada sejarah penyelamatan yang panjang, yang berakar pada janji-janji yang diberikan Allah kepada umat Israel. Bacaan Perjanjian Baru, yang diambil dari surat-surat, sejalan dengan tema mingguan dari bacaan Injil dan Perjanjian Lama.

Sabda Allah dengan jelas berbicara kepada kita selama masa Adven. Dengarkanlah baik-baik supaya anda siap menyambut Sabda yang menjadi manusia pada hari pesta penjelmaanNya. Dan dengarkan sabda itu yang diucapkan tepat pada waktunya, supaya anda siap mendengarnya lagi pada akhir zaman: "Mari, hai kamu yang diberkati oleh BapaKu, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan." (Mat 25:34).

Sumber : http://www.ekaristi.org/

Tuesday, December 7, 2010

Seluruh Hidup Kita Hendaknya Menjadi Suatu "ADVEN"

Amanat Paus Yohanes Paulus II
Audiensi Umum, Rabu 18 Desember 2002

Saudara dan Saudari terkasih,

1. Dalam Masa Adven ini, seruan Nabi Yesaya menyertai kita, �Katakanlah kepada orang-orang yang tawar hati: `Kuatkanlah hati, janganlah takut! Lihatlah, Allahmu �. Ia sendiri datang menyelamatkan kamu!'� (Yesaya 35:4). Seruan ini menjadi terlebih mendesak lagi sementara Natal menjelang, disertai dengan dorongan untuk mempersiapkan hati kita dalam menyambut Mesias. Ia yang dinanti-nantikan, pasti akan datang dan keselamatan-Nya adalah bagi semua orang.

Pada Malam yang Kudus, kita akan mengenangkan kembali kelahiran-Nya di Betlehem, dalam arti tertentu, kita akan menghidupkan kembali perasaan-perasaan para gembala, sukacita dan rasa takjub mereka. Bersama Maria dan Yosef, kita akan merenungkan kemulian Sabda yang menjadi manusia demi penebusan kita. Kita akan berdoa agar segenap umat manusia dapat menerima kehidupan baru yang didatangkan Putra Manusia ke dalam dunia dengan mengenakan kodrat manusiawi kita.

2. Liturgi Adven, yang penuh dengan seruan terus-menerus akan sukacita pengharapan datangnya Mesias, membantu kita memahami kepenuhan nilai dan makna misteri Natal. Natal bukan hanya sekedar mengenangkan peristiwa bersejarah yang terjadi lebih dari 2000 tahun yang lalu di suatu kota kecil di Yudea. Melainkan, haruslah kita pahami bahwa seluruh hidup kita hendaknya menjadi suatu �Adven�, dalam pengharapan yang siaga akan kedatangan Kristus yang terakhir. Untuk mempersiapkan hati kita menyambut Tuhan yang, seperti kita maklumkan dalam Syahadat, akan datang suatu hari kelak untuk mengadili orang yang hidup dan yang mati; kita wajib belajar mengenali kehadiran-Nya dalam peristiwa-peristiwa hidup sehari-hari. Jadi, Adven adalah suatu masa pelatihan intensif yang mengarahkan kita secara pasti kepada Dia yang telah datang, yang akan datang dan yang senantiasa datang.

3. Dengan penghayatan-penghayatan ini, Gereja bersiap untuk mengkontemplasikan dalam ekstasi, misteri Inkarnasi. Injil mengisahkan perkandungan dan kelahiran Yesus, dan menceritakan banyak peristiwa-peristiwa penyelenggaraan ilahi yang mendahului maupun yang menyertai peristiwa yang begitu ajaib itu: kabar sukacita malaikat kepada Maria, kelahiran Yohanes Pembaptis, paduan suara para malaikat di Betlehem, kedatangan para Majus dari Timur, mimpi St Yosef. Semuanya ini adalah tanda-tanda dan kesaksian-kesaksian yang menggarisbawahi keilahian Kanak-kanak ini. Di Betlehem telah lahir Imanuel, Allah beserta kita.

Dalam liturgi pada hari-hari ini, Gereja menghadirkan di hadapan kita tiga �pembimbing� luar biasa yang akan menunjukkan kepada kita sikap yang pantas dalam menyongsong �tamu� ilahi umat manusia ini.

4. Pertama-tama, Yesaya, nabi penghiburan dan pengharapan. Ia memaklumkan Injil yang benar dan tepat bagi bangsa Israel yang diperbudak di Babel, dan mendesak mereka untuk tetap siaga dalam doa, untuk mengenali �tanda-tanda� kedatangan Mesias.

Kemudian ada Yohanes Pembaptis, bentara sang Mesias, yang dihadirkan sebagai �suara yang berseru-seru di padang gurun�, memaklumkan �pertobatan dan pembaptisn demi pengampunan dosa� (bdk Markus 1:3). Itulah satu-satunya prasyarat untuk dapat mengenali Mesias yang telah hadir di dunia.

Yang terakhir, Maria, yang dalam novena persiapan Natal ini, membimbing kita menuju Betlehem. Maria adalah Perempuan yang menjawab �ya� yang, berlawanan dengan Hawa, menjadikan rencana Allah sebagai rencananya sendiri dengan tanpa syarat. Dengan demikian, Maria menjadi suatu cahaya yang terang bagi langkah-langkah kita dan teladan tertinggi bagi inspirasi kita.

Saudara dan saudari terkasih, kiranya kita mengijinkan Santa Perawan menemani kita di jalan kita menuju Tuhan yang datang, dengan tinggal �siaga dalam doa dan sukacita dalam pujian.�

Saya berharap agar masing-masing kita melewatkan persiapan yang pantas demi menyambut perayaan Natal.

sumber : �General Audience of John Paul II, Wednesday 18 December 2002�; The Holy See; www.vatican.va

Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: �diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya�

Sunday, December 5, 2010

Lingkaran Adven: Lambang dan Maknanya

oleh: P. Francis J. Peffley

Pada Masa Adven, banyak keluarga memasang Lingkaran Adven di rumah mereka. Selain hiasan-hiasannya yang tampak semarak serta membangkitkan semangat, ada banyak sekali lambang yang terkandung di dalamnya, yang belum diketahui banyak orang.

Pertama, karangan tersebut selalu berbentuk lingkaran. Karena lingkaran tidak mempunyai awal dan tidak mempunyai akhir, maka lingkaran melambangkan Tuhan yang abadi, tanpa awal dan akhir.

Lingkaran Adven selalu dibuat dari daun-daun evergreen. Dahan-dahan evergreen, sama seperti namanya �ever green� - senantiasa hijau, senantiasa hidup. Evergreen melambangkan Kristus, Yang mati namun hidup kembali untuk selamanya. Evergreen juga melambangkan keabadian jiwa kita. Kristus datang ke dunia untuk memberikan kehidupan yang tanpa akhir bagi kita. Tampak tersembul di antara daun-daun evergreen yang hijau adalah buah-buah beri merah. Buah-buah itu serupa tetesan-tetesan darah, lambang darah yang dicurahkan oleh Kristus demi umat manusia. Buah-buah itu mengingatkan kita bahwa Kristus datang ke dunia untuk wafat bagi kita dan dengan demikian menebus kita. Oleh karena Darah-Nya yang tercurah itu, kita beroleh hidup yang kekal.

Empat batang lilin diletakkan sekeliling Lingkaran Adven, tiga lilin berwarna ungu dan yang lain berwarna merah muda. Lilin-lilin itu melambangkan keempat minggu dalam Masa Adven, yaitu masa persiapan kita menyambut Natal. Setiap hari, dalam bacaan Liturgi Perjanjian Lama dikisahkan tentang penantian bangsa Yahudi akan datangnya Sang Mesias, sementara dalam Perjanjian Baru mulai diperkenalkan tokoh-tokoh yang berperan dalam Kisah Natal. Pada awal Masa Adven, sebatang lilin dinyalakan, kemudian setiap minggu berikutnya lilin lain mulai dinyalakan. Seiring dengan bertambah terangnya Lingkaran Adven setiap minggu dengan bertambah banyaknya lilin yang dinyalakan, kita pun diingatkan bahwa kelahiran Sang Terang Dunia semakin dekat. Semoga jiwa kita juga semakin menyala dalam kasih kepada Bayi Yesus.

Warna-warni keempat lilin juga memiliki makna tersendiri. Lilin ungu sebagai lambang pertobatan. Warna ungu mengingatkan kita bahwa Adven adalah masa di mana kita mempersiapkan jiwa kita untuk menerima Kristus pada Hari Natal. Lilin merah muda dinyalakan pada Hari Minggu Adven III yang disebut Minggu �Gaudete�. �Gaudete� adalah bahasa Latin yang berarti �sukacita�, melambangkan adanya sukacita di tengah masa pertobatan karena sukacita Natal hampir tiba. Warna merah muda dibuat dengan mencampurkan warna ungu dengan putih. Artinya, seolah-olah sukacita yang kita alami pada Hari Natal (yang dilambangkan dengan warna putih) sudah tidak tertahankan lagi dalam masa pertobatan ini (ungu) dan sedikit meledak dalam Masa Adven. Pada Hari Natal, keempat lilin tersebut digantikan dengan lilin-lilin putih - masa persiapan kita telah usai dan kita masuk dalam sukacita yang besar.

Pada kaki setiap lilin, atau pada kaki Lingkaran Adven, ditempatkan sebuah mangkuk berwarna biru. Warna biru mengingatkan kita pada Bunda Maria, Bunda Allah, yang mengandung-Nya di dalam rahimnya serta melahirkan-Nya ke dunia pada hari Natal.

Lingkaran Adven diletakkan di tempat yang menyolok di gereja. Para keluarga memasang Lingkaran Adven yang lebih kecil di rumah mereka. Lingkaran Adven kecil ini mengingatkan mereka akan Lingkaran Adven di Gereja dan dengan demikian mengingatkan hubungan antara mereka dengan Gereja. Lilin dinyalakan pada saat makan bersama. Berdoa bersama sekeliling meja makan mengingatkan mereka akan meja perjamuan Tuhan di mana mereka berkumpul bersama setiap minggu untuk merayakan perjamuan Ekaristi - santapan dari Tuhan bagi jiwa kita.

Jadi, nanti jika kalian melihat atau memasang Lingkaran Adven, jangan menganggapnya sebagai hiasan yang indah saja. Ingatlah akan semua makna yang dilambangkannya, karena Lingkaran Adven hendak mengingatkan kita akan perlunya persiapan jiwa sehingga kita dapat sepenuhnya ambil bagian dalam sukacita besar Kelahiran Kristus, Putera Allah, yang telah memberikan Diri-Nya bagi kita agar kita beroleh hidup yang kekal.

sumber : "The Symbolism of the Advent Wreath� by Father Peffley; Father Peffley's Web Site; www.transporter.com/fatherpeffley

Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: �diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Fr. Francis J. Peffley.�

Saturday, December 4, 2010

Memahami Dan Memaknai Masa Adven

1. Pengertian Adven
Kata �adven� berasal dari kata Latin �adventus� yang berarti kedatangan. Maka �masa adven� berarti masa untuk menunggu kedatangan Tuhan Yesus. Adven berlangsung selama 4 minggu, yakni dari Minggu Adven 1 sampai dengan Minggu Adven IV. Masa adven ditutup dengan "Natal" yaitu hari kedatangan Tuhan Yesus.

2. Perkembangan tradisi Adven
Dalam bentuk awalnya, yang bermula dari Perancis, Masa Adven merupakan masa persiapan menyambut Hari Raya Epifani, hari di mana para calon dibaptis menjadi warga Gereja, jadi persiapan Adven amat mirip dengan Prspaskah dengan penekanan pada doa dan puasa yang berlangsung selama tiga minggu dan kemudian diperpanjang menjadi 40 hari.

Pada tahun 380-381, Konsili local Saragossa, Spanyol menetapkan tiga minggu masa puasa sebelum Epifani. Diilhami oleh peraturan Prapaskah, Konsili local Macon, Perancis, pada tahun 581 menetapkan bahwa mulai tanggal 11 November (pesta St.Martinus dari Tours) hingga hari Natal, umat berpuasa pada hari senin, Rabu, Jumat. Lama-kelamaan, praktek serupa menyebar ke Inggris. Di Roma, masa persiapan Adven belum ada hingga abad keenam, dan dipandang sebagai masa persiapan menyambut Natal dengan ikatan pantang puasa yang lebih ringan. Gereja secara bertahap mulai lebih membakukan perayaan Adven. The Gelasian Sacramentary, yang menurut tradisi diterbitkan oleh Paus St. Gelasius I (wafat thn 496), adalah yang pertama menerapkan Liturgi Adven selama lima Hari Minggu. Praktek adven semakin melembaga sejak abad ke 7, yakni pada saat Paus Gregorius Agung berkuasa (590-604). Adven ditetapkan berlangsung selama 4 minggu dan diisi dengan puasa. Sekitar abad kesembilan. Gereja menetapkan Minggu Adven Pertama sebagai awal tahun penanggalan Gereja.

3. Tradisi Adven
Pada awalnya tradisi adven sebenarnya tidak berasal dari Gereja Katolik Roma, tetapi merupakan tradisi Gereja Timur untuk mempersiapkan Epifani, yang jatuh pada tanggal 6 Januari. Pada peristiwa tersebut kanak-kanak Yesus dikunjungi oleh orang majus dari timur. Bagi Gereja Timur itulah Natal.

Maka mereka merayakannya secara meriah. Tradisi Katolik menghayati masa adven dengan melakukan ibadat bersama dan puasa. Selain itu juga mulai diciptakan simbol-simbol yang disebut dengan Korona Adven (lingkaran Adven). Kebiasaan membuat Korona Adven berasal dari Eropa Utara, khususnya dari Skandinavia.

Korona Adven berbentuk sebuah lingkaran yang diuntai dengan daun-daun pinus atau cemara dan diatasnya dipasang empat lilin (tiga lilin berwarna ungu dan satu lilin berwarna merah), selain itu juga masih diberi asesoris lain seperti pita berwarna ungu dan merah.

Apa makna dari Korona Adven tersebut? Korona Adven adalah simbol yang mau menunjukan pesan-pesan tertentu, yakni:
� Korona Adven berbentuk suatu lingkaran. Lingkaran adalah suatu bentuk tanpa awal dan akhir. Lingkaran ini melambangkan Tuhan yang abadi, tanpa awal dan akhir. Kita juga diajak untuk merenungkan bagaiman kehidupan kita, disini dan sekarang ini, ikut ambil bagian dalam rencana keselamatan Allah yang kekal dan bagaimana kita berharap dapatikut ambil bagian dalam kehidupan kekal di kerajaan surga.

� Lingkaran Adven terbuat dari tumbuh-tumbuhan segar, sebab Kristus datang guna memberi kita hidup baru melalui sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya. Warna hijau merupakan simbol pengharapan. Selain itu juga dipilih daun pinus atau cemara yang tahan pada bermacam-macam musim. Daun cemara tidak rontok dan tetap hijau pada musim gugur dan musim dingin. Ungkapan pengharapan yang tidak kunjung putus. Warna hijau juga melambangkan Kristus. Yang mait namun hidup kembali untuk selamanya. Evergreen juga melambangkan keabadian jiwa kita. Kristus datang ke dunia untuk memberikan kehidupan yang tanpa akhir bagi kita.

� Tiga batang lilin berwarna ungu dan satu lilin berwarna merah muda. Warna ungu melambangkan tobat, keprihatinan, matiraga atau berkabung, persiapan dan kurban, warna ini juga dipakai pada masa Prapaskah, tidak hanya untuk warna lilin, tetapi juga pakaian liturgi lain. Warna merah muda melambangkan hal yang sama, tetapi dengan menekankan Minggu Adven ketiga, Minggu Gaudate, saat kita bersukacita karena persiapan kita sekarang sudah mendekati akhir. Selain itu warna merah juga merupakan tanda cinta kasih.

� Lilin juga sebagai simbol terang. Terang itu sendiri melambangkan Kristus, yang datang ke dalam dunia untuk menghalau kuasa gelap kejahatan dan menunjukan kepada kita jalan kebenaran. Gerak maju penyalaan lilin (setiap minggu satu lilin) menunjukan semakin bertambahnya kesiapan kita untuk berjumpa dengan Kristus.

Persiapan, kerinduan dan harapan kita tidak terjadi serta merta, tetapi tahap demi tahap. Kerinduan kita yang semakin besar akan Yesus yang datang sebagai Terang Dunia, dilambangkan dengan menyalakan lilin satu demi satu. Penyalaan lilin secara bertahap ini rupanya juga dipengaruhi oleh tradisi Yahudi, khususnya pentahbisan Bait Allah (Hanukkah). Pesta Hanukkah dirayakan selama delapan hari. Delapan lilin dinyalakan satu per satu setiap hari hingga genap delapan lilin pada hari ke delapan. Jumlah lilin ada 4 batang mengungkapkan lama masa adven berlangsung, yakni 4 minggu.

� Selain Korona Adven, Gereja Katolik juga tidak mengumandangkan madah kemulian atau Gloria; madah yang berkaitan dengan nyanyian para malaikat saat kelahiran Yesus, �Kemulian bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya� (Luk 2,14). Madah ini akan dikidungkan pada saat Natal. Maka juga tidak tepat kalau umat katolik merayakan Natal pada masa adven.
Marilah kita memasuki masa Adven dengan penuh kerinduan akan pertobatan hati dan budi. Sehingga kita semakin layak menyambut Sang Bayi Yesus di Palungan. Tuhan memberkati��

Sumber berasal dari Berita Minggu Gereja Katolik Paroki Yakobus Tahun XXIII Nomor 252/1207